Reportase Diskusi Refleksi 2015 dan Outlook 2016 Sesi Pembukaan dan Pengantar Umum

30des-1

oleh: Edna Novitasari 

Membuka Seminar Kaleidoskop 2015 dan Outlook 2016 PKMK FK UGM (Rabu, 30/12/2015)yang digelar di Hotel Santika Yogyakarta; Direktur PKMK FK UGM, dr. Yodi Mahendradhata, PhD berharap hasil dari seminar tahunan kali ketiga ini akan semakin mendorong perubahan- perubahan sektor kesehatan ke arah yang lebih baik. Bukan hanya sebagai academic exercise, diharapkan diskusi tahunan seperti ini akan dapat melontarkan isu yang lebih tajam demi perbaikan sektor kesehatan. Tidak hanya sehari ini saja, rencananya mulai Januari 2016, akan digelar pula diskusi maraton sebagai kelanjutan dari seminar kali ini untuk membahas 12 isu penting sektor kesehatan.

Masuk ke sesi pengantar, pengantar umum yang dimoderatori oleh Ni Luh Putu Eka Andayani, M. Kes, pembahasan refleksi 2015 dan outlook 2016 menghadirkan Ketua Board PKMK FK UGM, Prof. dr. Laksono Trisnantoro, M. Sc, PhD dan Direktur PKMK FK UGM yaitu dr. Yodi Mahendradhata, PhD sebagai pembicara. Sesi pengantar umum menyoroti kondisi sektor kesehatan di tahun 2015 dan menuju 2016 dilihat dari dua aspek yakni aspek global dan aspek nasional. Dari aspek global, Yodi Mahendradhata menjelaskan bahwa keyword yang tepat untuk lepas dari 2015 dan landas ke 2016 adalah "transisi". Pada tahun 2016, MDG akan digantikan oleh SDG, dengan sejumlah goal yang lebih banyak lagi. Namunironisnya, masih banyak stakeholder yang bingung dengan goal-goal dan target dalam SDG, sementara sejumlah permasalahan dalam MDG pun belum sepenuhnya terselesaikan. Ada 17 goals dalam SDG, dengan 169 target yang merupakan angka yang tidak sedikit. Sehingga banyak pihak yang sinis dengan deklarasi pencapaian ini, karena dengan banyaknya target terkesan tidak ada prioritas terhadap pencapaian tertentu. Adapun untuk sektor kesehatan yang masuk dalam goal 3 dengan 9 target, ada fakta menarik untuk dicermati tentang UHC yang masuk peringkat 8 dari 9 target. Sehingga mencerminkan UHC tidak termasuk skala prioritas, sedangkan ironisnya di pembukaan SDG tercantum kata-kata tentang pencapaian UHC. Sementara kaitannya dengan sektor kesehatan di Indonesia, lemahnya perbaikan masalah berbagai sektor di Indonesia salah satunya disebabkan masih kurangnya pemanfaatan bukti riset untuk pembuatan kebijakan, yang masih didominasi oleh tekanan politis.

Dari aspek nasional, Laksono Trisnantoro mencoba merefleksikan realita pelaksanaan kebijakan pembiayaan kesehatan melalui JKN, yang merupakan tahun kedua pelaksanaan JKN di tahun 2015. Tidak dipungkiri meski membawa banyak manfaat untuk membantu masalah pembiayaan kesehatan di Indonesia, namun pelaksanaannya masih memiliki banyak kekurangan. Mulai dari sisi monitoring pemanfaatan dana, kerancuan antar lembaga terkait, mutu pelayanan, pemerataan klaim JKN, hingga dampaknya terhadap peningkatan status kesehatan. Hubungan antara kebijakan pembiayaan kesehatan dengan kebijakan kesehatan lain juga disoroti oleh Laksono Trisnantoro, seperti hubungan dengan kebijakan pengembangan supply side, kebijakan peranan antar lembaga, kebijakan alokasi dan kebijakan promkes; yang masih kurang harmonis bila diamati. Berbagai kebijakan tersebut tentunya saling terkait satu sama lain, karena bila ada hubungan yang kurang harmonis maka akan mempengaruhi sektor yang lain. Fakta di tahun 2015, kebijakan pembiayaan kesehatan masih mendominasi dengan kurangnya balancing hubungan dengan kebijakan lain.

{jcomments on}

 

Diskusi Refleksi 2015 dan Outlook Kebijakan dan Manajemen Kesehatan 2016

Diskusi
Refleksi 2015 dan Outlook Kebijakan dan Manajemen Kesehatan 2016

Ruang Griya Kresna, Hotel Santika Yogyakarta,
Rabu, 30 Desember 2015

30des15

08.00 – 08.30     

Registrasi

08.30 – 08.45

Sambutan dan Pembukaan
dr. Yodi Mahendradhata, MSc. Ph.D (Direktur PKMK)

video

Pengantar Umum (Moderator : Niluh Putu Eka Andayani, SKM. M.Kes)

08.45 – 09.05

Refleksi Kesehatan Global
dr. Yodi Mahendradhata, MSc. Ph.D (Direktur PKMK)

video    materi

09.05 – 09.25

Refleksi Sektor Kesehatan secara umum di Indonesia
Prof. dr. Laksono Trisnantoro, MSc. Ph.D (Ketua Board PKMK)

video     materi

09.25 – 10.00

Diskusi

video   Reportase

Pukul 08.30 - 10.00 kegiatan disiarkan secara Live streaming pada web ini
dan melalui webinar dengan link berikut
 

10.00 – 10.30

Rehat pagi

Outlook Kebijakan dan Manajemen Kesehatan 2015

10.30 – 12.00

Panel 1 : Kebijakan Pembiayaan Kesehatan / JKN

Moderator : dr. Yodi Mahendradhata, MSc. Ph.D *penjelasan kerangka konsep

materi

PH : purchasing, pooling, supply side (dr. Tiara Marthias, MPH)

materi

RS : organization and service delivery (Niluh Putu Eka Andayani, SKM. M.Kes) 

materi

Mutu : Quality and efficiency (dr. Hanevi Djasri, MARS)

materi

Simkes : Accessibility and accountability (dr. Guardian Sanjaya, MSc)

materi

Pembahas : Dr. drg. Julita Hendrartini, M.Kes

reportase

12.00 – 13.00

Istirahat dan Makan Siang

13.00 – 14.30

Panel 2 : Isu Prioritas

Regulasi Kesehatan  (Rimawati, SH. M.Hum)

materi

SDM Kesehatan (Dr. dr. Andreasta Meliala, M.Kes MAS)

materi

Contracting Out (Dr. dr. Dwi Handono, M.Kes)

materi

Manajemen Bencana (dr. Bella Donna, M.Kes)

materi

Moderator : dr. Tiara Marthias, MPH
Pembahas : Dr. dr. Mubasysyir Hasanbasri, MA

reportase

14.20 – 15.40

Panel 3 : Isu Prioritas

Kebijakan dan Program Penanggulangan HIV/AIDS (Praptorahardjo, Ph.D)

materi

Kesehatan Ibu dan Anak (dr. Siti Noor Zaenab, M.Kes)

materi

Social Determinants of Health (Dra. Retna Siwi Padmawati, MA)

materi

E-Health (dr. Lutfan Lazuardi, Ph.D)

materi

Moderator : Dr. dr. Andreasta Meliala, M.Kes MAS
Pembahas : Prof. dr. Laksono Trisnantoro, MSc. Ph.D

reportase

15.40 – 16.00

Sintesis dan Penutupan

Sintesis (Prof. dr. Laksono Trisnantoro, MSc. Ph.D)
Penutupan (dr. Yodi Mahendradhata, MSc. Ph.D)

Diskusi Refleksi 2015 dan Outlook Kebijakan dan Manajemen Kesehatan 2016

Diskusi
Refleksi 2015 dan Outlook Kebijakan dan Manajemen Kesehatan 2016

Ruang Griya Kresna, Hotel Santika Yogyakarta,
Rabu, 30 Desember 2015

08.00 – 08.30     

Registrasi

08.30 – 08.45

Sambutan dan Pembukaan
dr. Yodi Mahendradhata, MSc. Ph.D (Direktur PKMK)

Pengantar Umum (Moderator : Niluh Putu Eka Andayani, SKM. M.Kes)

08.45 – 09.05

Refleksi Kesehatan Global
dr. Yodi Mahendradhata, MSc. Ph.D (Direktur PKMK)

09.05 – 09.25

Refleksi Sektor Kesehatan secara umum di Indonesia
Prof. dr. Laksono Trisnantoro, MSc. Ph.D (Ketua Board PKMK)

09.25 – 10.00

Diskusi

10.00 – 10.30

Rehat pagi

Outlook Kebijakan dan Manajemen Kesehatan 2015

10.30 – 12.00

Panel 1 : Kebijakan Pembiayaan Kesehatan / JKN

Moderator : dr. Yodi Mahendradhata, MSc. Ph.D *penjelasan kerangka konsep 10.30 – 10.40

  1. PH : purchasing, pooling, supply side (dr. Tiara Marthias, MPH) 10.40 – 10.50
  2. RS : organization and service delivery (Niluh Putu Eka Andayani, SKM. M.Kes) 10.50 – 11.00
  3. Mutu : Quality and efficiency (dr. Hanevi Djasri, MARS) 11.00 – 11.10
  4. Simkes : Accessibility and accountability (dr. Guardian Sanjaya, MSc) 11.10 -11.20

Pembahas : Dr. drg. Julita Hendrartini, M.Kes 11.20 – 11.30
Diskusi (11.30 – 12.00)

12.00 – 13.00

Istirahat dan Makan Siang

13.00 – 14.30

Panel 2 : Isu Prioritas

  1. Regulasi Kesehatan  (Rimawati, SH. M.Hum) 13.00 – 13.10
  2. SDM Kesehatan (Dr. dr. Andreasta Meliala, M.Kes MAS) 13.10 – 13.20
  3. Contracting Out (Dr. dr. Dwi Handono, M.Kes) 13.20 – 13.30 
  4. Manajemen Bencana (dr. Bella Donna, M.Kes) 13.30 – 13.40

Moderator : dr. Tiara Marthias, MPH
Pembahas : Dr. dr. Mubasysyir Hasanbasri, MA  13.40 – 13.50

Diskusi (13.50 – 14.20)

14.20 – 15.40

Panel 3 : Isu Prioritas

Moderator : Dr. dr. Andreasta Meliala, M.Kes MAS

  1. Kebijakan dan Program Penanggulangan HIV/AIDS (Praptorahardjo, Ph.D) 14.20 – 14.30
  2. Kesehatan Ibu dan Anak (dr. Siti Noor Zaenab, M.Kes) 14.30 – 14.40
  3. Social Determinants of Health (Dra. Retna Siwi Padmawati, MA) 15.15 – 15.30 14.40 – 14.50
  4. E-Health (dr. Lutfan Lazuardi, Ph.D) 14.50 – 15.00

Pembahas : Prof. dr. Laksono Trisnantoro, MSc. Ph.D 15.00 – 15.10
Diskusi (15.10 – 15.40) asd

15.40 – 16.00

Sintesis dan Penutupan

Sintesis (Prof. dr. Laksono Trisnantoro, MSc. Ph.D) 15.40 – 15.50
Penutupan (dr. Yodi Mahendradhata, MSc. Ph.D) 15.50 – 16.00

Refleksi Kebijakan Kesehatan di Indonesia Tahun 2015

refleksi15

Penulis: Laksono Trisnantoro
Ketua Dewan Pakar (Chair, Board of Experts)
Pusat Kebijakan dan Manajemen Kesehatan (PKMK),
Fakultas Kedokteran, Universitas Gadjah Mada

materi presentasi



  Pengantar:

Apa yang terjadi di tahun 2015? Tahun ini merupakan tahun kedua pelaksanaan Jaminan Kesehatan Nasional, sebuah kebijakan pembiayaan kesehatan yang bertujuan mulia untuk menjamin pelayanan kesehatan untuk semua orang di Indonesia. Pelaksanaan kebijakan ini telah memberi manfaat kepada jutaan warga Indonesia, walupun masih banyak kekurangan. Pada tahun 2015 ada berbagai kesehatan penting yang perlu dicermati di luar Kebijakan Pembiayaan, antara lain: Kebijakan tentang Peranan berbagai Lembaga, Kebijakan Pengembangan Supply Side, Kebijakan Mekanisme Pembayaran dan Kebijakan Promosi Kesehatan. Apa yang terjadi dalam kebijakan-kebijakan kesehatan di tahun 2015 tersebut perlu direnungkan. Perenungan tersebut bertujuan untuk:

  • Menyimpulkan gambaran hubungan berbagai kebijakan kesehatan yang terjadi di tahun 2015 dalam konteks reformasi kesehatan.
  • Merefleksikan apa yang terjadi di tahun 2015 untuk keperluan pengembangan kebijakan kesehatan di masa mendatang.
  • Memicu diskusi lebih lanjut untuk keperluan perbaikan kebijakan dan program di tahun 2016.

Berikut ini adalah pemaparan hasil yang terbagi menjadi 2. Bagian pertama memaparkan berbagai kebijakan kesehatan yang menarik di tahun 2015. Secara singkat, apa yang terjadi di berbagai kebijakan kesehatan dipaparkan. Bagian kedua membahas refleksi yang dapat direnungkan dari apa yang terjadi di tahun 2015.

Kesimpulan dan saran singkat dipaparkan dalam akhir dokumen dengan satu catatan bahwa di bulan Januari 2016 akan dibahas berbagai Outlook kebijakan di tahun 2016.

r2Bagian 1: Berbagai kebijakan kesehatan yang menarik di tahun 2015

 

Secara satu persatu, berbagai kebijakan di sistem kesehatan dapat dibahas sebagai berikut:

  1.1. Kebijakan Pembiayaan Kesehatan

Pembiayaan oleh pemerintah pusat disalurkan melalui BPJS sesuai Kebijakan Pembiayaan JKN, dan secara tradisi melalui Kementerian Kesehatan. Di tahun 2015 dilaporkan masih terjadi kekurangan dana di BPJS, seperti pada tahun 2014. Dana APBN untuk Penerima Bantuan Iuran menjadi penutup kekurangan BPJS karena klaim rasio kelompok Non-PBI mandiri masih tinggi. Hal ini menunjukkan adanya gejala subsidi salah sasaran: Dana PBI untuk masyarakat miskin masuk ke kelompok yang mampu. Data tentang hal ini sulit dicermati karena di dalam BPJS belumada pagar/kompartemen .Catatan dari berbagai sumber tidak resmi: Klaim Rasio PBI di bawah 100% sementara Klaim rasio Non-PBI mandiri diduga masih di atas 100% karena adverse selection.

Di sisi dana yang dikelola Kementerian Kesehatan, anggaran tahun 2015 masih sama dengan tahun 2014. Namun di akhir tahun 2015, ada kebijakan untuk Peningkatan Anggaran Kesehatan Pusat. Tantangannya adalah bagaimana agar dapat terserap dengan baik. Selama 4 tahun terakhir, Kementerian Kesehatan belum mampu menyerap dengan baik dan kinerja juga belum terukur. Ada catatan di akhir tahun yaitu pengumpulan dana dari pajak oleh pemerintah mengalami kesulitan. Target pengumpulan pajak tidak tercapai.

  1.2. Kebijakan pengorganisasian antar Lembaga di tahun 2015

Pada tahun 2015 terjadi fakta yang menonjol yaitu tidak mulusnya hubungan organisasi antar berbagai lembaga dalam sistem kesehatan. Kementerian Kesehatan dalam berbagai hal bertentangan dengan BPJS yang pada intinya menimbulkan pertanyaan: Siapa Regulator Sistem Kesehatan di Indonesia dan siapa saja operatornya? Apakah BPJS merupakan operator? Hal ini terjadi karena memang UU SJSN dan UU BPJS belum jelas mengatur hal ini.

Sementara itu terlihat jelas bahwa ada ketidak logisan dalam system kesehatan di Indonesia. BPJS merupakan lembaga leuangan yang manajemennya dilakukan secara sentralisasi.Sementara itu kesehatan adalah sector yang didesentralisasi.Ketidak cocokan ini menimbulkan banyak masalah di daerah termasuk kesulitan Dinas Kesehatan untuk mendapatkan data dari BPJS untuk keperluan pencegahan lintas sektoral.

Peranan IDI dalam perubahan system kesehatan belum maksimal karena adanya pergantian pimpinan dan adanya Yudisial Review mengenai Dokter Layanan Primer (DLP) ke MK. IDI sebagai perhimpunan profesi masih bertikai terus dengan berbagai stakeholder seperti Kemenkes, dan FK-FK , walaupun sudah ada keputusan MK.

  1.3. Kebijakan penambahan Supply Side di tahun 2015

Kebijakan supply side di tahun 2015 diharapkan dapat meningkat cepat karena pada tahun 2014 tidak ada kemajuanbermakna.Akan tetapi fakta di tahun 2015 menunjukkan bahwa tidak banyak perubahan pada sisi supply dibandingkan dengan tahun 2014. Pengembangan RS terutama tetap berada di Regional 1 (Jawa) dan dilakukan oleh RS Swasta yang berbentuk PT. Keadaan ini tetap menimbulkan kekawatiran mengenai penyerapan dana klaim INC-CBG yang meningkat di Jawa.

Perkembangan jumlah spesialis tidak banyak meningkat secara berarti. Penyebaran dokter spesialis masih belum baik dan tempat pendidikan masih belum ada perubahan signfikan. UU Pendidikan Kedokteran yang disahkan pada tahun 2013 dan berusaha memberi dorongan untuk jumlah dan mutu lulusan FK berupa dokter, sepsialis, dan sub-spesialis belum memberikan hasil berarti.

Pengembangan dokter pelayanan primer masih dalam situasi pertikaian. IDI melalui PUDI mengajukan YR ke MK. Di akhir tahun 2015 MK menolak seluruhnya YR PUDI namun IDI tetap ingin melawan. Perselisihan antara IDI dan stakeholder sistem kesehatan lainnya ini menimbulkan beban psikologis dan juga hubungan tidak harmonis mengenai berbagai isu lain, misalnya dalam internship dan UKDI.

Perkembangan kebijakan sisi supply kesehatan ini menjadi ancaman serius untuk pemerataan pelayanan dalam era JKN. Dengan sistem klaim INA-CBG yang tidak ada batas atas, akanmeningkatkan risiko kegagalan finansial di sistem JKN, dan memperburuk ketidakadilan.

  1.4. Kebijakan Alokasi Anggaran dan Pembayaran di tahun 2015

Dana-dana yang berada di Kementerian Kesehatan dan BPJS mempunyai masalah spesifik. Alokasi Kemenkes ke daerah masih seperti tahun 2014. BOK masih dalam pola mekanisme TP. Di ujung tahun 2015 ada kebijakan penganggaran yang akan merubah mekanisme penyaluran anggaran Kemenkes di tahun 2016. Sistem kontrak sudah dicoba di beberapa daerah.

Kebijakan Pembayaran di BPJS ke RS dan FKTP mempunyai beberapa hal yang perlu dicermati. Remunerasi untuk dokter spesialis di RS di era JKN masih terus bergejolak. Aspek keadilan dan mutu pelayanan masih belum baik. Residen dan fellow (peserta pendidikan sub-spesialis) masih belum diberi insentif saat bekerja di RS Pendidikan dan jaringannya, kecuali di berbagai tempat yang inovatif. Potensi fraud mengancam efisiensi dana klaim. Di tahun 2015 diterbitkan Permenkes (no 36) untuk pencegahan dan penindakan fraud. DI FKTP , pertanyaan mengenai efisiensi pembiayaan kapitasi masih terus ada. Kinerja FKTP dengan adanya dana BPJS masih menjadi pertanyaan banyak pihak. Pembagian jasa kapitasi untuk dokter dan tenaga kesehatan masih banyak masalah. Inovasi untuk menggunakan metode Pay for Performance (P4P) direspon negatif karena masalah komunikasi dengan berbagai stakeholder dan governance di JKN.

  1.5. Kebijakan Promosi Kesehatan

Saat ini belum ada kebijakan promosi kesehatan yang bermakna. Anggaran dana promosi kesehatan melalui BOK masih terbatas. Di ujung tahun 2015 ada pengembangan kebijakan promosi kesehatan dengan penambahan anggaran BOK dan Paket-paket Promkes.

Kesimpulan yang terjadi di tahun 2015:

Secara keseluruhan dengan adanya JKN, Kebijakan Pembiayaan sudah berkembang pesat.Banyak kelompok masyarakat yang sudah menikmati pelayanan kesehatan dengan baik.Akan tetapi ketimpangan sisi supply masih menjadi acaman serius pencapaian UHC secara adil dan merata. Demikian pula efisiensi dana BPJS di FKTP dan FKTR yang belum dapat dijamin. Pengorganisasian sistem kesehatan yang melibatkan banyak lembaga belum tertata dengan baik.Kebijakan promosi kesehatan untuk mengarahkan ke gaya hidup sehat belum berjalan penuh. Secara keseluruhan berbagai kebijakan belum terencana dan terkoordinir dengan baik.

r3Bagian 2:
Refleksi tahun 2015

 

Apa arti refleksi Kebijakan Kesehatan Indonesia di tahun 2015? Refleksi ini merupakan pemikiran mendalam dan pendapat yang dihasilkan dari perenungan terhadap situasi kebijakan di tahun 2015. Diharapkan dapat dipergunakan untuk memperbaiki kebijakan di masa mendatang dan menjadi dasar perenungan untuk "Outlook" kebijakan kesehatan di tahun 2016

Topik 1. Refleksi Ideologis.

Pelaksanaan kebijakan kesehatan di tahun 2015 menimbulkan berbagai pertanyaan ideologis terkait dengan kemampuan pajak yang rendah dalam pembiayaan kuratif melalui BPJS. Pertanyaan-pertanyaan ideologis tersebut adalah:

  • Apakah negara layak membayar subsidi bagi masyarakat kaya? Dalam hal ini terkait dengan prinsip Single Pool di BPJS: apakah layak kalau dana PBI dipergunakan untuk menutup kekurangan BPJS?
  • Apakah pendapatan negara (yang sebagian besar dari pajak) layak untuk membiayai sektor kesehatan , khususnya kuratif di Indonesia dan dinikmati masyarakat kaya yang membayar pajak relative tidak progresif?
  • Apakah pelayanan kesehatan sebaiknya mendapat dana lebih besar dari masyarakat (out of pocket) dan askes swasta, terutama dari masyarakat kaya?

Pertanyaan-pertanyaan tersebut penting dijawab karena di dunia selalu ada perdebatan ideologis antara penganut ideologi welfare state dengan penganut pasar bebas.

Pendapat yang mengacu ke ideology Welfare State:
Pendapat ini menyatakan bahwa pemerintah harus berperan penuh dalam menyediakan pelayanan publik untuk kesejahteraan seluruh lapisan masyarakat. Untuk membiayai pelayanan kesehatan sebagai salahsatu program kesejahteraan, pemerintah harus kuat dalam mencari dana melalui pendapatan Negara, khususnya pajak.

Pendapat yang mengacu pada ideology pasar murni:
Pemerintah harus mengurangi beban pembayaran untuk pelayanan kesejahteraan sosial. Pelayanan publik untuk kesejahteraan sosial merupakan hal yang mahal. Seringkali beban pembiayaan ini berada di luar kemampuan pemerintah. Instrumen pajak untuk menghasilkan dana, ada batasnya. Biarkan prinsip pasar bekerja.

Perdebatan ideologis mengenai sistem kesehatan perlu dilakukan di Indonesia. Welfare State merupakan kebijakan yang ideal dan perlu dilakukan. Akan tetapi konsekuensinya adalah harus ada pendapatan negara yang cukup untuk membiayai pelayanan kesehatan untuk seluruh level masyarakat. Di Indonesia, pendapatan negara sebagian besar berasal dari pajak yang sulit dikumpulkan. Di tahun 2015, pemerintah gagal mencapai target pengumpulan pajak.

Dalam konteks aliran dana pemerintah, ada pertanyaan kritis: Apakah dana pajak yang terbatas, layak dinikmati oleh mereka yang mampu membayar? Dengan kalimat lain: Apakah sebaiknya masyarakat menengah ke atas yang mampu membayar sesuai keinginan mereka, diwajibkan membeli sendiri melalui mekanisme asuransi kesehatan ataupun out-of-pocket yang bebas dari subsidi pemerintah.

Sementara itu, dalam hal pendapatan negara dari pajak: Apakah ada alternatif kebijakan untuk meningkatkan pemasukan? Jawabannya ada, yaitu dengan earmarked tax. Caranya dengan menaikkan pajak rokok atau minuman beralkohol untuk kemudian diberikan ke JKN. Earmarked tax ini secara politik harus diperjuangkan dan mutlak perlu dukungan dari pemerintah dan DPR yang tidak mudah untuk didapatkan.

Perdebatan ideologis ini juga menyangkut peran sumber dana out-of-pocket. Pertanyaan pentingnya adalah: Apakah sumber dana out-of-pocket akan dianggap masa lalu yang tidak perlu ditingkatkan? Untuk berbagai program KB Jangka Pendek, praktek swasta bidan masih berjalan di berbagai daerah, khususnya yang mempunyai banyak masyarakat menengah ke atas.

Mengapa masih ada praktek swasta, termasuk dokter spesialis praktek swasta, ataupun dokter umum? Untuk pelayanan non-rumahsakit yang relative terjangkau, masyarakat (termasuk sebagian yang miskin) memilih praktek swasta yang membayar karena menganggap lebih bermutu, obat-obatan lebih lengkap, pelayanan lebih ramah dan personal. Akan tetapi masyarakat cenderung menggunakan BPJS apabila membutuhkan pelayanan di rumahsakit, terutama yang mahal dan jangka lama.

Bagaimana keadaan yang terjadi di negara-negara lain dalam hal peran pembiayaan swasta? Di berbagai belahan dunia, ada kenaikan peran pemerintah untuk pembiayaan. Namun peran swasta juga masih besar melalui mekanisme out of pocket dan/atau lembaga asuransi kesehatan swasta. Di negara-negara sosialis Eropa, peranan pemerintah mengecil karena krisis pendapatan pemerintah, misal di Yunani, Spanyol, dan Portugal. Di Malaysia yang dikenal sebagai negara penganut model Inggris dengan pendanaan welfare-state, pemerintah mulai merencanakan dan menyusun berbagai kebijakan yang mendorong peran pembiayaan swasta di sektor kesehatan.

Debat ideologis ini perlu diperdalam saat ini agar ada solusi untuk melindungi masyarakat miskin dan menengah, dan mendorong masyarakat mampu untuk membayar tanpa harus menggunakan dana pemerintah yang ada di BPJS.

Topik Refleksi 2: Hubungan Kelembagaan dan Peran Kelembagaan

Adanya kontroversi dalam sistem kesehatan di era JKN yang bertajuk Siapa Regulator Sistem Kesehatan dan Siapa Operator menjadi isu hangat di tahun 2015. Dalam hal ini dapat dibahas secara detil berbagai hubungan antar lembaga:

  Hubungan antara Kemenkes dengan BPJS

Sektor kesehatan menjadi tidak jelas di era JKN 2 tahun terakhir ini: Pihak mana yang menjadi Regulator dan mana yang menjadi Operator. Isu ini muncul karena memang BPJS merupakan lembaga finansial yang tidak jelas kedudukannya dalam sistem kesehatan. BPJS tidak bertanggung jawab pada Kementerian Kesehatan. Keadaan ini merupakan pelaksanaan dan interpretasi dari berbagai UU yang mempunyai kekurangan. Dengan kata lain isu ini merupakan masalah yang timbul dari UU SJSN dan UU BPJS yang tidak selaras dengan UU Kesehatan. Dalam pelaksanaan JKN selama 2 tahun ini, BPJS sering mengeluarkan peraturan yang termasuk dalam kategori kebijakan publik yang seharusnya dikeluarkan oleh pemerintah.

  Hubungan Kemenkes-DinKes dengan BPJS

Mekanisme bekerja Kemenkes-Dinkes merupakan hubungan yang berada di dalam UU Desentralisasi.BPJS berdasarkan UU SJSN dan UU BPJS merupakan organisasi keuangan dengan sistem yang centralized. Akibatnya terjadi situasi dimana tidak ada hubungan jelas antara BPJS Regional dengan Dinas Kesehatan Propinsi dan Kabupaten. BPJS Regional tidak bertanggung jawab pada Dinas Kesehatan Propinsi atau Pemerintah Propinsi. Dampak praktisnya menjadi buruk. Di tahun 2014-2015 terjadi kekacauan sistem kesehatan yang terdesentralisasi dengan adanya BPJS yang sentralisasi. Sebagai gambaran, peran Dinas Kesehatan Propinsi dan Kabupaten/Kota dalam JKN merupakan peran yang sangat terbatas. Dinas Kesehatan tidak mempunyai akses pada data klaim rumahsakit yang ada di wilayahnya.

  Hubungan Kemenkes-Dinkes dengan RSD

Di tahun 2015 diramaikan dengan adanya pendapat pertama agar RSD kembali sebagai UPT Dinas Kesehatan seperti yang dulu, melawan pendapat kedua agar RSD mempunyai otonomi dan bertanggung-jawab secara manajerial ke pemda melalui Sekda, namun secara fungsi kesehatan ke Dinas Kesehatan. Ada 3 implikasi buruk kalau kembali menjadi UPT Dinas Kesehatan, yaitu: (1) Fungsi pemisahan Regulator (di Dinas Kesehatan) dan Operator (di RSD) menjadi gagal; (2)Dinas Kesehatan akan repot mengurusi manajemen rumahsakit yang mikro; dan ( 3) Kegiatan preventif dan promotif yang menjadi misi utama Dinas Kesehatan dapat terdesak. Perdebatan ini kemungkinan mengarah ke bentuk RS sebagai "UPT Khusus" yang harus mengacu ke UU RS, kecuali kalau logika hukum diabaikan.

  Hubungan antara Perhimpunan Profesi dengan stakeholder kesehatan.

Hubungan antar lembaga yang perlu disoroti lainnya adalah antara Perhimpunan Profesi, khususnya IDI (dan berbagai perhimpun di dalamnya) dengan berbagai stakeholders seperti Kemenkes, perguruan tinggi kedokteran. Hubungan ini terlihat dalam suasana tidak harmonis dengan perbedaan pendapat yang sampai ke pengajuan Yudisial Review di MK dalam kasus DLP. Terjadi perbedaan pendapat antar dokter yang sampai di akar rumput para dokter dan menjadi isu hangat dalam Muktamar IDI di Medan di penghujung tahun 2015. Dalam hal ini perlu perenungan lebih lanjut: sebenarnya apa peran Perhimpunan Profesi dalam Sistem Kesehatan dan bagaimana hubungannya dengan stakeholders. Apakah IDI merupakan Union atau merupakan lembaga yang mengelola Pendidikan Dokter dan Dokter Spesialis/Sub-spesialis, atau dua-duanya. Apakah perlu IDI terus menggunakan pendekatan hukum untuk menyelesaikan perbedaan dengan stakeholder sistem kesehatan lainnya?

  Hubungan lembaga-lembaga pendidikan Kedokteran dengan sistem kesehatan

Reformasi Pendidikan Kedokteran yang dimulai dengan UU Pendidikan Kedokteran di tahun 2013 belum berjalan dengan maksimal.Sudah ada syarat berat untuk mendirikan pendidikan kedokteran. Akan tetapi belum ada perbaikan signifikan mengenai pendidikan spesialis dan sub-spesialis, serta bagaimana peran pendidikan kedokteran untuk meningkatkan mutu dan jumlah lulusan dokter, DLP, spesialis dan sub-spesialis.Program Internship masih belum maksimal pelaksanaannya oleh Komite Internship Dokter Indonesia. Kemenkes telah mendukung dengan dana yang cukup besar. Sementara itu pengembangan RS Pendidikan dan dosen-dosen pendidik klinis berjalan lambat.

Perenungan secara keseluruhan

Dalam konteks Indonesia yang mempunyai banyak lembaga swasta dan RS, perlu ada pemahaman mengenai Kepemimpinan di Sistem Kesehatan. Lembaga yang menjadi pemimpin dalam konteks kebijakan kesehatan di sistem kesehatan adalah Kementerian Kesehatan dan Dinas Kesehatan. Lembaga-lembaga lain perlu mengikuti kebijakan yang ditetapkan. Masalah yang terjadi adalah:

  • Kebijakan yang disusun belum lengkap atau belum baik sehingga menyulitkan berbagai pihak;
  • Komunikasi antar tokoh pemimpin berbagai lembaga belum berjalan dengan baik, misal antara pemimpin di Kemenkes dengan pemimpin di BPJS, antara pemimpin di organisasi profesi dengan pemimpin di berbagai lembaga kesehatan lain;
  • Situasi politik di Indonesia yang belum stabil memberikan pengaruh terhadap hubungan kelembagaan, termasuk hubungan antar lembaga pemerintah, dan hubungan perorangan antar pemimpin lembaga.

Topik Refleksi 3: Bagaimana prinsip Reformasi dilakukan?

Indonesia saat ini sedang melakukan reformasi sektor kesehatan yang dipicu oleh perubahan besar dalam kebijakan pembiayaan kesehatan. Tujuan perubahan besar ini sangat mulia, untuk menjamin hak dasar dalam hidup manusia yaitu pelayanan kesehatan. Kebijakan-kebijakan yang seharusnya dikelola secara bersamaan dan terkoordinir seperti apa yang ada di teori reformasidari sekelompok dosen Harvard University, ternyata belum dilakukan. Untuk itu perlu dicatat kembali teori reformasi yang berupa suatu kerangka kerja mengenaiberbagai kebijakan dalam sistem kesehatan yang bertujuan memberikan pandangan perlunya penetapan berbagai kebijakan kesehatan secara terkoordinir olehpelaku reformasi sistem kesehatan di aspekpembayaran, pembiayaan, organisasi, regulasi, dan perilaku. Penetapan berbagai kebijakan kesehatan ini sebaiknya ditata bersama untuk dapat mempengaruhi kinerja system kesehatan.

Apa yang terjadi di berbagai kebijakan kesehatan tahun 2015 belum menunjukkan reformasi kesehatan secara menyeluruh.Kebijakan yang sangat menonjol adalah kebijakan pembiayaan. Terjadi peningkatan yang signifikan dalam pembiayaan kesehatan.Banyak pihak sudah mendapatkan manfaatnya. Akan tetapi peningkatan pembiayaan ini belum dirancang dan ditata dengan berbagai kebijakan kesehatan lainnya. Akibatnya ada kekawatiran tentang kelangsungan kebijakan pembiayaan JKN saat ini, serta pengaruhnya pada pemerataan pelayanan kesehatan. Terlihat bahwa prinsip reformasi belum dijalankan dengan baik.

Akibat akhir dari belum terkoordinirnya berbagai kebijakan kesehatan adalah kesulitan dalam mencapai tujuan penataan berupa penjaminan masyarakat secara adil dan merata, peningkatan kepuasan pengguna dan kenaikan status kesehatan masyarakat.

Kesimpulan

  1. Kebijakan-kebijakan kesehatan di tahun 2015 belum tertata dengan baik, terutama interaksi antar berbagai kebijakan. Kebijakan pembiayaan kesehatan mendominasi sistem kesehatan, namun belum tertata baik dan belum didukung oleh kebijakan kesehatan lainnya;
  2. Berdasarkan refleksi di tahun 2015, apa yang terjadi dalam kebijakan kesehatan belum dapat meyakinkan tercapainya tujuan pemerataan pelayanan kesehatan yang bermutu untuk seluruh warga Indonesia.

Harapan

  1. Refleksi ini dapat dipakai untuk memperbaiki isi kebijakan dan hubungan antara kebijakan yang ada, dan menyusun kebijakan kesehatan di masa depan di Indonesia.
  2. Refleksi ini dapat meningkatkan kepemimpinan dalam penyusunan, penetapan, dan pelaksanaan kebijakan kesehatan di sistem kesehatan nasional dan daerah.

Catatan Akhir

Refleksi Kebijakan Kesehatan Indonesia Tahun 2015 ini akan diikuti oleh serangkaian pertemuan ilmiah untuk membahas Outlook Kebijakan Kesehatan Indonesia tahun 2016 di bulan Januari 2016. Rangkaian kegiatan Outlook 2016 akan membahas detil kemungkinan kebijakan di tahun 2016 di berbagai hal dalam sistem kesehatan.

Silahkan simak Agenda Diskusi Refleksi tahun 2015 dan Outlook Kebijakan dan Manajemen Kesehatan 2016 pada link berikut

selengkapnya

 

 

 

{jcomments on} 

 

Reportase Kursus Pembiayaan Kesehatan Minggu Ketiga

Menindaklanjuti pembahasan pada kursus minggu pertama dan minggu kedua pada Dinamika Pembiayaan Kesehatan dan Persiapan Kenaikan Anggaran Kesehatan pada tahun 2016, pada 12 Desember 2015 telah dilangsungkan pembahasan materi minggu ketiga dengan fokus pada Penerapan Sistem Kontrak di masa mendatang. Bertempat di Laboratorium Leadership Fakultas Kedokteran UGM Yogyakarta, pembicara pada kursus kali ini adalah Dr. dr. Dwi Handono, M.Kes.

Dalam persiapan kenaikan anggaran di tahun 2016, di masing – masing daerah perlu untuk mempertimbangkan adanya potensi pihak ketiga untuk memaksimalkan program daerah melalui sistem contracting out. Sistem ini berbeda dengan sistem outsourcing yang selama ini lebih dikenal, dimana contracting out memiliki lingkup pemerintah dan lebih mengarah pada kebijakan strategis, bukan bisnis semata.

Dalam diskusi 2 jam ini terbagi dalam 3 sesi yaitu sesi pendahuluan yang menekankan pada pengenalan sistem kontrak itu sendiri, sesi teori dan aplikasi sistem kontrak termasuk melihat pada studi kasus sistem kontrak di Propinsi NTT. Di sesi terakhir membahas mengenai evolusi pihak ketiga dan peluang kontrak dalam fungsi manajemen.

Moderator sesii ini ialah M. Faozi Kurniawan, SE, Akt, MPH. Dalam diskusi ini banyak sekali pertanyaan yang dilontarkan oleh peserta di dalam studio siaran maupun interaktif melalui sarana webinar. Salah satu pertanyaan menarik adalah mengenai peningkatan kerja Puskesmas jika menggunakan sistem kontrak ini. Tentunya, dengan mengoptimalkan advokasi pada anggaran daerah dan dukungan regulasi di tingkat pusat dan daerah, maka akan tercipta indikator – indikator yang bisa mendukung peningkatan kinerja UKM di daerah.

Diskusi terus belanjut mengenai peningkatan kualitas dan pengendalian mutu pelayanan serta strategi yang bisa digunakan untuk memprioritaskan preventif dan promotif tanpa mengesampingkan kuratif dan rehabilitatif. Kursus yang menarik ini ditutup dengan sebuah pertanyaan penting bagi seluruh peserta yang hadir, mampukah mempersiapkan kita diri menjadi pihak ketiga terutama bagi IAKMI di daerah?. (AY)

{jcomments on}

Kursus Pembiayaan Kesehatan Minggu Kedua

Kursus pembiayaan kesehatan minggu kedua sudah dilaksanakan pada Sabtu (5/12/2015) di Laboratorium Leadership dan Kepemimpinan, Gedung IKM, Fakultas Kedokteran UGM. kursus ini merupakan kerja sama antara Pusat Kebijakan dan Manajemen Kesehatan (PKMK) FK UGM dan Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia (IAKMI). Fakta menunjukkan bahwa dalam penyaluran APBN dan APBD dalam sektor kesehatan masih kurang dan belum terdistribusi dengan baik. Situasi ini dapat menimbulkan penyaluran yang tidak merata. Dalam pertemuan ini, membahas mengenai kebijakan APBN dan APBD untuk sektor kesehatan. Apa saja tantangan dan hambatan dalam penyaluran APBN dan APBD dan bagaimana alur distribusinya?

Dalam pertemuan ini, Dr. dr. Dwi Handono selaku moderator dan Moh. Faozi Kurniawan, SE, Akt., MPH selaku pembicara memaparkan mengenai Mekanisme Penetapan dan enyaluran APBN (Perbandingan antara APBN tahun 2015 dan APBN 2016). Pembicara juga membahas kebijakan APBN di sektor kesehatan dan juga kebijakan APBD sektor kesehatan anggaran. Muncul banyak pertanyaan mengenai bagaimana strategi pemerintah pusat dan apa kontribusi kami dari FK UGM dalam mengatasi penyaluran yang tidak merata dan masih adanya beberapa program kesehatan masyarakat mendapat alokasi yang kecil?.

Menanggapi pernyataan tersebut, FK UGM dan IAKMI bahwa menegaskan dengan kenaikan anggaran ini menimbulkan peluang, dimana peluang ini belum ada kebijakan-kebijakan yang mendukung. Saat ini, FK UGM dan IAKMI sedang membuat kebijakan dan siap melakukan advokasi di level pusat yang dimana jelas membutuhkan provider dan membutuhkan sistem kontrak.

Menindaklanjuti diskusi diatas, dalam pertemuan mendatang akan dibahas mengenai Sistem Kontrak. 

 

 

test table

Sabtu, 28 November 2015
Pembukaan Pertemuan – Teori Dasar Fungsi Pembiayaan Kesehatan

Pembicara : Prof. dr. Laksono Trisnantoro, M.Sc, Ph.D
Materi : Revenue Collection, Pooling, Purchasing

  Materi 1A. Pengantar Kursus

Materi 1A   Video 1A   diskusi

  Materi 1B. Mekanisme Pembelajaran

Materi 1B   video 1B   diskusi

  Materi 1C. Kebijakan Strategis untuk mencapai UHC

materi 1C   video 1c   diskusi


Referensi: A Practitioner's Guide Health Financing Revisited

Sabtu, 5 Desember 2015
Mekanisme penetapan dan Penyaluran APBN (Perbandingan antara APBN tahun 2015 dan APBN 2016)

Pembicara : M. Faozi Kurniawan, SE, Akt., MPH
Materi : Proses Penetapan APBD 

Sabtu, 12 Desember 2015 : Sistem Kontrak

Pembicara : Dr. dr. Dwi Handono
Materi :

  • Mengapa dibutuhkan system kontrak?
  • Teori Sistem Kontrak
  • Kasus – Kasus yang terjadi saat ini

Sabtu, 19 Desember 2015 : Penutupan Modul 1

Pembicara : PKMK FK UGM
Materi : Outlook Pembiayaan Kesehatan untuk tahun 2016

Seminar Nasional "Pengembangan Kesehatan Pesisir dan Kepulauan Sebagai Solusi Penguatan Kemaritiman Bangsa"

Seminar Nasional

"Pengembangan Kesehatan Pesisir dan Kepulauan
Sebagai Solusi Penguatan Kemaritiman Bangsa

7 November 2015
Auditorium Prof. Amiruddin, Universitas Hasanuddin, Makassar

  LATAR BELAKANG

Wilayah laut Indonesia mengambil dua pertiga wilayah Nusantara. Tidak heran jika sejak masa lampau, Nusantara diwarnai dengan berbagai pergumulan kehidupan di laut. Dalam catatan sejarah terekam bukti-bukti bahwa nenek moyang bangsa Indonesia menguasai lautan Nusantara, bahkan mampu mengarungi samudra luas hingga ke pesisir Madagaskar, Afrika Selatan.

Penguasaan lautan oleh nenek moyang kita, baik di masa kejayaan Kerajaan Sriwijaya maupun kerajaan-kerajaan Bugis-Makassar, lebih merupakan penguasaan de facto daripada penguasaan atas suatu konsepsi kewilayahan dan hukum. Namun, sejarah telah menunjukkan bahwa bangsa Indonesia yang mencintai laut sejak dahulu merupakan masyarakat bahari. Akan tetapi, kemudian oleh kolonial, bangsa Indonesia didesak ke pedalaman, yang mengakibatkan menurunnya jiwa bahari.

Tekad kembali ke laut ditekankan pemerintah bersamaan dengan pencanangan Tahun Bahari pada tahun 1996. "Bangsa Indonesia yang di masa lalu mencatat sejarah sebagai bangsa bahari dalam perjalanannya telah kehilangan keterampilan bahari sehingga luntur pula jiwa maritimnya," ungkap Presiden Soeharto ketika itu.

Pada tahun 1996, yang dicanangkan pemerintah sebagai Tahun Bahari, konsep negara kepulauan (Archipelagic State) mulai diubah menjadi konsep benua maritim. Bangun wilayah perairan Nusantara yang menyerupai benua membuat Indonesia layak disebut sebagai benua maritim. Pada Konvensi Nasional Pembangunan Benua Maritim Indonesia (BMI), yang diadakan di Makassar, Sulawesi Selatan, tahun 1996, pemerintah mengajak bangsa Indonesia kembali ke laut. "Bangsa Indonesia yang di masa lalu mencatat sejarah sebagai bangsa bahari, dalam perjalanannya telah kehilangan keterampilan bahari sehingga luntur pula jiwa maritimnya." Demikian Presiden Seoharto dalam sambutannya yang disampaikan Menteri Negara Riset dan Teknologi BJ Habibie.

Benua Maritim Indonesia (BMI) pada konvensi itu didefinisikan sebagai satu kesatuan alamiah antara darat, laut, dan dirgantara di atasnya, tertata secara unik yang menampilkan ciri-ciri benua dengan karakteristik yang khas dari sudut pandang iklim dan cuaca (klimatologi dan meteorologi), keadaan airnya (oseanografi), tatanan kerak bumi (geologi), keragaman biota (biologi), serta tatanan sosial budayanya (antropologi), yang menjadi wilayah yurisdiksi Negara Kesatuan Republik Indonesia. Keseluruhan aspek itu secara langsung maupun tidak, akan menggugah emosi, perilaku, dan sikap mental dalam menentukan orientasi dan pemanfaatan unsur-unsur maritim di semua aspek kehidupan.

Salah satu agenda dalam Nawa Cita Presiden Ir. Joko Widodo dan Wakil Presiden Drs. Jusuf Kalla adalah membangun Indonesia dari pinggiran dengan memperkuat daerah daerah dan desa dalam kerangka negara kesatuan.

Dalam agenda ini akan dilaksanakan berbagai program antara lain pemerataan pembangunan antar wilayah terutama desa, kawasan timur Indonesia dan kawasan perbatasan. Agenda pembangunan daerah pinggiran ini perlu mendapat apresiasi, karena pembangunan nasional selama ini terkesan lebih menguntungkan daerah perkotaan dan terpusat di pulau Jawa.

Ketimpangan yang terjadi antara wilayah menunjukkan bahwa pembangunan selama ini belum sepenuhnya mencapai sasaran yang diharapkan. Perbedaan hasil pembangunan ini diakibatkan oleh beberapa hal, antara lain: perbedaan sumberdaya yang dimiliki daerah yang satu dengan yang lain, perbedaan kemampuan sumberdaya manusianya, tingkat penguasaan tehnologi yang berbeda, kebijakan pemerintah terlalu mengutamakan pembangunan di Pulau Jawa (Wilayah Barat) dan lain-lain. Pertanyaan yang perlu mendapat jawaban adalah bagaimana mewujudkan agar pembangunan tersebut dapat lebih berpihak pada masyarakat di daerah pinggiran.

Di usia negara Republik Indonesia yang ke 70 ini, sudah saatnya pembangunan dimluai dari Desa khususnya di daerah pinggiran dan pesisir termasuk di dalamnya wilayah pulau-pulau kecil. Sebagaimana yang disampaikan oleh Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi bahwa:

"...Untuk melihat Indonesia sesungguhnya, maka lihatlah desa, dari pinggiran. Sebab kondisi riil masyarakat Indonesia adanya di desa, Sehingga apa pun program yang kita kerjakan jangan sampai mengabaikan kepentingan masyarakat desa..."

Betapa tidak, dari 77.126 Desa yang ada di Indonesia, 40,61% merupakan daerah tertinggal dan 84,43% daerah tersebut berada di wilayah Kawasan Timur Indonesia (Kementrian PDT, 2011).

Seiring dengan perubahan masyarakat dan kompetisi di tingkat global telah membawa FKM Unhas berada di tengah-tengah pusaran perubahan tidak hanya di tingkat lokal dan nasional, tetapi juga internasional. Bagaimana peran dan kontribusi FKM Unhas dalam setiap perubahan akan sangat ditentukan oleh arti penting dari setiap aktivitas yang dilakukan institusi ini kepada masyarakat luas.Sebagai perwujudan Tri darma Perguruan Tinggi, Universitas Hasanuddin, khususnya Fakultas Kesehatan Masyarakat dalam rangkaian Dies Natalisnya yang ke 33 bermaksud untuk menggali dan menemukan solusi-solusi dari persoalan yang dihadapi oleh masyarakat pesisir & pulau-pulau kecil terutama yang terkait dengan pembangunan bidang kesehatan masyarakat melalui sebuah Seminar Nasional bidang Kesehatan dengan Tema: "Pembangunan berwawasan Kesehatan Masyarakat bagi wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil"

  TUJUAN

Kegiatan ini bertujuan untuk menggali dan mencari solusi terhadap permasalahan-permasalahan kesehatan bagi masyarakat di wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil

Hasil yang diharapkan :

  1. Tersedianya data dan informasi berbasis fakta (evidence based) terkait kondisi kesehatan masyarakat dan factor determinannya dari berbagai stake holder.
  2. Menemukan solusi atas setiap permasalahan kesehatan dari berbagai sudut pandang lintas sektoral yang terkait sebagai upaya penyelasaian yang komprehensif.
  3. Mewujudkan pembangnunan berwawasan kesehatan yang dimulai dari daerah desa dan pinggiran sebagai solusi kekutan bangsa.

PELAKSANAAN KEGIATAN

Kegiatan ini berupa seminar sehari yang rencananya akan menghadirkan Narasumber dan pembicara dari tingkat Nasional maupun lokal dari berbagai sektor pemerintah dan akademisi untuk membahas isu-isu seputar pembangunan kesehatan masyarakat di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil.

  NARASUMBER

  1. Menteri Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia.
  2. Menteri Kesehatan Republik Indonesia.
  3. Prof. Umar Fahmi Ahmadi, MPH., Ph.D.
  4. Prof. Djamaluddin Djompa, M.Sc., Ph.D. (Dekan Fak Ilmu Kelautan dan Perikanan Unhas)

  WAKTU & TEMPAT

Kegiatan ini akan dilaksanakan pada tanggal 7 November 2015 bertempat di Auditorium Prof. Amiruddin, Universitas Hasanuddin, Makassar. Adapun jadwal waktu dan rincian kegiatan akan disusun secara tersendiri

PESERTA

Kegiatan ini berskala Nasional. Oleh karena itu kegiatan tersebut akan melibatkan mahasiswa, alumni, Perguruan Tinggi Kesehatan dan instansi pemerintah terkait khususnya di wilayah Kawasan Timur Indonesia.

  KONTAK PERSON

Ibu Syamsiah Hp. 081241742022, 0411 585658

 

 

  • angka jitu
  • togel 4d
  • agen togel
  • slot 4d
  • bandar toto 4d
  • togel 4d
  • togel online
  • rajabandot
  • slot gacor
  • toto macau
  • toto macau
  • toto macau
  • toto macau
  • situs toto
  • situs slot
  • rtp live slot
  • toto slot
  • bandar slot
  • toto macau
  • bandar togel online
  • togel online
  • togel sdy
  • togel online
  • toto macau
  • hongkong lotto
  • hongkong lotto
  • situs slot
  • slot gacor
  • bandar slot 4d
  • bandar slot
  • bandar slot gacor
  • bandar slot gacor
  • slot dana
  • toto macau
  • bandar togel 4d
  • wengtoto
  • toto hk
  • slot dana
  • hk lotto
  • toto sdy
  • slot gacor
  • slot 5000
  • toto slot
  • toto togel 4D
  • toto macau
  • slot thailand
  • slot gacor
  • togel sidney
  • live draw sgp
  • Bandar Slot
  • bandar slot gacor
  • togel macau
  • toto slot
  • slot qris
  • slot toto 4d
  • Toto Togel 4D
  • sdy lotto
  • bola gacor
  • slot 5000
  • toto hongkong
  • toto slot
  • slot 5000
  • slot 5000
  • toto togel
  • slot 5000
  • slot 5000
  • slot 5000
  • situs toto
  • toto macau
  • BATASRAJABANDOT
  • slot 777
  • slot gacor
  • slot gacor
  • Bandar Slot
  • Situs Slot
  • Bandar Slot
  • Slot Gacor
  • situs slot
  • situs slot
  • Bandar Situs Slot Gacor
  • Situs Slot Gacor
  • Slot Demo
  • slot online
  • bokep
  • toto slot
  • Slot Demo
  • situs togel
  • bola slot
  • slot gacor
  • hitam slot
  • permainan slot
  • dewa slot
  • agent slot
  • slot toto
  • slot gacor
  • slot gacor
  • toto slot
  • akun demo slot
  • toto slot
  • slot gacor
  • slot gacor
  • https://heylink.me/iblbettotoslot
  • toto slot
  • slot88
  • situs toto
  • slot 5000