Modul 3.A. Berbagai cara penyampaian hasil riset kebijakan

Modul 3.A. Berbagai cara penyampaian hasil riset kebijakan. 26 - 28 Desember 2012

Untuk dapat mengkomunikasikan hasil-hasil riset kebijakan, terdapat empat hal dasar yang perlu diingat:

  1. Mendefinisikan isu : pengidentifikasian isu kebijakan secara efektif

    Salah satu tugas pertama peneliti adalah memastikan bahwa isu-isu yang terkait dengan kebijakan yang menjadi dasar penelitian telah didefinisikan dan diartikulasikan dengan jelas. Untuk meningkatkan relevansi isu, faktor eksternal dapat dilibatkan di dalam proses ini. Semakin jelas isu didefinisikan, semakin mudah pengidentifikasian potensi kemanfaatan dari hasil riset dan semakin mudah untuk membangun hubungan komunikasi dengan pihak-pihak yang berkepentingan. Jadi, sangat penting untuk mengidentifikasi pertanyaan kebijakan sejak awal riset.

  2. Transfer pengetahuan: dialog dua arah

    Untuk melakukan transfer pengetahuan dengan lebih baik dibutuhkan sebuah cara yang melebihi model diseminasi satu arah di mana peneliti menyajikan hasilnya. Peneliti seharusnya secara aktif mengembangkan dialog dengan para penerima manfaat riset (misalnya pembuat kebijakan dan masyarakat luas). Relevansi dan dampak dari pengetahuan dapat di transformasikan melalui keterlibatan. Istilah "Keterlibatan" menjadi pilihan kata untuk menunjukkan komunikasi aktif dua arah.

  3. Kerja sama tim: menciptakan tim komunikasi dan diseminasi yang benar

    Tim diseminasi seharusnya melibatkan paling tidak satu anggota, yang bekerja sama dengan koordinator, yang bertanggung jawab membuat materi diseminasi yang terkait dengan kebijakan. Karena pentingnya tugas pengkomunikasian kebijakan ini, maka kemampuan menulis yang sangat baik diperlukan.

  4. Mengidentifikasi audien: kelompok target yang relevan

    Untuk siapa riset ini penting? Pertanyaan tersebut harus ditanyakan berulang-ulang selama penelitian untuk mendapatkan jawaban yang mengungkapkan dengan siapa persisnya peneliti harus berkomunikasi. Hal ini sederhana, namun merupakan cara yang efektif untuk mengidentifikasi audien.

Setelah memahami keempat hal dasar tersebut, barulah kita memilih saluran apa yang akan digunakan untuk mengkomunikasikan hasil riset kita kepada audien yang dituju.


Modul 3.A.1 Policy Brief

  Deskripsi

Sebagaimana implikasi istilah policy brief, bentuk publikasi ini secara spesifik ditujukan untuk memberikan orientasi untuk mereka yang menghadapi masalah yang terkait dengan kebijakan baik dalam tataran praktis maupun teoritis.Dari seluruh publikasi sebuah penelitian riset, policy brief adalah yang paling mungkin untuk dibaca pertama kali dalam siklus/proses pembuatan kebijakan. Jika kita berhasil menangkap kepentingan pengambil keputusan melalui dokumen ini, maka besar kemungkinan temuan kita akan masuk di dalam perdebatan pembuatan kebijakan. Sebaliknya jika sebuah penelitian gagal menghasilkan policy brief yang meyakinkan, kapasitas temuan untuk mendukung proses pembuatan kebijakan akan jauh berkurang. Policy brief hanya dapat sebagus penelitian yang mendasarinya. Namun demikian, keberhasilannya juga bergantung pada seberapa baik hasilnya dipresentasikan. 

  Tujuan Pembelajaran

Memahami prinsip-prinsip dasar penyusunan policy brief untuk mengkomunikasikan hasil penelitian kepada pembuat kebijakan.

 

  Isi Modul

Policy brief secara sederhana adalah alat untuk menjelaskan secara singkat arti penting hasil penelitian. Policy brief untuk penelitian yang sedang berlangsung atau yang sudah selesai akan sama saja bentuk dan gayanya. Karena ditujukan untuk audien yang awam, penulisannya harus singkat dan dapat dimengerti, harus cenderung ke "profesional" dari pada "teknis". Informasi harus terorganisasai secara logis dan bebas dari jargon. Kalimat-kalimat yang panjang (lebih dari 30 kata) dan kalimat majemuk bertingkat sebaiknya digunakan hanya seperlunya; penggunaan catatan kaki harus dihindari. Akronim harus digunakan dengan bijaksana dan dijelaskan di awal penggunaannya.

Lima bagian policy brief

  1. Pendahuluan
    Deskripsikan secara ringkas masalah kebijakan yang relevan dan kaitkan bukti dengan apa yang harus dilakukan untuk menanganinya (maksimal 1 halaman).
  2. Bukti dan Analisis
    Hasil temuan yang paling relevan dengan kebijakan dengan orientasi kontekstual dasar (berkisar antara 3 sampai 4 halaman).
  3. Implikasi kebijakan
    Nyatakan implikasi kebijakan dari temuan dan, bila sesuai, tawarkan rekomendasi (1 sampai 2 halaman)
  4. Parameter riset
    Jelaskan tujuan dan metodologi penelitian (1 halaman).
  5. Identitas penelitian
    Sediakan rincian mengenai siapa pelaksana riset, pendanaan, kerangka waktu, dll. (1 halaman).

Kekuatan halaman satu

Halaman satu dari policy brief menyajikan penelitian kebijakan dalam bentuk yang ringkas dan padat. Isinya mengidentifikasi tema penelitian, menguraikan masalah utama kebijakan yang dirancang/dianalisis, memperkenalkan temuan kunci dan mengadvokasi serangkaian tindakan.

Penulisan judul

Ingat: Singkat dan pilihan kata yang cerdas adalah kunci dari judul yang baik. Judul yang panjang yang secara lengkap menjelaskan topik namun membosankan akan membuat pembaca bingung dan tidak akan menguntungkan siapapun. Sama buruknya, judul yang terlalu pendek akan gagal mengidentifikasi topik atau arah penelitian secara akurat. Penulisan judul membutuhkan imajinasi dan kemampuan.

Pendahuluan

Mulailah dengan sebuah paragraf yang menjelaskan tantangan kebijakan yang spesifik di mana penelitian yang dilakukan dibuat untuk menjawab tantangan tersebut.Bagian ini harus secara ringkas menyatakan tujuan utama dari penelitian.

Setelah mengidentifikasi tujuan utama penelitian, langkah berikutnya adalah membandingkannya dengan status quo. Beberapa observasi kunci dari penelitian akan berperan di sini. Tergantung pada penemuan penelitian, penilaian yang sangat singkat tersebut mungkin akan mengakui progres yang sedang berlangsung, namun lebih kepada identifikasi kekurangan, kesulitan, dan risiko.

Pendahuluan harus memiliki simpulan dengan sebuah paragraf yang menjelaskan implikasi utama dari temuan riset. Jika sesuai, pendahuluan harus diakhiri dengan sebuah daya tarik untuk melakukan serangkaian tindakan, memberi alasan untuk rekomendasi dan potensi keuntungannya.

Bukti dan analisis

Ini adalah inti dari ringkasan keabijakan. Bagian bukti dan analisis memuat informasi mengenai kebijakan yang paling penting yang telah dihasilkan oleh penelitian: data empiris dan analisis – dengan kata lain pengetahuan baru.

Pada umumnya para pembuat kebijakan menyukai riset yang:

  1. Menyediakan data empiris yang solid dan terkini
  2. Mengidentifikasi tren
  3. Mengantisipasi tantangan potensial
  4. Mengembangkan alat untuk pengukuran
  5. Mengevaluasi efektivitas kebijakan

Usahakan untuk menciptakan komposisi yang koheren tetapi jangan ragu untuk memasukkan observasi yang "berdiri sendiri" jika relevansinya kuat.

Implikasi kebijakan dan rekomendasi

Semua usulan yang ditawarkan memperoleh otoritasnya dari keunggulan penelitian dan kejujuran dari peneliti yang menghasilkannya. Untuk para peneliti yang membuat rekomendasi, ini adalah sebuah kesempatan untuk "membuat perbedaan" dan secara langsung mempengaruhi proses pembuatan kebijakan.Penelitian yang menghasilkan rekomendasi kebijakan harus memperhatikan kenyataan bahwa kegunaan dari saran sangat bergantung pada seberapa spesifik saran tersebut.

Pengorganisasian – pengelompokan implikasi

Tergantung pada penelitian risetnya, implikasi kebijakan mungkin dapat disusun secara tematis, geografis, atau secara institusional.

Menyatakan relevansi kebijakan

Policy brief sering kali menawarkan saran yang diwujudkan dalam bentuk rekomendasi. Pada penelitian yang sedang/masih berlangsung, temuan akan bersifat sementara dan rekomendasi yang diberikan dengan syarat kondisional.

Bila sesuai, peneliti dapat menggunakan policy brief final sebagai sebuah kesempatan untuk mengartikulasikan rekomendasi berdasarkan temuan. Jelas bahwa rekomendasi ini tidak mengikat, namun rekomendasi dapat menyediakan orientasi yang berharga untuk para pembuat kebijakan.

 

  Bahan belajar

SUPPORT Tools for evidence-informed health Policymaking (STP)1: What is evidence-informed policymaking? 
Andrew D Oxman, John N Lavis, Simon Lewinand Atle Fretheim. Health Research Policy and Systems 2009, 7(Suppl 1):S1

Dapat diakses di: http://www.health-policy-systems.com/content/7/S1/S1

Increasing the use of evidence in health policy: practice and views ofpolicy makers and researchers
Danielle M Campbell, Sally Redman, Louisa Jorm, Margaret Cooke,Anthony B Zwi and Lucie Rychetnik. Australia and New Zealand Health Policy 2009, 6:21

Dapat diakses di: http://www.anzhealthpolicy.com/content/6/1/21

SUPPORT Tools for evidence-informed health Policymaking (STP)13: Preparing and using policy briefs to support evidence-informedpolicymaking
John N Lavis, Govin Permanand, Andrew D Oxman, Simon Lewin andAtle Fretheim. Health Research Policy and Systems 2009, 7(Suppl 1):S13

Dapat diakses di: http://www.health-policy-systems.com/content/7/S1/S13

Exploring evidence-policy linkages in health research plans: A casestudy from six countries
Shamsuzzoha B Syed, Adnan A Hyder, Gerald Bloom,Sandhya Sundaram, Abbas Bhuiya, Zhang Zhenzhong, Barun Kanjilal,Oladimeji Oladepo, George Pariyo, David H Peters and Future Health Systems: Innovation for Equity. Health Research Policy and Systems 2008, 6:4

Dapat diakses di: http://www.health-policy-systems.com/content/6/1/4

 

Contoh Health Policy Brief 

 

Modul 3. Mengkomunikasikan hasil-hasil riset kebijakan kepada pengambil keputusan

Modul 3. Mengkomunikasikan hasil-hasil riset kebijakan kepada pengambil keputusan

Pemanfaatan hasil riset kebijakan kesehatan merupakan salah satu isu yang berkembang dibicarakan di antara para analis kebijakan. Beberapa penelitian kebijakan dapat memberikan manfaat berupa temuan yang disitasi oleh peneliti atau penelitian lain. Namun beberapa peneliti lainnya bergerak lebih jauh dengan mencoba memasuki ranah proses pembuatan kebijakan. Menurut mereka, suatu kebijakan atau proses pembuatan kebijakan seyogyanya merupakan hasil atau setidaknya mendapat masukan dari hasil-hasil riset kebijakan. Dalam konteks inilah upaya mengkomunikasikan hasil-hasil riset kebijakan kepada pengambil keputusan menjadi relevan.

Modul 3 akan membahas beberapa saluran yang dapat digunakan dan ketrampilan yang dibutuhkan untuk mengkomunikasikan hasil-hasil riset kebijakan kepada pengambil keputusan atau pemangku kepentingan (stakeholders) lain. Tanpa mengecilkan arti saluran lain yang ada dan ketrampilan lain yang dibutuhkan, modul 3 secara khusus akan membahas mengenai:

3.A Berbagai cara menyampaikan hasil riset kebijakan

3.A.1 Policy Brief (26 – 28 Desember 2012)
3.A.2 Policy Paper (29 Desember - 2 Januari 2012)
3.A.3 Policy Memorandum (3 - 5 Januari 2012)

3.B Ketrampilan Interpersonal untuk menyampaikan hasil (6 – 8 Januari 2012)

3.C Mengembangkan individu peneliti dan lembaga yang mempengaruhi kebijakan

Khusus untuk Modul 3.C : akan dibahas pada Tatap Muka Angkatan III

Modul 2.C.5. Action Research

<< Back

 

Modul 2.C.5. Action Research

  Tujuan Pembelajaran

• Memahami prinsip strategi action research
• Memahami prinsip menjaga kualitas dalam strategi action research

 

  Isi Modul

Action research secara historis berawal dari penelitian-penelitian pengembangan organisasi dan komunitas. Strategi ini kini juga banyak diterapkan dalam penelitian-penelitian yang terkait upaya peningkatan mutu pelayanan dan penelitian-penelitian kebijakan dan sistim kesehatan. Namun belum banyak jasil penelitian-penelitian dengan strategi Action research dalam konteks kebijakan dan sistim kesehatan yang terpublikasi di jurnal.

Pada prinsipnya, strategi action research bertujuan untuk menghasilkan pengetahuan tentang suatus sistim sosial sambil, pada saat yang bersamaan, mencoba merubahnya (Meyer, 2001). Kadang—kadang peneliti sendiri adalah pelaku praktik yang diteliti. Kadang-kadang ada peneliti eskternal yang memfasilitasi refleksi partisipan terhadap praktik dan pengalaman mereka, dan sekaligus bertidank sebagai fasilitator pelaksanaan intervensi yang diteliti. Penelitian yang menggunakan strategi action research dituntut fleksibel dan responsif terhadap kebutuhan partisipan yang berubah seiring dengan umpan balik temuan-temuan yang direfleksikan dan ditindaklanjuti. Action research sering menggunakan berbagai metode, namun pada umumnya kualitatif dan sering dilaporkan dalam bentuk studi kasus.

Mengingat peran aktif peneliti dalam proses dan karakteristik action research, setidaknya ada tiga upaya yang perlu dilakukan peneliti untuk meminimalkan bias (Meyet, 2001):

• Triangulasi berbagai sumber data dan kontekstualisasi yang kaya
• Refleksi peneliti
• Umpan balik partisipan terhadap temuan (member checking)

 

  Bahan Belajar

Khresheh R & Barclay L (2008) Implementation of a new birth record in three hospitals in Jordan:
a study of health system improvement. Health Policy Plan 23 (1): 76-82.

Referensi Modul 2C-5

 

 

Modul 2.C. Strategi penelitian dalam HPSR

 

Modul 2.C. Strategi penelitian dalam HPSR

  Deskripsi

Implementasi HPSR yang baik sangat tergantung pada pemahaman akan strategi penelitian yang mana yang sesuai bagi pertanyaan yang akan dikaji. Strategi bukan semata disain ataupun metode, namun mewakili keseluruhan pendekatan penelitian yang mempertimbangkan metode pengumpulan data dan sampling yang paling tepat bagi tujuan dan pertanyaan penelitian. Modul 2C tersusun atas berbagai strategi penelitian yang diharapkan dapat menstimulasi penelitian-penelitian baru yang tidak hanya mengandalkan analisis potong lintang deskriptif yang hingga kini masih mendominasi sebagain besar publikasi dalam HPSR. Strategi-strategi penelitian yang dipaparkan dalam modul 2C terpilih untuk mendemonstrasikan spektrum strategi penelitian dalam HPSR, meliputi pendekatan yang dominan maupun yang sedang berkembang:

•  Perspektif potong lintang
•  Pendekatan studi kasus
•  Lensa etnografis
•  Evaluasi dampak
•  Action Research

 

 

 

Modul 2.C.4. Evaluasi Dampak

<< Back

 

Modul 2.C.4. Evaluasi dampak

  Tujuan Pembelajaran

•  Memahami prinsip strategi evaluasi dampak
•  Memahami prinsip menjaga kualitas dalam strategi evaluasi dampak

 

  Isi Modul

Dalam beberapa tahun ini terlihat semakin marak tuntutan untuk evaluasi intervensi dalam sistim kesehatan. Seiring dengan perkembangan di bidang evaluasi program sosial, pendekatan critical realist dalam evaluasi sistim kesehatan semakin diminati. Pendekatan tersebut mengkaji "intervensi apa yang bekerja bagi siapa dalam kondisi apa."

Terdapat berbagai definisi dampak dalam literatur evalusi, namun dalam perkembangan terkini dampak diartikan sebagai mekanisme kausasi – perubahan dalam keluaran yang disebabkan oleh suatu intervensi. Fokus pada mekanisme kausasi ini menuntut pengukuran yang objektif atas perubahan yang terjadi akibat suatu intervensi/program. Titik awal untuk mengukur dampak tersebut adalah prinsip counterfactual, yaitu mempertimbangkan apa yang akan terjadi bila tidak dilakukan intervensi - sehingga dapat menjustifikasi bahwa perubahan yang diamati disebabkan oleh intervensi. Berbagai perkembangan metodologi yang muncul belakangan ini berfokus pada prinsip counterfactual ini, dan bagaimana bisa menekan berbagai jenis bias seleksi.

Evaluasi dampak juga mementinngkan validitas eksternal – seberapa jauh temuan evaluasi dapat digeneralisasi ke setting lain. Validitas eksternal menuntut pemahaman atas mekansime kausasi, mencermati alur kausasi dan menguji validitas asumsi rute antara intervensi dan dampak, untuk melihat apakah asumsi tersebut akan tetap berlaku dalam konteks lain. Validitas eksternal juga menuntut peneliti untuk mencermati implementasi intervensi dan bagaiamana implementasi dapat mempengaruhi dampak suatu intervensi.

Dua jenis rancangan penelitian digunakan dalam evaluasi dampak:

  1. Disain eksperimental: dalam disain ini dilakukan randomisasi atas kelompok interevsi dan kontrol, dengan implikasi bahwa variabel pengganggu yang tidak teramati juga akan terdistribusi secara random, sehingga meminimalkan bias.
  2. Disain quasi-experimental: ini dapat berupa eksperimen alami yang memanfaatkan suatu kebijakan atau perubahan lain yang menghasilkan kelopmpok kontrol yang sesuai. Peneliti kemudian membandingkan antara kelompok intervensi dan kelompok kontrol; membandingkan sebelum dan sesuah intervensi; atau memanfaatkan implementasi kebijakan yang bertahap sehingga terdapat variasi dalam durasi paparan intervensi.

Karakteristik intervensi sistim kesehatan mempengaruhi pendekatan evaluasi yang dipilih. Intervensi sistim kesehatan seringkali bekerja melalui alur kausasi yang kompleks dan dipengaruhi oleh karakteristik konteks implementasi dan kebijakan. Dalam evaluasi intervensi sistim kesehatan peneliti perlu:

  1. Mengembangkan pemahaman teoritis yang baik atas mekanisme perubahan
  2. Mengantisipasi risiko kegagalan implementasi dengan melakukan evaluasi proses
  3. Mencermati pengaruh pada perilaku individu, dan merancang studi yang mempertimbangkan aspek ini
  4. Mengadopsi berbagai ukuran keluaran, termasuk konsekuensi yang tidak diharapkan
  5. Menyadari bahwa protokol seringkali tidak bisa diikuti secara kaku, dan kemungkinan intervensi harus diadaptasi sesuai konteks lokal

De Savigny & Adam (2009) menggarisbawahi perlunya adaptasi rancangan penelitian konvensional apabila akan diterapkan untuk mengevaluasi intervensi sistim kesehatan, menekankan pentingnya mengukur beberapa keluaran (baik yang diharapkan maupun yang tidak diharapkan) dan analisis komprehensif faktor-faktor kontekstual yang mungkin dapat menjelaskan keberhasilan atau kegagalan suatu intervensi.

Karakteristik lain dari rancangan evaluasi untuk intervensi sistim kesehatan adalah sulitnya aplikasi prinsip counterfactual melalui penggunaan kelompok kontrol, misal dalam kasus dimana kebijakan jaminan pembiayaan kesehatan yang diterapkan secara nasional, sehingga tidak ada kelompok yang dapat dijadikan kontrol.

Karena dua tantangan diatas – kompleksitas dan kesulitan aplikasi prinsip counterfactual – beberapa pakar merekomendasikan bahwa semua evaluasi intervensi sistim kesehatan harus berdasar teori program yang kuat, untuk meningkatkan kualitas evaluasi tersebut (White, 2000). Pendekatan evaluasi berbasis teori ini merupakan jenis rancangan evaluasi dampak yang ketiga. Pendekatan ini berbasis pada teori program yang eksplisit dan menjabarkan hubungan antara input, output dan dampak serta menguji hubungan kausasi dengan memadukan metode kuantitatif dan kualitatif.

 

  Kegiatan Pembelajaran

Marchal B, Dedzo M, Kegels G (2010). A realist evaluationof the management of a well-performing regionalhospital in Ghana.BMC Health Services Research 10:24.

Referensi Modul 2C4

 

 

 

 

2.C.3. Lensa Etnografis

 

2.C.3. Lensa etnografis

  Tujuan Pembelajaran

•  Memahami prinsip lensa etnografi
•  Memahami prinsip menjaga kualitas dalam strategi lensa etnografi

 

  Isi Modul

Pendekatan klasik dalam etnografi umumnya melibatkan masa kerja di lapangan yang panjang, imersi dalam kehidupan sehari-hari pada suatu setting melalui observasi, interaksi, berdiskusi dengan anggota dari suatu dunia sisal tertentu dan mempelajari berbagai dokumen dan artefak. Dokumentasi yang dihasilkan berupa sintesis batas impresi peneliti yang terekan dalam catatan lapangan, observasi atau data wawancara – seringkali dalam bentuk tulisan tangan, namun semakin sering dijumpai terdokumentasi dengan bantuan alat perekam.

Pendekatan etnografi klasik jarang diterapkan dalam penelitian kesehatan bukan hanya karena kendala waktu dan operasional, namun juga terkait benturan dengan pendekatan positivist dalam sebagian besar penelitian kesehatan. Meskipun demikian, berbagai variasi etnografi tradisional yang dilakukan oleh antropolog ataupun sosiolog kedokteran sesungguhnya dapat memberikan pencerahan untuk pemahaman isu kebijakan dan sistim kesehatan:

  1. Etnografi yang mengikuti kehidupan individu-individu atau kelompok-kelompok yang memiliki kondisi kesehatan tertentu telah mengembangkan pemahaman kita atas bagaimana dan mengapa mereka terhambat (atau terfasilitasi) dalam upaya mereka memanfaatkan layanan dan mengelola kondisi mereka.
  2. Etnografi yang secara eksplisit berfokus pada praktisi dan sosialisasi profesional mereka dalam sistim kesehatan memperjelas feasibilitas dari suatu intervensi sistim kesehatan yang mengasumsikan (atau merubah) hirarki profesional atau pola kerja tertentu.
  3. Etnografi yang berfokus pada organisasi mengkaji bagaimana aktifitas kerja membentuk dan mepertahankan institusi, menganalisis prosedur ideologis yang membuat proses tersebut akuntabel dan mengeksplorasi bagaimana proses kerja berhubungan dengan proses-proses sosial yang lain. Dalam konteks ini, lensa etnografi dapat menjelaskan bagaimana struktur formal organisasi dipengaruhi oleh sistim informal yang dibentuk oleh individu-individu dan kelompok-kelompok dalam organisasi.
  4. Etnografi juga dapat berfokus pada kontroversi atau perdebatan untuk memperjelas benturan antara retorika dan praktik dalam hubungan-hubungan sistim kesehatan.

Peneliti kebijakan dan sistim kesehatan dapat mengambil manfaat dari etnografi klasik untuk memahami bingkai teoritis dan konteks sosial, politis dan historis perumusan kebijakan serta kajian kritis atas bagaimana kebijakan diterjemahkan dalam sistim kesehatan lokal. Pendekatan etnografi juga dapat diaplikasikan dalam studi dengan waktu terbatas untuk menghasilkan analisis yang kaya dan mendalam akan hubungan antara kekuasaan, pengetahuan dan praktik dalam sistim kesehatan dan bagaimana upaya perubahan dapat memberikan hasil yang berbeda dalam kondisi yang berebeda . Dengan demikian lensa etnografidapat bermanfaat dalam studi yang bertujuan mengeksplorasi dan menjelaskan pengalaman-pengalaman seputar kebijakan dan sistim kesehatan.

Kualitas studi etnografi berpijak pada tiga karakteristik utama metodologis:

  1. Mengadopsi metode-metode yang terbuka, mendalam dan fleksibel untuk menangkap berbagai dimensi dan memberikan perhatian utama pada perspektif dan pengalaman responden. Beberapa peneliti secara khusus melakukan triangulasi untuk meningkatkan validitas, namun juga untuk mengeksplorasi berbagai perspektif.
  2. Analisis interpretatif, menempatkan makna suatu kebijakan dan praktik sistim kesehatan dalam konteks sosial, politik dan historis.
  3. Refleksi posisi peneliti terhadap fenomena yang dikaji, menjelaskan bagaimana posisi mereka sebagai peneliti dan observer-partisipan (dalam kasus tertentu) membentuk area minat, pertanyaan dan lensa interpretatif.

 

  Bahan Belajar

Béhague&Storeng (2008) Collapsing the vertical-horizontal divide: an ethnographic study of evidence-based policymaking in maternal health.
Am J Public Health.98(4):644-9.

Referensi Modul 2C3

 

 

Modul 2.C.2 Pendekatan Studi Kasus

<< Back

Modul 2.C.2 Pendekatan Studi Kasus

  Deskripsi :

Sebagaimana telah dipelajari sebelumnya, aspek atau isu pokok yang relevan dengan riset kebijakan dan sistem kesehatan berada pada area dan lingkup yang luas, termasuk keterlibatan aktor-aktor pada tingkat lokal, nasional, bahkan global. Oleh karena itu Health Policy & System Research akan mempertimbangkan bagaimana aspek dan faktor lingkungan (internal & eksternal), - secara langsung atau pun tidak-, mempengaruhi proses penetapan & pelaksanaan kebijakan dan sistem kesehatan. Keseluruhan interaksi antar faktor-faktor pada kebijakan dan sistem kesehatan dipengaruhi dan sekaligus melekat pada berbagai komponen, konteks, konten dan aktor kebijakan kesehatan secara sistemik dalam batas yang beririsan, saling membaur. HPSR akan melihat sebuah fenomena dan peristiwa pada sebuah organisasi, sistem sosial, atau proses politik maupun kebijakan dari sudut pandang yang lebih kaya. Pendekatan studi kasus menjadi sebuah alternatif strategi penelitian yang sesuai untuk memotret kekayaan interaksi faktor dan lingkup HPSR.

 

  Tujuan pembelajaran Modul :

Setelah mempelajari tentang pendekatan studi kasus dalam HPSR, diharapkan para peserta :

  1. Dapat menjelaskan tentang batasan, karakteristik, disain dan prinsip kualitas studi kasus
  2. Dapat mempertimbangkan kesesuaian penggunaan pendekatan studi kasus pada permasalahan penelitian yang diajukan dalam penyusunan proposal HPSR

 

   Isi Modul :

Pengertian
Berbagai batasan telah dikemukakan oleh para ahli tentang studi kasus, antara lain, ketiga pengertian berikut ini:

- "A case study is a story about how something exist within a real world context that is created by carefully examining an instance. It counts real life situations that present individuals with a dilemma or uncertain outcome." (Commonwealth Association for Public Administration and Management, 2010 ).

- "The Case study approach is a research strategy entailing an empirical investigation of a contemporary phenomenon within its real life context using multiple sources of evidence, and is especially valuable when the boundaries between the phenomenon and context are blurred " (Yin, 2009)

- Studi kasus adalah sebuah "kisah" tentang sesuatu yang unik, spesial , dan menarik, dari berbagai subjek, dapat meliputi individu, organisasi, proses, program, pelembagaan atau kebijakan. Suatu studi kasus akan mampu memberikan gambaran dan cerita mengenai bagaimana suatu hal dapat terjadi. Penjelasan yang didapat dari studi kasus dapat mengantarkan pada pemahaman yang lebih baik tentang suatu hal dan bahkan membuka kesempatan untuk menggali lebih mendalam sebuah permasalahan yang lebih besar (Neale,dkk,2006).

Karakeristik dan lingkup

Sebagian ahli beranggapan bahwa pendekatan studi kasus merupakan penelitian kualitatif deskriptif. Alasan yang dikemukakan adalah penelitian ini berfokus pada satu obyek tertentu yang kemudian secara intensif dipelajari sebagai suatu kasus, meskipun data yang dibutuhkan untuk mempelajarinya dapat diperoleh dari berbagai sumber terkait. Dengan kata lain, pendekatan studi kasus berlaku untuk kasus tunggal dan penggaliannya bersifat kualitatif (Nawawi, 2003)

Pandangan berbeda dikemukakan oleh Yin, 2009, yang meyakini dasar penerapan pendekatan studi kasus dalam sebuah penelitian adalah untuk menginvestigasi suatu fenomena, penerapan sebuah teori serta tujuan eksplanatori atau deskripsi dari suatu kondisi. Oleh karena itu, suatu studi kasus dapat berupa kasus tunggal ataupun kasus jamak (multiple). Pelaksanan pendekatan studi kasus juga dapat berupa penelitian kuantitatif maupun kualitatif.

Yin membedakan dasar atau karakter penetapan studi kasus tunggal atau jamak. Dalam studi kasus tunggal umumnya tujuan atau fokus penelitian langsung mengarah pada konteks atau inti dari permasalahan, berbeda dengan studi kasus jamak (multiple) yang justru untuk mengukur seberapa besar dampak yang ditimbulkan dari suatu fenomena tersebut. Artinya pada studi kasus jamak objek yang diteliti tidak hanya sebuah fenomena atau proses dan kejadian melainkan bagaimana objek di sekitarnya terkena dampak dari kejadian atau fenomena tersebut.( Yin, 2009)

Penegasan tentang lingkup studi kasus dalam HPSR dibahas pula dalam modul ini. Kisaran area, fokus yang relevan dan menjadi bagian dari studi kasus dalam HPS cukup beragam meliputi : -

-  individuals, communities, social groups, organizations;
-  events, relationships, roles, processes, decisions, particular policies, specific policy development processes,
-  health system decision-making units, particular health care facilities, particular countries.

(Robson, 2002; Thomas, 1998; Gilson & Raphaely, 2008)

Pendekatan Studi Kasus pada HPSR :

Batas dan lingkup yang samar dan saling membaur pada HPSR menjadi sebab mengapa pendekatan studi kasus sering digunakan dalam riset kebijakan dan sistem kesehatan, dengan pertimbangan luasnya disiplin ilmu yang terkait, seperti ilmu politik, sosiologi, psikologi komunitas, manajemen organisasi dan perencanaan, juga administrasi publik.

Tiga alasan utama mengapa studi kasus menjadi amat relevan untuk digunakan sebgai pendekatan dalam HPSR adalah sebagai berikut :

  1. Berbagai faktor kontekstual amat kuat mempengaruhi dan melekat pada kebijakan dan sistem kesehatan, sehingga keseluruhan konteks tersebut pun harus menjadi bagian dari fokus penelitian (Gilson et al. 2011).
  2. Studi HPSR dan fokus serta pertanyaan penelitian yang dibangun kerap kali membutuhkan penggalian informasi dan pendalaman tentang kompleksitas perilaku dan relasi ataupun interaksi subjek penelitian yang mempengaruhi perubahan kejadian , termasuk perubahan dari waktu ke waktu. Semua kompleksitas dan dinamika tersebut akan sesuai sekali bila "dipotret" dengan pendekatan studi kasus.
  3. Pendekatan studi kasus cukup kaya untuk dapat dimanfaatkan pada beberapa fokusi penelitian yang berbeda. Pertama adalah untuk analisis pengembangan kebijakan sehingga hasil analisis dapat memberikan informasi pendukung bagi kebijakan yang akan dilahirkan. Berikutnya, studi kasus juga sering digunakan untuk dengan detil menganalisis kebijakan yang telah dihasilkan atau diimplementasikan

Penjagaan Kualitas Studi Kasus :
Upaya menjaga kualitas pada pelaksaan riset dengan menggunakan pendekatan studi kasus dibahas pula dalam modul ini, mengacu pada prinsip-prinsip berikut : (Gilson, 2012):

-  Confirmability
-  Dependability
-  Credibility
-  Transferability

Yin menekankan peran penting desain pada studi kasus yang menentukan kualitas dari pelaksanaan studi kasus, dengan sebutan sebagai " guiding the investigator" . Sebuah desain studi kasus karenanya perlu memaksimalkan empat hal yang akan mempengaruhi kualitas desain :

  1. Construct validity
    Memastikan tersedianya suatu pengukuran operasional atau definisi operasional mengenai konsep yang sedang dipelajari.
  2. Internal validity
    Mengupayakan tersedianya gambaran hubungan sebab akibat dalam fenomena, kejadian dari objek penelitian atau kasus yang didalami. Penggambaran satu fenomena selazimnya mengacu pada fenomena yang lain sehingga hubungan dari setiap fenomena kejadian dapat dipelajari.
  3. External validity
    Studi kasus didisain untuk mengupayakan agar temuan dari sebuah kasus dengan dasar sebuah teori tertentu dapat menjadi dasar replikasi kerangka berpikir sehingga temuan-temuan tersebut dapat berlaku pula secara luas dan general.
  4. Reliability
    Studi kasus dapat dikatakan terjaga kualitasnya bila hasil dari studi kasus dapat dikaji ulang melaui penelitian yang lain dengan hasil yang kurang-lebih sama.

Berikut rangkuman penjelasan di atas :

2c2

 

Langkah praktis dan tahapan pelaksanaan studi kasus dipaparkan oleh Yin dkk sebagai berikut : Pentingnya Enam Langkah Case Study Research

(Robert E. Stake, Helen Simons, and Robert K. Yin)

  1. Menentukan dan menjelaskan pertanyaan riset
  2. Memilih kasus dan menentukan cara pengumpulan data dan teknis analisis
  3. Menyiapkan pengumpulan data
  4. Mengumpulkan data di lapangan
  5. Mengevaluasi dan menganalisis data
  6. Menyiapkan laporan

Beberapa buku juga membahas detil tentang bagaimana pelaksanaan studi kasus dalam penelitan, namun prinsip penting yang menjadi bahasan penutup dalam modul HPSR justru membahas tentang: Pemggunaan Teori, Penyeleksian Kasus, Kontekstualisasi serta Analisis dan Generalisasi .

 

  Bahan belajar

2012. Health Policy and System Research: A Methodology Reader. Gilson, Lucy, Editor.
Alliance for Health Policy and Systems Research and World Health Organization

Creswell, John. Research Design: Pendekatan Kualitatif, Kuantitatif, dan Mixed. Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 2010, hal 304 – 337

Miles, Matthew B & Huberman, Michael. Analisis Data Kualitatif: Buku Sumber Tentang Metode-Metode Baru, UI Press, Jakarta, 2009, hal 389 – 456

Neale, Palena. Shyam thapa, dkk.2006. preparing a case study : a guide for designing and conducting a case study for evaluation input.
Pathfinder international

Tashakkori, Abbas & Teddlie, Charles. Handbook of Mixed Methods in Social & Behavioral Research.
SAGE Publications, Inc., London, UK, 2010, page 1 – 45

Sugiyono. Metode Penelitian Kombinasi (Mixed Methods). Penerbit Alfabeta, Bandung, 2011, hal. 395 – 470

http://www.biomedcentral.com/content/pdf/1471-2288-11-100.pdf

http://www.capam.org/_documents/reportoncasestudymethodologies.pdf

 

  Kegiatan pembelajaran

Pertanyaan-pertanyaan :

  1. Pelajari dan cermati permasalahan dan fokus penelitian pada proposal yang anda susun, kemudian tetapkan , apakah memenuhi syarat untuk dilakukan dengan pendekatan dibuat studi kasus? Jelaskan alasannya, mengapa ya atau tidak.
  2. Jika anda telah menetapkan untuk menggunakan pendekatan studi kasus, sebutkan metoda pengumpulan informasi/data yang akan dilakukan untuk studi kasus tersebut (Sebutkan dan jelaskan siapa saja yang menjadi informan , jelaskan metoda untuk setiap jenis informan dan alasannya, dst)
  3. Sebutkan model triangulasi yang anda akan gunakan untuk meningkatkan hasil analisis studi kasus tersebut. Jelaskan

Jawaban dikirim ke pengelola dengan cara:

File ditulis dalam word dan diberi kode: XYYYM2C2.doc

Keterangan:

X        = nomor fasilitator anda.
YYY    = kode nama peserta
M2C2 = Modul2C2

 

 Kirim tugas ke This email address is being protected from spambots. You need JavaScript enabled to view it..

Jangan lupa memberi cc ke email setiap fasilitator yang telah ditunjuk untuk anda.

Tugas paling lambat dikirim tanggal 25 Desember 2012, jam 24.00

 

 

 

2.C. Strategi penelitian dalam HPSR

 

Modul 2.C.1 Perspektif potong-lintang

  Tujuan Pembelajaran

• Memahami prinsip perspektif potong lintang
• Memahami prinsip menjaga kualitas dalam strategi perspektif potong lintang

 

   Isi Modul

Studi-studipotong lintang dapat bertujuan untuk mengeksplorasi, mendeskripsikan atau menjelaskan suatu fenomena pada suatu titik waktu. Karakteristik ini yang memdedakannya dengan studi longitudinal dan studi lain yang mendeskripsikan atau menganalisis perubahan seiring dengan waktu, dan studi eksperimental yang melibatkan suatu intervensi. Karena studi lintas potong pada umumnya memerlukan sumber daya yang lebih sedikit dibanding dengan strategi penelitian lain, maka strategi ini paling banyak digunakan dan dilaporkan dalam HPSR.

Studi potong lintang meliputi spektrum perspektif disiplin yang luas dan metode yang bersumber dari tradisi positivist maupun relativist. Dalam studi potong lintang, pengumpulan data dapat menggunakan metode tunggal (kuantitatif atau kualitatif) hingga mixed (kuantitatif dan kualitatif) ataupun multi—metode (misal dalam studi dimana pentahapan metode postivist dan realtivist memungkinkan triangulasi pendekatan pengumpulan data, triangulasi epistemiologis, dan juga penggunaan data sekunder). Studi potong lintang yang menggunakan mixed-method memiliki beberapa kesamaan karakteristik dengan studi kasus, namun tidak berarti akan selalu mengikuti prosedur analitik yang sama.

Mixed-method dalam HPSR dapat digunakan untuk memenuhi beberapa tujuan, antara lain:

  1. Dalam proses pengembangan instrumen, wawancara kualitatif dapat mendahului pengembangan instrumen kuantitatif dimana belum dijumpai instrumen yang standar ataupun dikarenakan kekhususan konteks fenomena yang dikaji menuntut pendekatan yang lebih spesifik.
  2. Survey kuantitatif dapat dilakukan untuk mendapatkan sampling frame bagi pemilihan kasus dalam suatu studi kualitatif.
  3. Untuk mengembangkan analisis dan interpretasi, beberapa studi dapat ditriangulasikan untuk menghasilkan beberapa perspektif terhadap satu pertanyaan atau menjawab pertanyaan-pertanyaan yang berbeda.

Tergantung pada tujuannya, pengumpulan data dalam penelitian mixed-method dapat bersifat konkuren ataupun sekuensial (Cresswel & Plano-Clark, 2007). Temuan dari studi tersebut dapat berupa serangkaian praktik yang terkait dan disatukan untuk menghasilkan solusi permasalahan dalam situasi yang konkrit (Denzin & Lincoln, 1998:3). Komponen-komponen studi memberikan insight yang berbeda terhadap suatu fenomena dan dipadukan untuk menjelaskan fenomena tersebut.

Sebagaimana dalam strategi-strategi penelitian lain, validitas penelitian/trustworthiness dan realibilitas sangat penting dalam stud potong lintang, baik yang berbasis positivist maupun relativist. Kepentingan tersebut terutama dalam konteks HPSR yang bertujuan untuk menjelaskan dinamika dan hubungan yang kompleks antara pelaku-pelaku dan dimensi-dimensi sistim.

Validitas studi potong lintang dapat dipengaruhi oleh (Robson, 2002:171):

•  Deskripsi yang kurang memadai/mencukupi atas fenomena yang dikaji
•  Interpretasi yang bermasalah dikarenakan penggunaan data yang selektif dan pemaknaan yang dipaksakan terhdap data
•  Penjelasan dikembangkan tanpa mempertimbangkan alternatif atau fakta yang bertentangan
•  Kegagalan dalam menggunakan konsep atau teori dari referensi yang ada

Validitas studi potong lintang dapat diperkuat dengan (Pope & Mays, 2009):

•  Triangulasi data, observer, pendekatan metodologis dan teori
•  Member checking (meminta responden untuk memvalidasi temuan dan hasil analisis)
•  Deksripsi detail metode pengumpulan dan analisis data
•  Refleksi penulis (refleksi tentang bagaimana bias pribadi ataupun intelektual dapat mempengaruhi studi dan analisis

 

 Bahan Belajar

Blaauw Det al (2010) Policy interventions that attract nurses to rural areas: a multicountry discrete choice experiment. Bull World Health Organ.88(5):350-6.

Referensi Modul 2C1

 

 

  • slot resmi
  • rajabandot
  • rajabandot
  • rajabandot
  • rajabandot
  • rajabandot
  • rajabandot
  • rajabandot
  • rajabandot
  • rajabandot
  • rajabandot
  • rajabandot
  • rajabandot
  • rajabandot
  • rajabandot
  • rajabandot
  • rajabandot
  • rajabandot
  • rajabandot
  • rajabandot
  • rajabandot
  • rajabandot
  • rajabandot
  • rajabandot
  • rajabandot
  • rajabandot
  • rajabandot
  • rajabandot
  • rajabandot
  • rajabandot
  • rajabandot
  • rajabandot
  • rajabandot
  • rajabandot
  • rajabandot