PROGRAM JKN: Pengusaha Mbalelo Terancam 8 Tahun Penjara

16aprPengusaha yang menolak mendaftarkan karyawan dan keluarganta sebagai peserta Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan bisa dikenakan sanksi berupa hukuman penjara hingga 8 tahun.

"Sanksi pidana itu termaktub dalam Undang-Undang (UU) No 24 tahun 2011 tentang BPJS pada pasal 55. Itu amanah Undang-Undang," kata Direktur Hukum, Komunikasi dan Hubungan Kerjasama BPJS Kesehatan, Purnawarman Basundoro usai penandatanganan kerjasama dengan Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta, di Jakarta, Rabu (15/4).

Karena itu, Purnawarman menghimbau kepada semua badan usaha baik milik pemerintah, daerah maupun swasta untuk taat pada aturan tersebut.
"Pemerintah memberikan waktu per 1 Januari 2015 ini bagi semua badan usaha untukbergabung dalam BPJS Kesehatan. Jadi sebenarnya waktunya sudah jatuh tempo. Tetapi kan ada kesepakatan baru badan usaha minta perpanjangan hingga Juni 2015," kata Purnawarman.

Ia menyebutkan, jumlah peserta BPJS Kesehatan dari unsur dunia usaha hingga April 2015, tercatat baru ada sekitar 23 juta orang. Pihaknya menargetkan ada kenaikan 8 juta peserta selama kurun waktu 2015.

"Jumlah karyawan atau penerima upah saat ini tercatat ada sekitar 50 juta orang. Jumlah itu belum termasuk keluarganya. Jadi bisa lebih banyak lagi. Tapi kani menargetkan ada penambahan 8 juta peserta tahun ini," ucapnya.

Purnawarman menegaskan, kepesertaan pada BPJS Kesehatan ini bersifat wajib bagi seluruh rakyat Indonesia, sesuai amanah UU No 24/2011. Meski perusahaan sudah bekerjasama dengan asuransi swasta untuk menanggung pembiayaan kesehatan karyawannya.

Terkait kerja sama dengan Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta, Purnawarman menjelaskan, hal itu dilakukan seiring dengab makin bertambahnya jumlah peserta BPJS Kesehatan. Kondisi itu tentunya akan menimbulkan berbagai persoalan hukum.

"Itu sebabnya kami menjalin kerja sama dengan Kejaksaan.Karena permasalahan dapat timbul dari berbagai pihak, antara lai klien, mitra kerja, peserta atau bahkan pihak internal," tuturnya.

Karena itu, lanjut Purnawarman, kerja sama dengan kejaksaan tinggi sebagai pihak berkompeten dianggap sebagai keputusan tepat dan bijaksana. "Sehingga keputusan yang kami buat bisa sesuai dengan koridor hukum, selain tepat dan bijaksana," kata Purnawarman menandaskab. (TW)

{jcomments on}

Upaya Pengendalian Tembakau di Indonesia Lemah

Upaya pengendalian tembakau di Indonesia masih lemah terlihat dari masih ada epidemi yang disebabkan oleh rokok sehingga pencegahan terhadap penyakit tidak menular sulit diwujudkan.

Hal itu dikemukakan oleh Soewarta Kason dari Badan Penelitian dan Pengembangan Kementerian Kesehatan dalam kegiatan Tobacco Control Leadership Programe" yang diselenggarakan oleh WHO Indonesia dan John Hopkis University di Yogyakarta, Senin (13/4).

Ia mengatakan sulitnya pencegahan penyakit tidak menular, beban makro ekonomi yang ditanggung oleh negara akibat epidemi tembakau jauh lebih besar daripada pajak yang diterima dari cukai tembakau.

Rokok menjadi faktor risiko utama penyebab kematian akibat penyakit tidak menular, ada sekitar 20 faktor risiko utama dan rokok berada di posisi kedua. Oleh karena itu, Kementerian Kesehatan berupaya untuk mengurangi tembakau.

Ada lima negara yang memproduksi tembakau tinggi, Indonesia berada di urutan tertinggi. Negara Lain sudah membatasinya dengan meratifikasi FCTC. Jadi, tembakau dari Indonesia tidak bisa masuk. Akhirnya dipasarkan ke Singapura dan rokok yang diproduksi dikirim kembali ke Indonesia.

"Industri rokok memproduksi 380 miliar rokok per tahun, jumlah penduduk kita (Indonesia) hanya sekitar 250 juta. Coba bayangkan berapa banyak rokok yang harus kita hisap," katanya.

Prevalensi rokok di Indonesia telah menjangkau usia muda kurang dari 15 tahun. Jumlah perokok terbanyak ada di desa yakni 38,9 persen, sedangkan perkotaan hanya 33,8 persen. Kebanyakan mereka yang merokok berpendidikan rendah dan berasal dari keluarga miskin.

"Bisa dibayangkan sudah tinggal di desa miskin dari kota tapi konsumsi rokok lebih tinggi," katanya.

Sementara itu, Regional Adviser, The Internasional Union, Tara Singh Bam menyampaikan, Indonesia merupakan salah satu negara di Asia Tenggara yang belum meratifikasi konvensi pengendalian tembakau melalui Framework Convention on Tobacco Control (FCTC), ini peluang bagi industri rokok untuk menjadikannya pasar terbesar tembakau.

"Indonesia adalah pasar yang ramah tembakau. Lebih dari 248 juta populasinya adalah perokok dan merupakan pasar ketiga di dunia," katanya.

Menurut dia, tidak ikutnya Indonesia meratifikasi FCTC akan memberikan manfaat kepada industri rokok untuk mencari keuntung, karena tidak ada yang menghalangi mereka.

"Target FCTC adalah tidak ada lagi yang mati karena rokok," katanya.

Saat ini sudah ada 188 negara yang meretifikasi FCTC, dan hampir seluruh negara di Asia Tenggara telah menandatanganinya hanya Indonesia yang belum.

Farrukh Qureshi dari WHO Indonesia menambahkan, FCTC adalah perangkat sangat kuat dalam meyakinkan dukungan internasional untuk melindungi masyarakat dunia dari ancaman bahaya rokok.

"FCTC sangat ampuh dan berdampak sangat signifikan dalam menurunkan prevalensi merokok di negara-negara yang sudah mengaksesi FCTC," katanya.

Tobacco Control Leadership Programe diikuti oleh 92 orang peserta yang datang dari berbagai bidang keilmuan di antara Kementerian Kesehatan, Hukum dan HAM, Komnas HAM, dinas kesehatan dari sejumlah kota dan kabupaten yang menerapkan kawasan tanpa rokok di seluruh Indonesia, media, LSM perguruan tinggi serta praktisi.

Tujuan dari program ini untuk menumbuhkan pemikiran strategis dan pemimpin yang dapat mengendalikan peredaran tembakau yang membutuhkan keberanian untuk menyampaikan bahaya merokok bagi kesehatan.

sumber: http://www.beritasatu.com/

 

 

Belanja Kesehatan RI Kalah Jauh dari Negara Tetangga

Masalah kesehatan menjadi salah satu pekerjaan rumah bagi Indonesia untuk bisa naik kelas menjadi negara maju. Menurut Menteri Keuangan Bambang P.S. Brodjonegoro, masyarakat yang sehat merupakan salah satu prasyarat untuk menjadi negara maju.

Saat ini, lanjut Bambang, Indonesia masih dihadapkan pada rendahnya belanja di bidang kesehatan.

Data Bank Dunia menunjukkan, belanja kesehatan Indonesia (health expenditure per capita) pada 2011 hanya sebesar US$99, dan meningkat menjadi US$108 pada 2012.

"Pada 2011 Indonesia itu health expenditure per capita-nya itu sangat rendah," ungkapnya, seperti dikutip dari laman Kementerian Keuangan, Minggu 12 April 2015.

Menurutnya, jika dibandingkan dengan negara-negara tetangga seperti Singapura dan Malaysia, Indonesia masih tertinggal.

Health expenditure per capita Singapura, misalnya, tercatat mencapai US$2.144 pada tahun 2011 dan US$2.426 pada tahun 2012.

Oleh karena itu, Bambang menjelaskan, agar dapat menjadi negara maju, Indonesia harus lebih serius dalam menangani masalah kesehatan.

"Kalau mau jadi negara maju, harus punya masyarakat yang sehat dulu, bukan sebaliknya, maju dulu baru sehat. Inilah kenapa kemudian kami harus serius menangani masalah kesehatan," ungkapnya.

Bambang menambahkan, masalah kesehatan ini merupakan tanggung jawab bersama, tidak hanya pemerintah. Dia berharap, pihak swasta dapat turut berpartisipasi, khususnya yang terkait dengan pendanaan, karena terbatasnya kemampuan anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN).

"Tidak mungkin ada satu pun negara di dunia yang mengandalkan hanya dari budget (APBN), berarti harus ada yang di luar budget, (yaitu) swasta," katanya.

sumber: http://bisnis.news.viva.co.id

 

Industri Kesehatan Diramalkan Tembus Rp. 273 Triliun Pada 2019

Pasar industri kesehatan di Indonesia diprediksi mencapai US$21 miliar atau Rp273 triliun (kurs Rp13.000 per dolar AS) pada 2019. Hal ini didorong beberapa faktor, antara lain penerapan Jaminan Kesehatan Nasional dan semakin banyaknya rumah sakit swasta.

Healthcare Director Frost & Sullivan Asia Pacific Milind Sabnis mengatakan masyarakat Indonesia akan semakin menuntut kualitas pelayanan yang baik dan efektif. "Masyarakat yang dulu enggan berobat karena alasan finansial, akan lebih mudah menjangkau pelayanan kesehatan dengan adanya JKN," ujarnya (8/4/2015).

Riset yang dilakukan oleh Frost & Sullivan menunjukkan bahwa JKN akan mendorong pertumbuhan industri kesehatan di berbagai sektor. Mulai dari industi farmasi, alat kesehatan dan laboratorium, serta rumah sakit.

Meski demikian, Sabnis menjelaskan bahwa dalam dua tahun ke depan, tidak akan ada perubahan yang signifikan. Hal ini disebabkan oleh sistem JKN yang memerlukan proses untuk bisa diimplementasikan secara menyeluruh.

Sejalan dengan itu, industri rumah sakit akan dirambah pemain swasta serta kemitraan. "Ada kebutuhan untuk menambah sekitar 40.000 ranjang rumah sakit. Dan pemerintah tidak bisa memenuhi ini, perlu bantuan swasta," ujar Sabnis.

Terkait pasar farmasi, Sabnis mengatakan permintaan vaksin dan obat generik akan meningkat dengan adanya program JKN. Selain itu, pasar In Vitro Diagnostic (IVD) akan meningkat dengan permintaan JKN yang menggunakan IVD sebagai alat tes dasar.

Sabnis menilai ruang bagi industri kesehatan untuk berkembang di Indonesia sangat besar. "Pengguna jasa kesehatan masih sangat rendah, sehingga masih banyak potensi dan ruang untuk dikembangkan," ujarnya.

Selain itu, Indonesia merupakan negara yang tingkat konsumsi dan daya belinya cukup besar.

sumber: http://finansial.bisnis.com

 

 

PEMDA DIMINTA Awasi Peredaran Makanan Berbahan Berbahaya

Pemerintah daerah diminta ikut awasi keamanan pangan wilayahnya masing-­masing, seiring maraknya peredaran makanan mengandung bahan berbahaya. Mengingat, makanan tersebut dibuat industri skala rumah tangga.

"Jika membaca pemberitaan peredaran bakso berformalin, ja­janan anak mengandung bahan pewarna tekstil, es batu mengandung bakteri E Coli, kita tidak bisa berdiam diri. Mari kita bahu membahu awasi keamanan pangan," kata Menteri Kesehatan (Menkes) Nila FA Moeloek dalam peringatan Hari Kesehatan Sedunia di Kantor Walikota Jakarta Utara, Selasa (7/4).

Acara ini juga dihadiri Kepala Dinas Kesehatan DKI Jakarta, Kus­nedi serta Walikota Jakarta Utara, Rustam Effendi.

Jakarta Utara terpilih sebagai lokasi peringatan Hari Kesehatan Dunia, menurut Menkes, karena dinilai sebagai kota yang kurang peka terhadap kebersihan dan ke­sehatan. Termasuk kebersihan lingkungan dan sanitasinya.

"Untuk itu, kami ingin membangun kesadaran baru masya­ra­kat dan pemimpin kotanya tentang arti kebersihan dan kesehatan lingkung­an. Termasuk pengawas­an terhadap keamanan pangan," ujarnya.

Dan tak kalah penting, lanjut Menkes, pengawasan terhadap jajanan anak. Hasil pemeriksaan Badan Pengawasan Obat dan Ma­kanan (BPOM) pada Maret 2015 lalu, dari 100 sekolah yang dipe­riksa, ternyata masih ada sekitar 30 persen sekolah yang belum me­me­nuhi standar kesehatan pa­ngan.

"Perlu tata kelola yang baik oleh pemerintah daerah dalam mengawasi setiap pedagang dalam menjaga kualitas makanan yang mereka jual," ujarnya.

Menkes menambahkan, upaya pengawasan makanan tidak bisa dibebankan sepenuhnya pada BPOM, tetapi harus melibatkan banyak pihak. Karena ternyata, peredaran makanan berbahan ber­bahaya itu banyak dilakukan in­dustri berskala rumah tangga.

"Penting bagi keluarga untuk mengutamakan makanan berbahan pangan segar dan sehat. Ma­kanan sehat tidak harus mahal, yang penting kebutuhan vitamin, mineral, protein, dan karbohidrat semua bisa terpenuhi," kata Nila.

Menurutnya, Indonesia hingga saat ini masih berkutat pada ma­salah pangan sehat dan aman. Hal itu bisa dilihat dari kasus angka stunting (pertumbuhan terhambat) sebesar 37 persen dan obesitas (ke­gemukan) 11 persen pada anak.

Sementara itu, Kepala Dinas Kesehatan DKI Jakarta Kusnedi mengatakan untuk meminimali­sasi peredaran makanan berbahaya, Pemerintah Provinsi (Pem­prov) DKI Jakarta dalam waktu dekat akan mengadakan program sertifikasi bagi restoran, warung makan, bahkan Pedagang Kaki Lima (PKL).

"Para pedagang tersebut akan dimasukkan dalam aplikasi Ja­karta Smart City. Mereka nantinya diminta ikut menjaga kualitas makanan, tak hanya enak tetapi juga memenuhi kebutuhan gizi seimbang," kata Kuenadi menandaskan. (TW)

{jcomments on}

BPJS Kesehatan Harus Benahi Layanan Komplain

Infrastruktur dan komitmen pendanaan masih menjadi kendala serius dalam pelaksanaan program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) di masa depan. Belum lagi masalah ketaktersediaan tenaga kesehatan yang membuat program tersebut berjalan tidak optimal.

Hal itu mengemuka dalam diskusi bertajuk "Setahun Pelaksanaan BPJS Kesehatan Tantangan dan Harapan JKN" di Jakarta, Kamis (2/4) dengan pembicara Guru Besar Bidang Pembiayaan Kesehatan yang juga mantan Wakil Menteri Kesehatan (Wamenkes) Ali Ghufron Mukti, anggota Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN) Ahmad Anshori dan Koordinator BPJS Watch, Indra Munaswar.

Ali Ghufron sempat menyayangkan pelaksanaan program JKN yang masih bersifat sentralistik, sehingga program yang ada menjadi kurang inovatif. Hal itu berdampak pada pelayanan di lapangan.

"Tumpang tindih antara program JKN dengan program kementerian kesehatan pun masih ditemukan," ujarnya.

Ia mencontohkan, penanganan tuberkulosis atau TB yang memakan biaya BPJS Kesehatan hingga Rp. 500 miliar untuk pengobatan sekitar 80 ribu pasien rawat inap peserta BPJS Kesehatan. Padahal, Kemenkes mengalokasikan dana yang cukup besar untuk penanganan masalah TB.

Ali menjelaskan, kinerja dan mekanisme penyelesaian komplain juga masih kurang. Ia berharap ke depannya frontliner BPJS Kesehatan bekerja lebih fleksibel dan memiliki kewenangan di lapangan dalam menanggapi keluhan masyarakat.

"Perlu ada terobosan baru dengan kewenangan para frontliner agar masalah komplain bisa ditangani cepat. Penanganan komplain ini penting demi keberlangsungkan program JKN di masa depan," ucapnya.

Hal senada dikemukakan Koordinator BPJS Watch Indra Munaswar. Ia melihat sistem penerima komplain dari masyarakat milik BPJS Kesehatan belum bekerja maksimal. Padahal, tersedia 3 pintu untuk pengaduan, yaitu lewat telepon hotline, langsung ke kantor BPJS Kesehatan setempat atau layanan BPJS Kesehatan di rumah sakit.

Anggota Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN), Ahmad Anshori juga mendesak BPJS Kesehatan agar membuat mekanisme komplain yang lebih baik. Sehingga komplain tersebut bisa ditangani cepat dan tepat.

"Salah satu keberhasilan program JKN ini adalah penanganan komplain yang baik. Ini penting," ucapnya.

Hal lain adalah pemerintah harus segera memperbaiki hitungan tarif dalam Ina CBGs agar lebih banyak rumah sakit swasta yang bergabung dalam program JKN. Keikutsertaan rumah sakit swasta dapat mengurangi penumpukan pasien di rumah sakit.
(TW)

{jcomments on}

Pendanaan Kesehatan Indonesia Paling Rendah di Asean

8aprDalam 20 tahun terakhir ini, pendanaan kesehatan Indonesia jauh tertinggal dibandingkan negara-negara Asean. Dampaknya, kualitas layanan kesehatan di Indonesia belum optimal. Makanya banyak masyarakat kelas menengah ke atas yang berobat keluar negeri.

Hal itu dikemukakan Ketua Ina-HEA (Indonesian Health Economic Association), Hasbullah Thabrany dalam pidato pembuka dalam kongres Ina-HEA ke-2 yang digelar di Jakarta, Rabu (8/4).

Kongres dibuka oleh Menteri Kesehatan (Menkes) Nila FA Moeloek.

Hasbullah mencontohkan China yang pada 1997 lalu pendapatan per kapitanya jauh dari Indonesia sudah membelanjakan sebesar 72 dolar Thailand 199 dolar dan Malaysia 240 dolar per kapita per tahun. Sementara Indonesia hanya 50 dolar per kapita per tahun.

"Pada 2012 lalu, belanja kesehatan China sudah melonjak hingga 480 dolar, melewati Thailand yang sebesar 385 dolar. Sedangkan Malaysia sudah lebih tinggi lagi menjadi 676 per kapita per tahun," ujarnya.

Sementara Indonesia, lanjut Hasbullah, pada 2012 hanya mengeluarkan 150 dolar per kapita per tahun untuk anggaran belanja kesehatannya. Karena itu, tak heran jika kualitas layanan kesehatan di Indonesia belum memadai hingga saat ini.

"Ini seharusnya jadi tantangan tak hanya bagi pemerintah, tetapi juga kalangan akademisi untuk mencari solusinya," tutur Hasbullah.

Akibat rendahnya pendanaan kesehatan di Indonesia, menurut Hasbullah, menjadi pendorong atas tingginya angka kematian ibu hamil saat melahirkan. Jumlahnya mencapai angka 8 ribu per tahun.

"Itu jumlah angka yang besar. Bayangkan 5 kali lebih banyak dari penumpang Air Asia yang terjatuh belum lama ini. Tetapi, fakta itu tidak terekspos media," kata Guru Besar Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia itu.

Menkes Nila FA Moeloek menyatakan, kualitas layanan kesehatan yang baik memiliki keterkaitan dengan pembangunan ekonomi. Karena itu, untuk meningkatkan pendanaan kesehatan harus memperbaiki sektor ekonomi.

"Pendapatan negara harus naik dulu supaya layanan kesehatan kita optimal," katanya.

Padahal, lanjut Nila Moeloek, saat ini pasien penyakit tidak menular jumlahnya semakin banyak. Pembiayaannya pun membutuhkan dana yang sangat besar, dibandingkan penyakit infeksi.

"Salah satu penyakit yang menyedot dana BPJS Kesehatan saat ini adalah kanker. Bagaimana caranya agar pasien kanker bisa ditemukan dalam stadium awal, selain peluang hidupnya lebih tinggi biayanya pun tidak terlalu mahal," ucapnya.

Menkes juga menyebut pentingnya peran upaya promotif dan preventif di bidang kesehatan. Ia tak memungkiri bahwa promotif dan preventif agak sedikit terabaikan sejak era program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN).

"Belajar dari pengalaman itu, kedepannya kita giatkan kegiatan promotif dan preventif melalui paradigma sehat," ujarnya.

Menkes mengambil contoh perilaku seks berisiko, pengguna narkoba dan perokok. ‎Ketiga perilaku tersebut sangat merugikan bagi kesehatan, meski orang sudah mengerti hal itu.

"Perilaku yang tidak sehat inilah yang ingin kita minimalisasi. Bagaimana membangun keaadaran baru bahwa kebiasaan itu tidak sehat, dan dampaknya baru terasa setelah tua. Dan itu menghabiskan uang negara," kata Nila menandaskan. (TW)

{jcomments on}

Cukai Rokok Bisa Didonasikan untuk BPJS Kesehatan

Pengurus Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Tulus Abadi menyarankan agar pemerintah menaikkan cukai rokok, kemudian dananya didonasikan untuk menambah iuran Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan. Menurut Tulus, hal itu dapat mengurangi beban masyarakat sekaligus pemerintah.

"Jangan apa-apa dibebankan pada masyarakat, pemerintah bisa menaikkan iuran kalau misalnya menaikkan cukai rokok sampai 57 persen. Lalu cukai rokok langsung didonasikan ke BPJS," ujar Tulus dalam diskusi di Jakarta, Minggu (5/4/2015).

Menurut Tulus, rencana pemerintah menaikkan iuran BPJS Kesehatan pada tahun 2016 ini dapat menurunkan minat masyarakat mengikuti BPJS kesehatan meski telah diwajibkan.

Direktur Jenderal Bina Upaya Kesehatan Kementerian Kesehatan Akmal Taher pun sangat setuju jika cukai rokok dinaikkan dan digunakan untuk BPJS kesehatan. Namun, Akmal mengatakan, cukai rokok tersebut tetap harus masuk ke dalam Angaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) teerlebih dahulu.

"Dari segi regulasi bisa, tetapi enggak bisa langsung karena semua cukai rokok itu masuk dulu ke APBN. Enggak bisa potong uang rokok langsung diambil untuk kesehatan. Peraturan di Indonesia tidak mungkin untuk hal apapun itu," terang Akmal.

Kenaikan cukai rokok juga diharapkan dapat mengurangi jumlah perokok. Merokok merupakan bagian dari pola hidup tidak sehat yang menyebabkan banyak orang di Indonesia menderita penyakit tidak menular.

sumber: http://health.kompas.com/

  • angka jitu
  • togel 4d
  • agen togel
  • slot 4d
  • bandar toto 4d
  • togel 4d
  • togel online
  • rajabandot
  • slot gacor
  • toto macau
  • toto macau
  • toto macau
  • toto macau
  • situs toto
  • situs slot
  • rtp live slot
  • toto slot
  • bandar slot
  • toto macau
  • bandar togel online
  • togel online
  • togel sdy
  • togel online
  • toto macau
  • hongkong lotto
  • hongkong lotto
  • situs slot
  • slot gacor
  • bandar slot 4d
  • bandar slot
  • bandar slot gacor
  • bandar slot gacor
  • slot dana
  • toto macau
  • bandar togel 4d
  • wengtoto
  • toto hk
  • slot dana
  • hk lotto
  • toto sdy
  • slot gacor
  • slot 5000
  • toto slot
  • toto togel 4D
  • toto macau
  • slot thailand
  • slot gacor
  • togel sidney
  • live draw sgp
  • Bandar Slot
  • bandar slot gacor
  • togel macau
  • toto slot
  • slot qris
  • slot toto 4d
  • Toto Togel 4D
  • sdy lotto
  • bola gacor
  • slot 5000
  • toto hongkong
  • toto slot
  • slot 5000
  • slot 5000
  • toto togel
  • slot 5000
  • slot 5000
  • slot 5000
  • situs toto
  • toto macau
  • BATASRAJABANDOT
  • slot 777
  • slot gacor
  • slot gacor
  • Bandar Slot
  • Situs Slot
  • Bandar Slot
  • Slot Gacor
  • situs slot
  • situs slot
  • Bandar Situs Slot Gacor
  • Situs Slot Gacor
  • Slot Demo
  • slot online
  • bokep
  • toto slot
  • Slot Demo
  • situs togel
  • bola slot
  • slot gacor
  • hitam slot
  • permainan slot
  • dewa slot
  • agent slot
  • slot toto
  • slot gacor
  • slot gacor
  • toto slot
  • akun demo slot
  • toto slot
  • slot gacor
  • slot gacor
  • https://heylink.me/iblbettotoslot
  • toto slot
  • slot88
  • situs toto
  • slot 5000