Indonesia Masih Tunda Penggunaan Vaksin Polio Injeksi

Pertemuan seluruh negara anggota Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) dalam Sidang World Health Assembly (WHA) ke-68 mulai dibuka hari ini, Senin (18/5) di Jenewa, Swiss. Menjelang sidang ini, sebelas negara anggota WHO khusus South East Asia Region (SEAR), seperti Bangladesh, Butan, PDR Korea, India, Indonesia, Maldives, Myanmar, Nepal, Srilanka, Thailand, dan Timor Leste bertemu untuk membahas isu-isu tertentu dalam pertemuan akbar tersebut.

Bagi Indonesia, tema tentang rencana penerapan vaccine polio injection atau Injection Polio Vacine (IPV) menjadi perhatian khusus. Di negara maju, penerapan IPV sudah dilakukan. Sedangkan Indonesia bermaksud masih menunda penerapan penggunaan IPV dikarenakan alasan geografis yang perlu disiapkan secara matang.

"Kami berharap agar dalam pembahasan mengenai polio di sidang WHA ke-68 akan mendapat dukungan dari negara-negara anggota SEAR," kata Dirjen Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan (P2PL) Kementerian Kesehatan (Kemkes) dalam siaran pers di Jakarta, Senin (18/5).

Sementara resolusi WHA sebagai forum tertinggi WHO agar di 2015 ini tidak ada lagi negara yang menggunakan vaksin polio oral, melainkan suntikan (injeksi). Alasan dikeluarkannya resolusi WHA untuk menggunakan vaksin injeksi agar eradikasi polio secara global lebih optimal. Sementara penggunaan vaksin oral dikhawatirkan bisa berpindah dan menularkan lagi melalui limbah manusia.

Tahun lalu, di bawah kepemimpinan Menteri Kesehatan Nafsiah Mboi, Kemkes memutuskan untuk beralih dari penggunaan vaksin polio dalam bentuk oral ke injeksi secara bertahap. Mulai tahun 2015, dari empat kali pemberian vaksin, 3 di antaranya dalam bentuk oral, dan 1 lagi injeksi.

Ini dilakukan sampai PT Bio Farma mampu memproduksi injeksi sendiri. Kemkes targetkan 2018 baru Indonesia menggunakan vaksin polio injeksi secara penuh, dan dilakukan dalam tiga tahun berturut-turut.

"Oleh karena itu Indonesia meminta dukungan dari WHO untuk memfasilitasi segera mungkin, seperti pembangunan sarana produksi, sehingga Indonesia mandiri produksi sendiri dan tidak tergantung pada impor," kata Wakil Menteri Kesehatan kala itu, Prof Ali Ghufron Mukti.

Ghufron kala itu mengungkapkan, beralihnya penggunaan vaksin polio oral ke injeksi menjadi tantangan berat buat Indonesia. Sebab, untuk saat ini Indonesia satu-satunya negara yang mampu memproduksi vaksin polio dengan cara oral.

Melalui PT Bio Farma, produksi vaksin polio cukup besar untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri, dan bahkan diimpor ke 118 negara. Namun, dengan adanya resolusi WHA tersebut, ekspor kemungkinan dihentikan.

Di sisi lain, pada Maret 2014 Indonesia dinyatakan wilayah bebas polio. Oleh karenanya masih dibutuhkan vaksin untuk terus mengeradikasi penyakit polio.

Itu artinya, Indonesia akan mengimpor vaksin injeksi yang membutuhkan biaya besar. Pasalnya, harga injeksi dibanding oral selisihnya 40-50 kali lipat. Untuk satu provinsi saja, yaitu Yogyakarta sebagai provinsi pilot project untuk penerapan vaksin polio suntik menghabiskan anggaran sebesar Rp 500 juta.

"Bisa dibayangkan berapa kerugian akibat berhenti ekspor, dan berapa banyak dana yang kita harus gelontorkan untuk membeli vaksin dari luar bagi seluruh provinsi ," kata Ghufron.

Pemerintah Indonesia sendiri belum menghitung berapa besar kerugian karena berhenti mengekspor, dan besarnya anggaran yang digelontorkan untuk impor. Hingga tahun 2018 pemerintah mendapat bantuan vaksin polio suntik dari Global Alliance for Vaccines & Immunization (GAVI).

Untuk kebutuhan tahun 2015 sampai 2018, Indonesia masih sharing cost untuk pembelian injeksi dengan GAVI, dan diharapkan pada 2018, Bio Farma sudah bisa memproduksi sendiri vaksin polio injeksi.

sumber: http://www.beritasatu.com/

 

InaSH: 75% Kasus Hipertensi Belum Terjangkau Pelayanan Kesehatan

Memperingati Hari Hipertensi Sedunia 2015 yang tahun ini mengambil tema "Know Your Number", Indonesian Society of Hypertension (InaSH) akan mengadakan kegiatan seminar awam di beberapa rumah sakit di Jakarta, serta menyebarluaskan informasi kepada masyarakat untuk meningkatkan kepedulian terhadap hipertensi

Hal ini menjadi sangat penting karena hipertensi sampai saat ini masih menjadi masalah kesehatan di Indonesia dan merupakan faktor risiko utama terjadinya kerusakan organ vital. "Dari hasil Riskesdas (riset kesehatan dasar) 2007, kasus hipertensi yang sudah terdiagnosis atau yang telah minum obat hipertensi masih rendah yaitu 24,2 persen. Hal ini menunjukkan 75,8 persen kasus hipertensi di masyarakat belum terjangkau pelayanan kesehatan. Analisis lebih lanjut pun menunjukkan hanya sekitar 18 persen mempunyai tekanan darah yang terkontrol dari yang telah terdiagnosis," ungkap Ketua InaSH dan juga dokter spesialis jantung dan pembuluh darah, Nani Hersunarti di Jakarta, Rabu (13/5).

Selain itu, hipertensi juga masih merupakan faktor risiko utama terjadinya stroke. Celakanya, hipertensi sering tanpa gejala dan hanya bisa diketahui bila dilakukan pengecekan tekanan darah. "Saat sudah timbul gejala, sebenarnya sudah mengalami kerusakan target organ dan ini sudah sangat terlambat. Kerusakan target organ otak dapat menyebabkan stroke dan gangguan kognitif ringan sampai dengan dementia vascular," ungkap Yuda Turana, Wakil Ketua I InaSH yang juga seorang ahli syaraf.

Untuk itu, menurutnya edukasi mengenai bahaya hipertensi akan semakin digalakkan InaSH agar masyarakat dapat melakukan pencegahan penyakit ini dengan cara menerapkan pola hidup sehat. Di tahun ini pun Indonesia, yang diwakili oleh InaSH akan menjadi tuan rumah pertemuan ilmiah hipertensi tingkat Asia Pasifik ke-11 pada tanggal 4-7Juni 2015 di Nusa Dua,Bali.

sumber: http://www.beritasatu.com/

 

 

WHO: Liberia Bebas dari Virus Ebola

Pada Sabtu lalu, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) telah menyatakan Liberia sepenuhnya telah bebas dari virus Ebola. Pernyataan tersebut disampaikan berkenaan dengan upacara peringatan korban terakhir yang meninggal akibat virus tersebut dan telah dikebumikan pada 42 hari lalu.

"Wabah virus Ebola di Liberia dinyatakan sepenuhnya telah berakhir," kata WHO dalam sebuah pernyataan tertulisnya seperti yang dilansir situs berita The Independent.

Dalam laporannya, WHO juga menyimpulkan bahwa penjangkitan virus dari manusia ke manusia telah berakhir. Menurut data WHO, hingga saat terakhir ada lebih dari 3.000 kasus yang dikonfirmasi terjangkit Ebola di Liberia dan masih terdapat 7.400 kasus Ebola yang dicurigai tidak dideteksi.

Virus Ebola pertama terdeteksi di Liberia pada Maret 2014. Sejak saat itu, lebih dari 4.700 kematian terjadi lantaran Ebola, 189 diantaranya merupakan 189 petugas kesehatan.

Presiden Ellen Johnson Sirleaf mengatakan masa kerusakan dan kematian lantaran virus Ebola sudah selesai. Meski luka dan ingatan terhadap para korban tak akan pernah terlupakan. "Rasa sakit dan kesedihan tak akan bisa hilang, namun generasi Liberia akan terus tersembuhkan," katanya.

Sementara itu, seorang juru bicara untuk WHO mengatakan, "Ini merupakan penghargaan kepada pemerintah dan rakyat Liberia yang memiliki teak dan keberanian yang tak pernah tergoyahkan untuk mengalahkan Ebola. Bahkan dalam kondisi sesulit apapun, seperti kelengkapan alat pelindung diri yang tak pernah memadai."

Menurut WHO, empat dari enam negara yang mengalami epidemi Ebola dan telah dinyatakan bebas, kembali kambuh setelah tiga tahun. Kiat-kiat pencegahan telah dikampanyekan di Liberia seperti hidup higienis. (sip)

sumber: http://www.cnnindonesia.com/

Komnas Pengendalian Tembakau Desak Pemerintah Tolak Intervensi Industri Rokok

Komisi Nasional Pengendalian Tembakau (Komnas PT) bersama kelompok peduli pengendalian tembakau lainnya mendesak pemerintah agar menolak segala bentuk intervensi industri rokok multinasional dalam mencegah kenaikan cukai rokok yang dilakukan dalam forum-forum yang mereka sponsori.
"Industri rokok bisa mengintervensi lewat berbagai bentuk, misalnya lobi tingkat tinggi lewat lembaga internasional," kata Ketua Umum Komnas PT Prijo Sidipratomo melalui siaran pers diterima di Jakarta, Kamis (7/5/2015).

Karena itu, Komnas PT menyayangkan keterlibatan sejumlah pejabat Indonesia dari sektor keuangan dan fiskal dalam Asia Pasific Tax Forum yang diselenggarakan International Tax and Investment Center (ITIC) pada Selasa-Kamis (5-7/5) di New Delhi, India.

Pasalnya, ITIC merupakan organisasi yang sudah masuk dalam daftar hitam Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) dan Bank Dunia karena disponsori empat perusahaan rokok multinasional seperti Philip Morris International, British American Tobacco, Imperial Tobacco, dan JTI.

Berbagai kritikan terhadap forum tersebut telah menyebabkan Bank Dunia menarik dukungan dan sejumlah pejabat keuangan dari berbagai negara memutuskan tidak ikut berpartisipasi.

Komnas PT menilai forum yang diselenggarakan tersebut merupakan bentuk intervensi industri rokok untuk mengagalkan kebijakan negara menaikkan cukai rokok. Apalagi, forum tersebut mendiskusikan kebijakan pajak.

Menurut Komnas PT, harga rokok di Indonesia masih sangat murah dan dapat dijangkau, termasuk oleh anak-anak. Karena itu, untuk membatasi konsumsi produk adiktif tersebut, perlu ada kenaikan cukai rokok semaksimal mungkin.

Kenaikan cukai rokok akan menyebabkan kenaikan harga rokok sehingga akses kelompok rentan seperti rakyat miskin dan anak-anak dapat dikendalikan.

"Indonesia seperti medan perang di mana pemilik industri menjadi orang-orang terkaya dari uang orang-orang miskin yang kecanduan rokok," kata guru besar Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia Jakarta Hasbullah Tabrani.

sumber: http://nasional.kompas.com/

 

Ruang Isolasi di RS Harus Diperbanyak

Rumah sakit seharusnya memiliki ruang isolasi, mengingat masih tinggi kasus infeksi di Indonesia. Ruang isolasi dipergunakan untuk menahan penyebaran penyakit agar tidak menjadi outbreak atau kejadian luar biasa (KLB).

"Untuk itu, butuh dukungan pemda agar ruang isolasi dibangun di rumah sakit regional daerah," kata Staf Ahli Menteri Kesehatan Bidang Perlindungan Faktor Risiko Kesehatan, Sri Henni Setyawati dalam seminar tentang infeksi memperingati Hari Ulang Tahun (HUT) Rumah Sakit Pusat Infeksi (RSPI) Sulianti Saroso ke-21, di Jakarta, Rabu (6/5).

Henni menambahkan, saat ini baru ada sekitar 20 ruang isolasi dibangun di rumah sakit yang sesuai standar badan kesehatan dunia WHO. Padahal, idealnya ruang isolasi itu ada di setiap rumah sakit provinsi.

"Jika tersedia di setiap provinsi, kalau ada outbreak bisa segera ditangani. Tak perlu dibawa ke Jakarta," ucapnya.

Dijelaskan, ruang isolasi menjadi penting karena penanganan penyakit infeksi harus dilakukan secara cepat, tepat, dan tuntas. Untuk itu, perlu kesiapan dan kerjasama seluruh sektor terutama Pemda dan masyarakat, agar penularan kasus bisa dicegah sedini mungkin.

Diakui Henni untuk menuntaskan kasus-kasus penyakit infeksi memang tidak mudah. Indonesia dengan kondisi geografis yang terdiri atas 17 ribu pulau serta jumlah populasi mencapai 250 juta menjadi kendala dalam penanganan kasus penyakit infeksi.

"Belum lagi infrastruktur yang kondisinya beragam, untuk daerah terpencil akses ke layanan kesehatan masih sulit dilakukan dengan cepat," ujarnya.

Sementara itu Direktur Utama RSPI Sulianti Saroso, Fatmawati mengatakan, penyakit infeksi berhubungan dengan beberapa faktor, antara lain kepadatan pendudukan, perjalanan (travel) penyakit, perubahan iklim, pergerakan ternak dan barang, dan perkembangan virus infeksi itu sendiri.

"Mobilitas manusia sangat cepat. Pagi di Jakarta, bisa jadi malam sudah di Amerika atau sebaliknya. Hal seperti ini harus kita antisipasi," katanya.

Menurut Fatmawati selain rumah sakit, penelitian dan perkembangan teknologi serta terapi pengobatan penyakit infeksi amat menentukan keberhasilan Indonesia dalam menangani penyakit infeksi.

"Selain itu tentu perilaku masyarakat untuk hidup bersih dan sehat. Misalkan, membiasakan mencuci tangan sebelum makan," kata Fatmawati. (TW)

{jcomments on}

BPJS Kesehatan Raih Predikat WTP

6meiLaporan keuangan Dana Jaminan Sosial (DJS) dan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan pada 2014 meraih predikat opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) atau Wajar Tanpa Modifikasian (WTM) dari kantor akuntan publik Kanaka Puradireja Suhartono.

"Saat masih bernama Askes, selama 23 tahun berjalan laporan keuangan selalu meraih predikat WTP. Kami senang karena sebagai BPJS Kesehatan kinerja tak berubah, tetap WTP," kata Direktur Utama BPJS Kesehatan, Fachmi Idris dalam acara Public Expose BPJS Kesehatan di Jakarta, Selasa (5/5).

Fachmi menjelaskan, hingga 31 Desember 2014 pendapatan iuran mencapai Rp40,72 triliun yang bersumber dari pemerintah, pemberi kerja dan pekerja serta kelompok peserta bukan penerima upah.

"Iuran tersebut dikumpulkan dengan mekanisme perbankan, oleh tiga bank yang selama ini menjadi mitra BPJS Kesehatan," ucap Fachmi.

Ia menambahkan BPJS Kesehatan juga mengalokasikan dana cadangan teknis sebesar Rp5,67 triliun pada 2014.

Terkait realisasi biaya manfaat, Fachmi memaparkan, dana yang sudah dikeluarkan untuk biaya pelayanan kesehatan per orangan meliputi biaya promosi, preventif, kuratif dan rehabilitatif sampai dengan 31 Desember 2014 mencapai Rp42,65 triliun.

"BPJS Kesehatan melakukan pembayaran kapitasi sebesar Rp8,34 triliun kepada sebanyak 18.437 fasilitas kesehatan tingkat pertama (FKTP) atau Puskesmas dan dokter keluarga secara tepat waktu pada tanggal15 setiap bulan," katanya.

Selain itu, kata Fachmi, pihaknya juga me geluarkan dana sebesar Rp34,31 triliun untuk membayar 1.681 fasilitas kesehatan rujukan tingkat lanjutan (FKRTL) atau rumah sakit dengan waktu pembayaran klaim rata-rata 13 hari atau lebih cepat dari ketentuan undang-undang maksimal 15 hari.

"Biaya manfaat tersebut untuk membayar sebanyak 6,17 juta kunjungan pasien rawat jalan tingkat pertama di puskesmas, dokter praktik perorangan dan klinik pratama atau swasta," katanya.

Kemudian, lanjut Fachmi, tercatat sebanyak 511.475 kasus rawat inap tingkat pertama di FKTP, sebanyak 21,3 juta kunjungan pasien rawat jalan tingkat lanjutan dan sebanyak 4,2 juta kasus rawat inap tingkat lanjutan.

Ditambahkan, BPJS Kesehatan berupaya membayar tepat waktu klaim maupun kapitasi, dengan pertimbangan jika melebihi waktu ditetapka akan terkena denda dan catatan raport kinerja menjadi merah.

Dengan perolehan ini, Fachmi menegaskan, pihaknya siap menjalani program Kartu Indonesia Sehat (KIS) secara lebih baik lagi, dibanding program JKN 2014 lalu. "Kami belajar banyak dari program JKN yang sudah berjalan selama satu tahun terakhir ini," kata Fachmi menandaskan. (TW)

 

Industri Kesehatan di Indonesia Sangat Potensial Tapi Belum Dioptimalkan

Perkembangan industri kesehatan di Indonesia sangat potensial. Selain memiliki penduduk terbesar keempat dunia setelah Tiongkok, India, Amerika Serikat, jumlah fasilitas kesehatan yang berkualitas masih timpang antardaerah.

Sementara kebutuhan akan layanan kesehatan juga terus berubah seiring dengan pesatnya ilmu pengetahuan dan pertumbuhan ekonomi. Namun, potensi industri kesehatan ini masih belum dioptimalkan.

Ini terbukti antara lain kualitas layanan yang belum terstandar. Akibatnya, triliunan rupiah harus terbuang ke luar negeri untuk membeli kesehatan.

"Kalau bahan pangan seperti gula dan beras kita impor, tapi satu yang kita eskpor, yaitu kesehatan. Sekitar US$ 700 juta atau setara Rp 7,5 triliun keluar tiap tahun untuk membeli kesehatan di negeri orang," kata Komisaris Utama PT Bundamedik, Ivan Sini, di sela-sela penandatangan nota kerja sama Bundamedik dengan Deloitte Konsultan Indonesia, di Jakarta, Kamis (30/4).

Menurut Ivan, untuk mengembangkan industri kesehatan juga dibutuhkan pendekatan ekonomi. Dibutuhkan ketepatan dalam sistem pengelolaan. Tanpa pendekatan ekonomi yang kuat, industri kesehatan akan jauh tertinggal.

"Makanya kalau kita tidak pakai pendekatan ekonomi, industri kesehatan kita akan tinggal jauh. Karena itu, ke depan ketepatan dalam pengelolaan sistem sangat penting," kata Ivan, yang juga adalah spesialis kandungan Rumah Sakit Bunda Jakarta.

Menurut dia, pelayanan kesehatan memerlukan modal, investasi, sumber daya manusia, dan teknologi tinggi. Ini yang masih perlu perhatian pemerintah, sehingga industri kesehatan dibedakan dengan jasa dan lainnya.

sumber: http://www.beritasatu.com/

 

 

Hari Ini Presiden Bagikan Kartu Indonesia Sehat di Klaten dan Sleman

Hari ini, Senin (4/5), Presiden Joko Widodo (Jokowi) dijadwalkan akan menyerahkan secara simbolik Kartu Indonesia Sehat (KIS) kepada peserta Penerima Bantuan Iuran (PBI) di Klaten, Jawa Tengah dan Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY).‬

Berdasarkan data dari Departemen Komunikasi dan Hubungan Masyarakat BPJS Kesehatan, di Klaten KIS akan diberikan mulai pukul 08.00 WIB di SDN 2 Temuwangi kepada 1.646 peserta. Setelah itu, Jokowi akan langsung menuju Sleman untuk menyerangkan KIS kepada 4.414 peserta.

Sumirah (54), warga Wonorejo mengaku antusias bisa bertemu Jokowi sekaligus mendapatkan KIS. Ia bahkan sudah tiba di SDN 2 Temuwangi sejak pukul 06.30 WIB. "Saya berterimakasih pada Jokowi, karena bisa berobat gratis. Tapi beberapa keluarga saya ada yang tidak dapat (KIS). Mudah-mudahan nanti semuanya juga bisa dapat," kata Sumirah, Klaten, Senin (4/5).

‪Untuk KIS segmen PBI, peluncuran perdananya telah dilakukan presiden bersamaan dengan peluncuran perdana Kartu Indonesia Pintar (KIP) dan Kartu Keluarga Sejahtera (KKS), pada 3 November 2014. KIS yang terintegrasi bersama Program Keluarga Sejahtera dan Program Indonesia Pintar, saat ini telah terdistribusikan sebanyak lebih dari 4 juta kartu, atau tepatnya 4.426.010 kartu kepada peserta PBI, di 18 kabupaten/kota di seluruh Indonesia.‬

‪Pada 2015, BPJS Kesehatan bersama Kementerian Sosial dan Kementerian Kesehatan melanjutkan penerbitan dan pendistribusian hampir 82 juta kartu, atau tepatnya 81.973.990 KIS untuk segmen peserta PBI. Pada Mei 2015, sebanyak 82 juta KIS PBI mulai didistribusikan secara bertahap.

Sementara itu, menurut Direktur Utama BPJS Kesehatan, Fachmi Idris, masyarakat Klaten dan Sleman sangat gembira menerima KIS ini dan menyambut antusias kehadiran Presiden untuk berdialog. Presiden menyapa, mendengar dan merespons pertanyaan dan usulan dari masyarakat terkait kartu jaminan ini.

"Presiden Jokowi memberikan perhatian yang sungguh-sungguh atas pentingnya distribusi KIS bagi semua segmen masyarakat," kata Fachmi dalam siaran pers di Jakarta, Jakarta, Senin (4/5).

sumber: http://www.beritasatu.com/