Kualitas Kesehatan Indonesia Masih Rendah

Asisten Deputi Sumber Daya Kesehatan Kementerian Pembangunan Daerah Tertinggal (KPDT) Dr. Hanibal Hamidi menilai kualitas kesehatan nasional masih rendah. Hal tersebut perlu menjadi salah satu perhatian pemerintahan Jokowi-JK.

"Fakta saat ini, masih rendahnya status angka kematian ibu, angka kematian bayi, dan gizi buruk. kualitas kesehatan atau angka harapan hidup saat ini rendah," jelas Hanibal di Depok, Jawa Barat, baru-baru ini.

Inisiator Pedesaan Sehat tersebut lantas mengatakan pemerintahan baru Jokowi-JK harus mampu membuat kebijakan yang meningkatkan kesehatan nasional. Apalagi menurutnya, posisi Indonesia di Asean urutan ke-3 pada tahun 2013 untuk Indeks Pembangunan Manusia, urutan ke-6 untuk Angka Harapan Hidup. Itu masih tertinggal dibanding negara Asean.

"Dari sisi kebijakan kesehatan harus ada rekonstruksi total kesehatan nasional. Rekruitmen tenaga kesehatan yang baik dengan menghindari transaksional kesehatan," terang dia.

"Kesadaran yang kurang di masyarakat bahwa dampak buruk terhadap kesehatan itu membuat masyarakat enggan membuat MCK yang sehat. Kondisi ini yang terjadi di masyarakat desa," imbuh dia. [aji]

sumber: http://gayahidup.inilah.com

 

SDM KESEHATAN: Kongres Internasional Dokter Bedah Endo-Laparoskopi Di Gelar Di Bali

27sept

Indonesia akan menjadi tuan rumah kongres internasional dokter ahli bedah endoskopi dan laparoskopi. Perhelatan bertajuk "International Congress Of Endoscopic and Laparoscopic Surgeons of Asia/ELSA) 2014 itu akan berlangsung di Bali pada 8-11 Oktober 2014 mendatang.

"Ada sekitar 1.200 dokter ahli bedah endoskopi dan laparoskopi dari 42 negara akan hadir dalam acara ini," kata Errawan Wiradisuria, Ketua perhimpunan Dokter Spesialis Endo-Laparoskopi Indonesia kepada wartawan disela workshop tentang bedah minimal invansif di RS Gading Pluit, Jakarta, Sabtu (27/9).

Disebutkan nama-nama besar ahli endo-laparoskopi dunia yang akan hadir di Bali, antara lain, Abraham Fingerhut dari Perancis, Alfred Cuschieri dari Inggris Horacio J Asbun dari Amerika, Reinhard Bittner dari Jerman, C Palanivelu dari India, dan Kazunori Kasama dari Jepang. Pada kesempatan itu akan ditampilkan sekitar 400 makalah ilmiah seputar teknologi endo-laparoskopi.

Menurut Errawan, pertemuan semacam ini sangat perlu karena perkembangan ilmu bedah endo-laparoskopi berkembang sangat cepat di dunia. pertemuan ini juga untuk ajang bagi pengalaman dengan para dokter ahli endo-laparoskopi di dunia, terutama di Asia.

"Kongres ini memang digelar setiap tahun agar para dokter ahli endo-laparoskopi selalu terbarukan ilmunya. Di masa lalu, teknologi endo-laparoskopi untuk operasi di sekitar bawah tubuh, tetapi kini bisa untuk operasi tumor di kepala," ujarnya.

Ditambahkan, kongres ELSA 2015 akan digelar di Seoul, Korea Selatan. Dan ELSA 2016 di kota Shanghai, China.

Teknologi bedah endo-laparoskopi di Indonesia bukanlah hal baru. Seperti dikemukakan dr Barlian Sutedja, Dirut RS Gading Pluit, sejak 2008 lalu sudah banyak dokter bedah di Indonesia pandai alat bedah dan kamera yang dimasukkan ke tubuh lewat sayatan kecil di tubuh.

"Bahkan banyak dokter kita yang diundang rumah sakit di luar negeri untuk bedah endo-laparoskopi," kata dr Barlian Sutedja.

Karena itu, ia menyayangkan masih banyak orang Indonesia yang berobat ke luar negeri. Padahal banyak rumah sakit di Tanah Air yang memiliki dokter-dokter dengan kualitas internasional. "Termasuk dokter di RS Gading Pluit ini, ada dokter yang 4 kali sebulan diundang ke luar negeri baik
untuk operasi maupun berbagi pengalaman," tuturnya.

Menurut dr Barlian, bedah endo-laparoskopi sangatlah menguntungkan bagi pasien. Karena hanya dilakukan sayatan kecil untuk memasukkan kamera dan alat bedah lainnya, maka proses pemulihannya jadi lebih cepat. Selain rasa nyeri yang ringan, komplikasi yang lebih rendah dan masa rawat pasien yang lebih pendek.

"Meski biayanya lebih mahal dibandingkan operasi dengan pembedahan biasa, tetapi umumnya pasien sangat puas dengan hasilnya. Karena mereka tidak berlama-lama merasakan sakit pasca operasi, sehingga bisa kembali beraktivitas seperti biasanya," ucap dr Barlian.

Ditambahkan, semua tindakan bedah saat ini umumnya sudah dilakukan dengan cara laparoskopi. Dari tindakan bedah sederhana hingga ke hal yang kompleks seperti laparoscopic bariotic surgery yaitu pembedahan bagi pasien yang mengalami obesitas. Operasi tersebut pada beberapa kasus bisa menghilangkan penyakit diabetes yang awalnya diderita para obesitas.

"Ini sungguh diluar dugaan. Tujuan operasi hanya untuk menurunkan berat badan, ternyata diabetesnya juga hilang. Gula darah mereka kembali normal," katanya.

Tindakan bedah laparoskopi kompleks lainnya yang telah dilakukan dokter Indonesia, disebutkan dr Barlian, antara lain pengambilan batu di saluran empedu, pembedahan untuk mengambil tumor di usus dan tindakan pengangatan tumor pada kelenjar pankreas (getah perut).

"Saya berharap para dokter bedah di Indonesia mulai dari Aceh sampai Papua, sudah bisa melakukan bedah laparoskopi. Sehingga makin banyak pasien yang mendapatkan manfaat teknologi ini," kata dr Barlian menandaskan. (TW)

 

{jcomments on}

SDM KESEHATAN: Dibutuhkan Ribuan Ahli Epidemiologi Lapangan

26septSetiap daerah seharusnya memiliki sedikitnya 10 ahli epidemiologi lapangan untuk membantu perencanaan pembangunan kesehatan berbasis bukti. Mengingat, tantangan kesehatan Indonesia di masa depan makin berat dengan adanya tiga beban penyakit.

Demikian dikemukakan HM Subuh, Sesdirjen Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan, Kementerian Kesehatan dalam temu media, di Jakarta, Jumat (26/9), terkait akan digelarnya Pertemuan Ilmiah Epidemiologi Nasional pada 1-2 Oktober mendatang, di Bandung.

Dijelaskan, ahli epidemiologi sangat diperlukan karena Indonesia di masa depan akan menghadapi 3 beban kesehatan. Selain masalah penyakit menular dan penyakit degeneratif yang jumlahnya terus meningkat, tantangan kesehatan lain berhubungan dengan globalisasi seperti kasus flu burung, mers atau ebola.

"Kondisi ini harus diantisipasi dengan baik oleh ahli epidemiologi, agar tidak menjadi beban pembangunan," ujar HM Subuh yang dalam kesempatan itu didampingi Direktur Surveilans, Imunisasi, Karantina dan Kesehatan Matra, Desak Made Wismarini dan Direktur Field Epidemiologi Training Program, I Nyoman Kandun.

Ia menyebutkan, kebutuhan ideal ahli epidemiologi minimal 579 tenaga ahli epidemiologi lapangan dan 1.022 tenaga asisten ahli epidemiologi kesehatan lapangan. Perinciannya, 2 tenaga ahli epidemiologi lapangan untuk tingkat provinsi, 1 tenaga ahli dan 2 asisten untuk setiap kabupaten.

"Puskesmas pun membutuhkan minimal 1 asisten ahli epidemiologi lapangan untuk mengumpulkan informasi dan memasukkan data epidemiologi yang ada di daerahnya. Lewat data itu, akan tergambar dengan jelas, fakta seputar penyakit yang ada di lapangan," ucap HM Subuh menegaskan.

Hal itu juga selaras dengan Peraturan Pemerintah (PP) No 38 Tahun 2007 yang mengharuskan seorang kepala dinas kesehatan atau manajer kesehatan memiliki kompetensi teknis dalam bidang epidemiologi. Sehingga mereka mampu memanfaatkan tenaga epidemiologi lapangan yang ada baik di tingkat provinsi atau kabupaten.

Guna mengisi kebutuhan akan tenaga ahli epidemiologi lapangan, HM Subuh mengatakan, Kemenkes bekerjasama dengan 2 perguruan tinggi yaitu Universitas Indonesia (UI) dan Universitas Gadjah Mada (UGM) sejak tahun 1982 telah membuat program pendidikan ahli epidemiologi non gelar selama 2 tahun.

"Tetapi belakangan peminatnya menurun, sehingga Kemenkes bekerjasama dengan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan mulai 2008 lalu menjadikan program bergelar magister. Peminatnya kembali meningkat," ujarnya.

Guna meningkatkan jumlah kepesertaan, lanjut HM Subuh, Program Magister Epidemiologi Lapangan juga dibuka di Universitas Udayana, Bali, Universitas Airlangga Surabaya dan Universitas Hasanuddin, Makassar dan sejumlah perguruan tinggi negeri lainnya dalam proses pengajuan izin. (TW)

{jcomments on}

Menkes: Penggunaan Obat Antibiotik Berlebihan

Menteri Kesehatan (Menkes) Nafsiah Mboi meminta dukungan organisasi profesi kefarmasian untuk menertibkan apotik dan toko obat yang menjual obat antibiotik secara bebas. Kondisi ini berbahaya, mengingat sudah ada 8 jenis obat antibiotik yang menimbulkan resistensi dalam tubuh.

"Akibat penggunaan antibiotik yang irrasional, saat ini dilaporkan ada 8 jenis antibiotik yang sudah resisten. Ini berbahaya, karena saat obat tersebut dibutuhkan justru tidak memberi efek kesembuhan," kata Nafsiah Mboi usai melantik Komite Farmasi Nasional, di Jakarta, Selasa (23/9).

Menurut Menkes, penggunaan maupun penjualan obat antibiotik di Indonesia sudah amburadul. Selain bisa dibeli tanpa secara bebas, obat antibiotik juga sering diresepkan para dokter secara berlebihan.

"Sakit flu yang sebenarnya bisa sembuh sendiri dengan istirahat dan makan cukup, dokter justru memberi antibiotik lantaran supaya cepat sembuh. Dokter juga harus dicerahkan ilmunya, agar tak mudah memberi obat antibiotik kepada pasiennya," ucap Menkes.

Nafsiah mengemukakan, sebenarnya pemerintah telah melakukan pembatasan penggunaan antibiotik, sebagaimana ditetapkan dalam Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 2406/MENKES/PER/XII/2011 tentang Pedoman Umum Penggunaan Antibiotik. Namun, fakta di lapangan penggunaan dan penjualan obat antibiotik masih berlebihan.

"Ini tantangan tak hanya bagi Kementerian Kesehatan dan organisasi profesi kesehatan, termasuk masyarakat untuk ikut mengawasi penggunaan obat antibiotika agar tidak menimbulkan bencana di masa depan," ucap Menkes menegaskan.

Ditambahkan, penyalahgunaan antibiotik pun tak hanya pada manusia tapi juga pada hewan. Pengusaha sering pakai antibiotik untuk membuat hewannya gemuk. "Ini jelas melanggar peruntukkan obat antibiotik," katanya.

Dijelaskan, pada manusia, intensitas penggunaan antibiotik yang relatif tinggi menimbulkan berbagai permasalahan terutama resistensi bakteri terhadap antibiotik. Pada awalnya resistensi terjadi di tingkat rumah sakit, tetapi lambat laun juga berkembang di lingkungan masyarakat, khususnya kuman Streptococcuspneumoniae(SP), Staphylococcusaureus, dan Escherichiacoli.

Beberapa kuman resisten antibiotik sudah banyak ditemukan di seluruh dunia, yaitu Methicillin Resistant Staphylococcus Aureus (MRSA), Vancomycin-Resistant Enterococci ( VRE), Penicillin-Resistant Pneumococci, Klebsiella pneumoniae yang menghasilkan Extended-SpectrumBeta-Lactamase (ESBL), Carbapenem Resistant Acinetobacterbaumannii dan Multiresistant Mycobacterium tuberculosis.

Selain penggunaan antibiotik yang berlebihan, Menkes juga mengaku kesal pada produsen obat-obatan palsu yang kini semakin marak. Obat palsu tersebut sangat beragam jenisnya, mulai dari yang dosisnya tak sesuai dengan keterangan, obat tidak terdaftar di Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) juga jamu yang dicampur dengan bahan kimia sehingga rentan menyebabkan keracunan.

"‎Tidak ada ampun bagi orang-orang yang merusak anak bangsa dengan sengaja membuat obat-obatan palsu," ucap Nafsiah Mboi menandaskan. (TW)

{jcomments on}

Indonesia diharapkan terapkan pembangunan berwawasan kesehatan

Indonesia sudah saat melakukan rekonstruksi Sistem Kesehatan Nasional untuk pelaksanaan pembangunan berwawasan kesehatan berbasis perdesaan.

Asisten Deputi Urusan Sumber Daya Kesehatan Kementerian Pembangunan Daerah Tertinggal (PDT), dr. Hanibal Hamidi mengemukakan hal itu dalam diskusi "Pembangunan Kesehatan dalam Mendukung dan Mewujudkan Revolusi Mental untuk Indonesia Hebat", di Jakara, belum lama ini.

"Proses transaksional pelayanan kesehatan menyebabkan mahalnya biaya pengobatan yang harus ditanggung masyarakat. Selain itu riset dan pengembangan untuk menangani penyakit tropis belum juga digarap oleh Pemerintah dan SDM kesehatan di Tanah air," katanya.

Dalam keterangan persnya, Senin, Hanibal mengatakan, Sistem Kesehatan Nasional itu meliputi kebijakan revitalisasi Puskesmas baik tenaga kesehatan, kelembagaan dan penganggaran, sedangkan pemberdayaan masyarakat terdiri atas pos kesehatan desa, kader dan pembiayaannya.

"Yang lebih penting lagi rumah sakit yang terhubung kuat dengan Puskesmas," katanya.

Berkaitan dengan itu, kata Hanibal Hamidi, salah satu upaya dilaksanakan Kementerian Derah Tertinggal adalah meluncurkan Program Perdesaan Sehat sejak dua tahun lalu.

Perdesaan Sehat adalah upaya Percepatan peningkatan keterjangkauan dan kualitas kesehatan dasar berdasarkan struktur kependudukan dan sumber daya wilayah perdesaan dan Percepatan peningkatan keberdayaan masyarakat untuk berperan serta secara aktif dalam pembangunan kesehatan di wilayah pedesaan.

"Faktor yang sangat menentukan kualitas kesehatan di Perdesaan adalah tersedianya dan berfungsinya dokter Puskesmas pada setiap desa, tersedia dan berfungsinya Bidan desa pada setiap Desa, tersedianya air bersih untuk setiap rumah tangga, tersedianya Sanitasi dan Gizi yang seimbang untuk ibu hamil menyusui, bayi dan balita," ujarnya.

Menurut Ketua Pokja Perdesaan Sehat itu, 200 kader relawan Perdesaan Sehat yang direkrut dan dilatih oleh perguruan tinggi mitra bertugas melakukan sosialisasi dan promosi hidup sehat, identifikasi dan pengumpulan data kesehatan masyarakat, melakukan investigasi masalah kesehatan masyarakat berbasis kasus serta melakukan advokasi perencanaan dan penganggaran di bidang kesehatan di wilayah perdesaan.

Saat ini ada 158 Kabupaten Daerah Tertinggal memiliki Indeks Pembangunan Manusia kurang dari 72,2 dan angka harapan hidup 68,8 tahun.(*)

sumber: http://www.antaranews.com

 

DPR Diminta Segera Sahkan Undang-Undang Keperawatan

Setelah lebih dari 8 tahun diperjuangkan, akhirnya Rancangan Undang-Undang (RUU Keperawatan) telah selesai dibahas Komisi IX Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI), dan kini RUU Keperawatan tinggal menunggu pengesahan rapat paripurna DPR RI.

Sekretaris Jenderal Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI) Harif Fadillah mengatakan Undang Undang Keperawatan (UUK) akan menjadi payung hukum perawat dalam menjalankan praktik dan pekerjaan profesionalnya.
Lebih dari itu, katanya, Undang-Undang Keperawatan akan memberikan landasan peningkatan kualitas dan pelayanan keperawatan kepada masyarakat.

"Undang-Undang Keperawatan akan memberikan landasan peningkatan kualitas dan pelayanan keperawatan kepada masyarakat. Perjuangan telah maksimal dilakukan oleh seluruh kalangan yang mengharapkan pelayanan perawat yang lebih baik," kata Harif, Minggu (21/9/2014).
Sudah selayaknya dalam masa-masa akhir para wakil rakyat dapat mengesahkan apa yang menjadi harapan dari 60 % tenaga kesehatan di Indonesia dalam sidang paripurna DPR RI di bulan September 2014.

Dijelaskannya, selama ini perawat sering dihantui ketidakpastian hukum dalam melayani masyarakat. Diharapkan dengan kepastian aturan yang kokoh dan jelas dalam Undang-Undang Keperawatan ini dapat meningkatkan keyakinan, semangat, pengabdian dan dedikasi perawat dalam memberikan yang terbaik bagi masyarakat.

"Perawat sebagai tulang punggung pelayanan kesehatan, bekerja 24 jam sehari dan 7 hari dalam seminggu, tersebar hingga dipelosok, kepulauan dan perbatasan yang membutuhkan kejelasan kewenangan dalam bekerja," tutur Harif.
Yang pasti, ujarnya, dengan Undang-Undang Keperawatan akan sangat sinergis dengan upaya pemerintah yang sedang meningkatkan mutu, penyebaran, pemerataan dan keterjangkauan pelayanan kesehatan di seluruh pelosok wilayah.
Terlebih, aturan ini juga dapat membentengi potensi serbuan perawat asing dalam era masayarakat ekonomi ASEAN.

sumber: http://www.tribunnews.com

 

JKN: Pasien Tenang, RS Senang

8 Eleven Show, Metro Tv episode (18/9/2014) menghadirkan Prof. Akmal Taher (Dirjen BUK). Prof Akmal diundang sebagai pembicara untuk memaparkan malam penganugerahan The Best Role Model RS Vertikal dalam Pelaksanaan JKN. Tema yang diangkat 8 Eleven Show ialah JKN: Pasien Tenang, RS Senang.

Prof. Akmal Taher (Dirjen BUK) mrenyampaikan JKN ini bertujuan untuk meningkatkan mutu dan akses, di bidang pelayanan, penanganan dan pembayaran di RS. Penghargaan diberikan pada enam RS yang berada di bawah wewenang Kemenkes. RS penerima anugerah meliputi RS Sanglah, RS Fatmawati, RS Kariadi, RS Orthopedi Surakarta, RSJ Lawang dan RS Jantung Harapan Kita. Penganugerahan ini dilakukan untuk melihat RS mana yang lebih siap untuk berubah atau memasuki era JKN. Hal-hal yang dinilai oleh Kemenkes antara lain: proses pendaftaran, pelayanannya apakah sudah sesuai dengan kepatuhan terhadap standar, penanganan komplain, manajemen dan finansial.

Simak tiga video arsip acara 8 Eleven Show melalui link berikut: sumber http://video.metrotvnews.com/

  

JKN: Pasien Senang, RS Tenang (1)

  

JKN: Pasien Senang, RS Tenang (2)

 

JKN: Pasien Senang, RS Tenang (3)

 

Simak pula berita terkait :

6 RS Vertikal Raih Penghargaan Panutan Terbaik

 {jcomments on}

 

IDI Kerja Sama APKASI Cari Model Sistem Kesehatan Daerah Yang Ideal

Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (IDI) menandatangani nota kerja sama dengan Asosiasi Pemerintah Kabupaten Seluruh Indonesia (APKASI) untuk mencari model sistem kesehatan daerah yang ideal dan implementatif bagi kabupaten/kota.

Untuk tujuan tersebut juga digelar semiloka bertajuk "Peran Sistem Kesehatan yang Terintegrasi Dalam Era Jaminan Kesehatan Nasional untuk Memperkuat Azas-Azas Ketahanan Nasional, di Jakarta, Rabu (17/9).

Dalam sambutannya, Ketua Umum PB IDI, Zainal Abidin, mengungkapkan pembangunan kesehatan di Indonesia masih dihadapkan pada berbagai permasalahan klasik yang justru kian besar dann berat.

Hal ini ditandai dengan masih tingginya Angka Kematian Ibu (AKI) dan Angka Kematian Balita (AKB), meningkatnya prevalensi gizi kurang atau stunting serta naiknya prevalensi penyakit tidak menular (PTM).

Data Kementerian Kesehatan untuk saat ini menunjukkan AKI yang pada awalnya adalah 228 per 100.000 kelahiran hidup dan ditargetkan menjadi 118 di tahun 2014, kenyataannya malah meningkat menjadi 359. AKB yang pada awalnya 34 per 1000 kelahiran hidup dan ditargetkan menurun menjadi 24 di 2014, ternyata hanya turun di angka 32.

Demikian pula prevalensi gizi kurang yang awalnya 18,4 persen ditargetkan menjadi 15 persen pada 2014, malah dari hasil Riskesdas 2013 meningkat menjadi 19,6 persen. Sama halnya dengan gizi kurang, prevalensi stunting (pendek) yang awalnya 36,8 persen meningkat menjadi 37,6 persen.

"Masih banyak masalah kesehatan yang kita hadapi, bukan hanya meningkatnya berbagai jenis penyakit, bahkan ketidaksamaan pandangan elit bangsa terhadap konsep sehat, kesehatan dan pembangunan kesehatan juga merupakan masalah besar," ungkap Zainal Abidin.

Ditambahkan Zainal, tren peningkatkan pembiayaan kesehatan di Indonesia ternyata tidak berbanding lurus dengan peningkatan derajat kesehatan rakyat Indonesia. Hingga kini, target MDG's terkait pembangunan kesehatan belum tercapai.

Hal ini dikarenakan pemerintah masih sibuk mengurus masalah hilir, sementara hulu yang paling mendasar dan menjadi akar masalah kesehatan sering diabaikan.

Misalnya, air bersih, lingkungan sehat, perumahan sehat, ketahanan pangan untuk atasi gizi buruk, penyediaan lapangan kerja untuk pengentasan kemiskinan.

"Tidak tuntasnya masalah hulu menyebabkan anak bangsa ini belum sempat memikirkan bagaimana membangun ketahanan dan kedaulatan nasional di sektor kesehatan," kata Zainal.

Padahal, dikatakan Zainal, tidak ada negeri yang bisa utuh dan bertahan tanpa menjadikan penduduknya sehat. Khusus di Indonesia, persoalan ketidakadilan pembangunan kesehatan dapat berpotensi menjadi ancaman disintegrasi.

Pada kenyataannya, kata Zainal, daya ungkit pelayanan kesehatan, utamanya pelayanan kedokteran termasuk dengan Jaminan Kesehatan Nasional-nya hanyalah 25-30 persen.

Itu artinya 70-75 persen berada di luar pelayanan kedokteran dan JKN. Inilah yang dikatakan Zainal, merupakan akar masalah dari persoalan kesehatan rakyat Indonesia.

Oleh karena itu, menurut Ketua Umum APKASI Isran Noor, kerja sama pihaknya dengan IDI untuk menggelar semiloka diharapkan dapat menemukan model baru sistem kesehatan daerah di era otonomi daerah ini.

Diharapkan ini akan menjadi titik awal untuk merumuskan dan menata sistem kesehatan nasional yang lebih baik di masa mendatang.

"Kami berharap agar kerja sama antara IDI dan APKASI bukanlah sekadar menemukan model sistem kesehatan daerah, tetapi dapat berlanjut ke tingkat implementasi model tersebut," kata Isran.

Menurut Isran, urusan kesehatan merupakan salah satu urusan wajib pemerintah darah. Perbaikan derajat kesehatan masyarakat sangat penting karena sebagai salah satu indikator kemajuan daerah. [D-13/L-8]

sumber: http://www.suarapembaruan.com

 

  • angka jitu
  • togel 4d
  • agen togel
  • slot 4d
  • bandar toto 4d
  • togel 4d
  • togel online
  • rajabandot
  • slot gacor
  • toto macau
  • toto macau
  • toto macau
  • toto macau
  • situs toto
  • situs slot
  • rtp live slot
  • toto slot
  • bandar slot
  • toto macau
  • bandar togel online
  • togel online
  • togel sdy
  • togel online
  • toto macau
  • hongkong lotto
  • hongkong lotto
  • situs slot
  • slot gacor
  • bandar slot 4d
  • bandar slot
  • bandar slot gacor
  • bandar slot gacor
  • slot dana
  • toto macau
  • bandar togel 4d
  • wengtoto
  • toto hk
  • slot dana
  • hk lotto
  • toto sdy
  • slot gacor
  • slot 5000
  • toto slot
  • toto togel 4D
  • toto macau
  • slot thailand
  • slot gacor
  • togel sidney
  • live draw sgp
  • Bandar Slot
  • bandar slot gacor
  • togel macau
  • toto slot
  • slot qris
  • slot toto 4d
  • Toto Togel 4D
  • sdy lotto
  • bola gacor
  • slot 5000
  • toto hongkong
  • toto slot
  • slot 5000
  • slot 5000
  • toto togel
  • slot 5000
  • slot 5000
  • slot 5000
  • situs toto
  • toto macau
  • slot 5000
  • BATASRAJABANDOT
  • slot 777
  • slot gacor
  • slot gacor
  • Bandar Slot
  • Situs Slot
  • Bandar Slot
  • Slot Gacor
  • situs slot
  • situs slot
  • Bandar Situs Slot Gacor
  • Situs Slot Gacor
  • Slot Demo
  • situs Slot Gacor
  • slot online
  • bokep
  • toto slot
  • Slot Demo
  • situs togel
  • bola slot
  • slot gacor
  • hitam slot
  • permainan slot
  • dewa slot
  • agent slot
  • slot toto
  • slot gacor
  • slot gacor
  • toto slot
  • akun demo slot
  • toto slot
  • slot gacor
  • slot gacor
  • https://heylink.me/iblbettotoslot
  • toto slot
  • slot88
  • situs toto
  • polototo