Reportase Webinar Pertemuan Ke-4
Evaluasi JKN Menggunakan Pendekatan Realist Evaluation
Konfigurasi Context-Mechanism-Outcome (C-M-O) dalam Realist Evaluation
Yogyakarta, 28 Maret 2018
Pertemuan keempat webinar evaluasi JKN menggunakan pendekatan realist evaluation membahas topik konfigurasi context-mechanism-outcome atau lebih dikenal dengan konfigurasi C-M-O yang merupakan ciri khas evaluasi kebijakan atau program dengan pendekatan realist evaluation. Pada webinar kali ini, dr. Tiara Marthias, MPH sebagai narasumber menyampaikan kembali review tentang realist evaluation untuk mengingatkan kembali peserta terkait konsep-konsep dasar pendekatan ini dan memberikan kesempatan bagi peserta yang baru bergabung untuk memahami secara singkat materi yang sedang dibahas. Selain itu, dalam kesempatan ini juga diulas hierarchy of outcome sebagai pengantar untuk memasuki sub-topik konfigurasi C-M-O dalam realist evaluation.
Sebagaimana disampaikan, pendekatan realist evaluation mensyaratkan bahwa teori-teori yang mendasari program dituangkan dalam hipotesis yang jelas tentang bagaimana, untuk siapa, sampai sejauh mana, dan dalam konteks apa sebuah program mungkin bekerja (menyebabkan perubahan). Evaluasi program yang dilakukan ditujukan untuk menguji dan memperbaiki hipotesis tersebut. Data yang dikumpulkan dalam realist evaluation yang digunakan untuk mencapai tujuan tersebut yaitu dampak dan proses implementasi program, konteks yang mungkin berdampak pada outcome, serta mekanisme tertentu yang mungkin menciptakan perubahan. Pemahaman tentang bagaimana aspek-aspek tertentu dari konteks yang membentuk mekanisme yang kemudian mengarah pada hasil dapat dinyatakan sebagai konfigurasi context-mechanism-outcome (C-M-O) yang merupakan unit analitis di mana realist evaluation dibangun.
Untuk lebih memperjelas topik bahasan, narasumber menyampaikan hierarchy of outcome sebagai kerangka dalam mengidentifikasi konfigurasi C-M-O dalam realist evaluation. Hierarchy of outcome membantu peneliti mengidentifikasi beberapa program atau kebijakan yang akan dievaluasi hingga mencapai immediate outcome, intermediate outcome, hingga level ultimate outcome yang ingin dicapai dalam implementasi suatu kebijakan/ program. Narasumber menjelaskan bahwa pada setiap proses implementasi program/ kebijakan akan ada konteks dan mekanisme yang dikehendaki maupun tidak dikehendaki hingga akhirnya mencapai outcome baik ideal maupun yang tidak ideal. Hal ini disebabkan karena adanya konteks tertentu yang berperan sehingga menciptakan mekanisme yang membuat program berkerja maupun tidak bekerja. Pada kesempatan ini narasumber juga menyampaikan cara yang digunakan untuk membantu analis kebijakan dalam mengidentifikasi konfigurasi C-M-O dalam realist evaluation.
Narasumber juga melakukan simulasi bagaimana langkah mengidentifikasi konfigurasi C-M-O dalam kebijakan pembayaran kapitasi berbasis pemenuhan komitmen palayanan (Peraturan Bersama Sekretaris Jenderal Kementerian Kesehatan RI dan Direktur Utama BPJS Kesehatan No. 2 Tahun 2017). Logika program dalam kebijakan ini adalah dengan memberikan standar pencapaian indikator kapitasi berbasis pemenuhan komitmen pelayanan, maka seluruh FKTP di Indonesia dipicu untuk menyediakan layanan standar (sesuai dengan 144 diagnosis yang harus tuntas di FKTP) sehingga menurunkan angka rujukan non-spesialistik. Apabila FKTP tidak mampu mencapai target yang ditetapkan dalam kebijakan ini, maka jumlah dana kapitasi yang diterima dikurangi dari jumlah yang seharusnya diterima.
Dicontohkan bahwa dalam kondisi ideal dengan konteks FKTP memiliki dokter dengan kompetensi yang cukup, didukung oleh peralatan yang mendukung penegakan 144 diagnosis, serta besarnya nilai kapitasi hingga dirasa “sayang” apabila tidak diterimakan secara penuh akan mendorong terwujudnya mekanisme yaitu FKTP termotivasi oleh kebijakan kapitasi berbasis pemenuhan komitmen pelayanan untuk mencapai target indikator rujukan non-spesialistik agar mendapatkan kapitasi secara penuh. Konteks dan mekanisme yang berjalan ini akan mewujudkan outcome berupa terstandarnya layanan di FKTP karena FKTP mampu menegakkan diagnosis yang tidak perlu dirujuk ke fasilitas kesehatan lebih tinggi. Namun, pada kenyataannya yang terjadi di lapangan bisa jadi bukan C-M-O ideal, melainkan konfigurasi C-M-O lain yang bervariasi sebagaimana disimulasikan oleh narasumber misalnya outcome yang muncul bukan yang diharapkan (unintended outcome) karena konteks dan mekanisme yang terjadi bukan yang ideal sebagaimana diharapkan.
Beberapa diskusi yang muncul pada pertemuan ini antara lain terkait langkah mengidentifikasi C-M-O, desain penelitian yang cocok untuk pendekatan realist evaluation, langkah memilih outcome prioritas, serta usulan kolaborasi antarpeneliti dalam menyusun konfigurasi C-M-O yang lebih komprehensif. Terkait hal ini, narasumber menyampaikan bahwa untuk menyusun konfigurasi C-M-O, langkah pertama yang harus dilakukan yaitu mengidentifikasi outcome terlebih dahulu, kemudian mengidentifikasi input serta teori yang mendasari program baru kemudian komponen tersebut di-test teorinya menggunakan beberapa konfigurasi C-M-O yang muncul selama proses pengumpulan data. Disampaikan pula bahwa desain penelitian realist evaluation tidak terbatas pada kualitatif semata, melainkan dapat digunakan dalam setiap desain penelitian, baik kualitatif, kuantitatif, mau pun mix-method. Namun, sehubungan dengan banyaknya aspek yang harus dijawab, sulit rasanya realist evaluation dijalankan dengan hanya menggunakan desain kuantitatif. Peneliti juga diharapkan untuk menetapkan prioritas program atau kebijakan yang dirasa krusial untuk mencapai outcome. Di akhir sesi, tim mengapresiasi inisiatif dari peserta yang mengusulkan kolaborasi dalam menyusun konfigurasi C-M-O sehingga menghasilkan analisis yang komprehensif. Merespon hal ini, tim akan membentuk jejaring antarpeneliti dalam platform komunikasi daring misalnya WhatsApp goup.
Reportase oleh: Dedik Sulistiawan