RUU Farmasi Masuk Konsinyering Awal Juli 2013
Jakarta, PKMK. RUU tentang Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Perbekalan Rumah Tangga (RUU Farmasi), akan masuk tahap konsinyering intensif di minggu pertama Juli 2013. Tim Panitia Kerja (Panja) Pemerintah Indonesia untuk RUU tersebut diharapkan mampu menghadirkan pakar bahasa dan pakar draft hukum. Dengan demikian, debat terkait judul RUU tersebut bisa lebih ditengahi. Demikian hasil rapat Panja RUU Farmasi di Jakarta (19/6/2013).
Dr. Abdurrahman Abdullah, Wakil Ketua Panja RUU Farmasi, menyatakan konsinyering itu akan berlangsung intensif selama satu sampai tiga hari. Sekalipun intensif, aspek kualitas diharapkan tidak dinomorduakan. Ke depannya, aspek iklan juga akan diatur di RUU tersebut. Langkah ini ditempuh agar masyarakat sebagai konsumen tidak menjadi korban iklan. "Misalnya saja, selama ini ada iklan obat dengan anak kecil sebagai model, nanti hal itu tidak dibolehkan. Demikian pula iklan obat dewasa yang tayang di jam sibuk," tambahnya. Selaku anggota Panja RUU Farmasi dari Pemerintah Indonesia, Direktur Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan Kementerian Kesehatan RI, Maura Linda Sitanggang menyatakan menyetujui agenda konsinyering tersebut. Pihaknya juga akan menghadirkan pakar bahasa ataupun pakar draft hukum seperti yang diminta.
Dalam rapat, perdebatan sempat terjadi antara DPR RI dengan Pemerintah Indonesia mengenai judul RUU tersebut. Maura Linda mengatakan, RUU tersebut selain menggunakan pendekatan pengawasan juga perlu pendekatan kesejahteraan masyarakat. Menanggapi hal tersebut, Ferrari Romawi dari Partai Demokrat berkata: "Kami oke saja kalau Pemerintah ingin lebih dari sekadar pendekatan pengawasan. Tapi, desain awal RUU ini kan untuk pengawasan. Maka apakah batang tubuh RUU bisa mengakomodir perluasan itu?" Sementara, Hendrawan Supratikno dari PDIP, menginginkan jaminan eksplisit dari Pemerintah Indonesia tentang pentingnya komitmen pengawasan dalam RUU tersebut. "Kami minta agar pendekatan pengawasan benar-benar terdefinisi dengan baik dalam RUU," kata Hendrawan. Kemudian, selaku pimpinan sidang, Abdurrahman Abdullah mengatakan, tidakkah pendekatan kesejahteraan itu nanti melemahkan aspek pengawasan?
Maura Linda menanggapi hal tersebut dengan pernyataan, agar komprehensif RUU itu perlu pendekatan kesejahteraan pula. Jadi, di dalamnya pun ada pembinaan dan tanggung jawab oleh Pemerintah Indonesia tentang ketersediaan obat dan lain-lain. Pemerintah Indonesia pun berkomitmen penuh terhadap aspek pengawasan. Bahkan, di RUU itu, Pemerintah Indonesia menambahkan bab tentang penguatan pengawasan oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM). "Pengawasan BPOM akan bersifat dari pra-market sampai post-market produk," kata dia.
Sebelum kesepakatan untuk masuk ke konsinyering tercapai, sidang sempat diskors selama lima menit oleh Abdurrahman. Hal ini untuk memberi waktu lobi antar-pihak terkait perdebatan judul RUU tersebut. Usai skors dicabut, Pemerintah Indonesia mengusulkan agar frasa "Pengaturan dan Pengawasan Sediaan Farmasi" dimasukkan ke judul RUU itu. Kemudian usulan ini akan dibahas dalam masa konsinyering itu. "Masalah judul, saya rasa tidak perlu berkepanjangan," kata Abdurrahman.