Indonesia Masih Kekurangan 1.800 Dokter Gigi

Indonesia masih mengalami kekurangan dokter gigi sebanyak 1.800 orang. Dit Bina Usaha Kesehatan Dasar, Pelayanan Kesehatan Gigi dan Mulut, Kementerian Kesehatan, Drg. R Sudono, mengatakan berdasarkan data pada 2011, Indonesia hanya memiliki 21.900 dokter gigi. "Pada 2011, terdapat 21.900 dokter gigi dengan Surat Tanda Registrasi (STR). Idealnya 1:10000 untuk melayani 237 juta penduduk Indonesia. Jadi masih kurang," kata Sudono.

Sementara itu, berdasarkan data pada 2012, sebanyak 40 persen dari 9.599 puskesmas di Indonesia belum memiliki dokter gigi. "Sekitar 60 persen puskesmas sudah ada dokter giginya," tambahnya.

Ia menambahkan, saat ini puskesmas memerlukan dukungan dalam meningkatkan peranan dokter gigi di puskesmas. Sehingga dapat memberikan pelayanan kesehatan gigi yang optimal kepada masyarakat.

Menurutnya, peranan tenaga medis di puskesmas untuk memberikan informasi terkait pentingnya merawat gigi dan mulut sangatlah penting. "Puskesmas adalah ujung tombak dalam melakukan upaya kesehatan masyarakat," kata Sudono.

Sudono mengatakan, untuk mengurangi dampak penyakit dari gigi dan mulut, pihaknya melakukan upaya penyuluhan. Pusat Promosi Kesehatan Kementerian Kesehatan, Drg. Marlina Ginting, mengatakan puskesmas selain memberi pengobatan juga memberi pelayanan promotif preventif. "Yaitu upaya edukasi ke masyarakat agar mampu menjaga kesehatan termasuk kesehatan gigi dan mulut, juga mampu mengenali permasalahan kesehatan lebih dini, agar mampu mencegah dan mengatasi," katanya.

Menurutnya, para petugas-petugas puskesmas tersebut perlu dibekali dalam memberikan edukasi kepada masyarakat. Berdasarkan data pada 2011, terdapat 30,46 persen tenaga media yang telah mendapatkan pelatihan.

Sementara itu, sebanyak 45 persen penduduk Indonesia mengalami gigi sensitif. Namun, hampir separuh lebih penduduk Indonesia masih memiliki kesadaran rendah untuk memeriksakan kepada dokter.

GlaxoSmithKline (GSK) Head of Expert Marketing, Dr. Maria Melisa, mengatakan sebanyak 52 persen masyarakat tidak berkonsultasi kepada dokter terkait keluhannya. "Dan lebih dari 75 persen belum menanganinya dengan solusi baik dan benar," katanya.

sumber: www.republika.co.id

 

Indonesia Luncurkan Situs AIDS Pertama di Asia Pasifik

Menteri Kesehatan (Menkes) Nafsiah Mboi secara resmi meluncurkan informasi tentang HIV/AIDS secara digital atau disebut AIDS Digital, di Kantor Kementerian Kesehatan, Jakarta, Kamis (31/10). AIDS Digital dibuat atas inisiatif Indonesia AIDS Coalition (IAC), yaitu sebuah lembaga swadaya masyarakat yang anggotanya berasal dari komunitas terdampak AIDS.

Menkes mengatakan, AIDS Digital ini menyediakan informasi, lokasi, dan jadwal pelayanan secara langsung, sehingga menghemat waktu dan biaya. Terutama lagi dapat mengurangi hambatan budaya yaitu rasa malu dengan adanya stigma masyarakat terhadap komunitas orang dengan HIV/AIDS (odha).

"Aplikasi ini sangat membantu para odha yang takut dan malu untuk mengakses layanan maupun informasi karena masih tingginya stigma masyarakat. Ini peluang bagi kita untuk memanfaatkan dunia informasi dan teknologi guna menjangkau odha dengan informasi HIV/AIDS, terutama generasi muda," kata Menkes.

Menkes mengatakan, aplikasi ini adalah yang pertama di Wilayah Asia dan Pasifik, juga dibuat sendiri oleh komunitas terdampak AIDS, sehingga sangat efektif memberikan informasi yang tepat. Selain itu dengan adanya fasilitasi pemanfaatan teknologi informasi ini tentunya akan memperkuat kampanye edukasi Aku Bangga Aku Tahu, yang sedang gencar disosialisasikan Kemkes dan sejumlah kementerian serta lembaga terkait.

Di dalam aplikasi ini terdapat 3 jenis layanan utama, yaitu HIV 101 yang berisi informasi dasar serta praktis terkait HIV/AIDS. Layanan ini berguna untuk pencegahan, perawatan, dukungan, dan pengobatan.

Direktur Eksekutif IAC Aditya Wardhana mengatakan, mimpi IAC untuk bisa mengakses informasi tanpa ada rasa tabu, malu dan takut akhirnya terjawab. Selama ini, kata dia, odha mengalami kendala sendiri dalam mengakses informasi tentang penyakitnya karena masih tingginya stigma.

"Dengan aplikasi ini mampu menjaga kualitas kesehatan odha, memberikan dukungan apabila ada keluarga yang menderita HIV/AIDS," kata Aditya.

Menurutnya, dengan sekitar 63 juta pengguna internet di Indonesia dan jumlahnya terus meningkat menciptakan peluang potensial untuk menyebarkan informasi dan sosialisasi. Ini menjawab kebutuhan untuk menciptakan ruang yang aman dan nyaman bagi mereka yang membutuhkan informasi tentang HIV/AIDS.

AIDS Digital ini sebagai bentuk kontribusi korban terdampak HIV/AIDS untuk memperkuat dan menyukseskan program penanggulangan HIV/AIDS di Indonesia.

Aplikasi ini juga berisi Direktori Layanan AIDS yang terdiri dari layanan tes HIV, layanan terapi antiretroviral (ARV), layanan kelompok dukungan bagi orang dengan HIV, layanan alat suntik steril, layanan methadone, layanan pencegahan HIV orang tua kepada anak, layanan rumah sakit rujukan AIDS dan layanan infeksi menular seksual.

Selain itu, juga terdapat direktori lembaga dan organisasi yang bekerja untuk program penanggulangan AIDS yang mencakup Kemkes dan jajarannya, Komisi Penanggulangan AIDS sampai tingkat kabupaten/kota, lembaga swadaya masyarakat dan juga organisasi jaringan populasi kunci.

sumber: www.beritasatu.com

 

Kebutaan Hambat Tercapainya Target MDGs

Kebutaan menjadi salah satu masalah yang dihadapi pemerintah dalam pencapaian Millenium Development Goals (MDGs) pada 2015 mendatang. Untuk mengantisipasi hal tersebut pemerintah menjamin pengobatan mata termasuk pada Badan Pelaksanaan Jaminan Sosial (BPJS).

Direktur bina Upaya Kesesehatan Dasar (BUK) Kementerian Kesehatan (Kemenkes) Dedi Kusenda mengatakan kebutaan mempengaruhi keadaan perekonomian seseorang. Hal ini berhubungan dengan target MDGs yaitu penanggulangan kemiskinan dan kelaparan selain dan target Vision 2020. Vision 2020 adalah program yang membantu masyarakat miskin yang mengalami gangguan penglihatan melalui pelayanan di masyarakat, pendidikan dan pelayanan sosial dalam menurunkan kebutaan.

Dedi mengatakan pengobatan mata seperti katarak akan dicover oleh pemerintah dalam BPJS. Untuk itu pemerintah akan menguatkan sistem pelayanan dasar primer khususnya di puskesmas melalui screening mata. Hal ini bertujuan untuk mencegah meledaknya masyarakat yang langsung pergi ke rumah sakit.

"Setiap orang akan didiagnosa sesuai dengan standar komposisi yang ditentukan. Untuk itu kita akan menguatkan dari sistem, biaya dan SDM," kata Dedy pada Selasa (29/10).

Dia mengatakan hal ini merupakan upaya pencegahan dan antisipasi sebelum penyakit mata berlanjut mengakibatkan kebutaan. Namun lain yang dihadapi adalah penyebaran tenaga kesehatan seperti dokter umum dan dokter spesialis mata yang belum merata. Jumlah dokternya, lanjut Dedy, sudah cukup merata. Tetapi permasalahannya adalah mereka jarang ada yang mau dikirim kedaerah.

Akibat dari otonomi daerah, pemerintah sulit mendapatkan data untuk melakukan penanggulangan di daerah-daerah. Pemerintah akan melakukan pengelompokan sesuai regional dalam melakukan rujukan.

Dari data yang disampaikan Dedi, menurut WHO jumlah orang buta di dunia mencapai 39 juta. Sedangkan yang termasuk kedalam golongan low vision mencapai 246 juta dan yang mengalami kebutaan mencapai 285 juta.

Sedangkan penyebab kebutaan seperti katarak mencapai 51%, glukosa 8%, kelainan refaksi 35% dan kebutaan pada anak 4%. Ia menambahkan sebanyak 90% kebutaan dan gangguan penglihatan terdapat di negara miskin.

Ketua Dokter Spesialis Mata Indonesia (Perdami) Nila F. Moeloek mengatakan selama ini pelayanan kesehatan mata sering ditempatkan pada pelayanan sekunder. Untuk itu diharapkan dalam BPJS nanti, pemerintah dapat mempersiapkan layanan primer di puskesmas maksimal dengan pertanggungan sesuai dengan anggaran yang dipersiapkan.

Dia mengatakan, selain screening sebagai pemeriksaan kesehatan mata di puskesmas diharapkan masyarakat juga memeriksakan tekanan darah dan kadar glukosa. Pola hidup dan pola makan yang banyak dilakukan masyarakat sekarang ini membuat obesitas menjadi permasalahan yang dapat menyebabkan kebutaan.

Nila mengatakan saat ini terdapat sekitar 2000 dokter spesialis mata. "Namun kami meminta agar pemerintah memperbaiki pelayanan kesehatan sekunder harus dilengkapi dengan sarana, alat, dan sistem pembiayaan yang jelas," kata Nila.

Saat ini di Indonesia prevalensi kebutaan dikarenakan katarak mencapai 52%, glaucoma 13%, retina 9% dan penyebab lainya 10%. Sebagai utusan Presiden untuk percepatan pencapaian target MDGs, Nila mengatakan negara seharusnya dapat mengeluarkan biaya operasi katarak setiap tahunya sebesar Rp 9 Miliar. Jumlah ini membuat negara mengehemat Rp 648 Miliar per tahunya untuk dana beban hidup lansia.

"Harapan hidup masyarakat Indonesia meningkat menjadi 72 tahun. Sedangkan 46 tahun adalah usia rentan terkan katarak di tengah kebanyakan masyarakat kita," jelas Nila.(Vera Erwaty Ismainy)

sumber: www.metrotvnews.com

 

Indonesia Jadi Pusat Pengembangan dan Pelatihan Radiologi di Asia Tenggara

Indonesia akan memiliki pusat pengembangan dan pelatihan radiologi pertama di Asia Tenggara. Fasilitas ini terbangun atas kerjasama National Hospital Surabaya dengan General Electric (GE) yang disepakati Senin (28/10/2013) kemarin di Surabaya.

"National Hospital menjalin kerja sama dengan GE untuk menyediakan alat dan memberi pelatihan radiologi untuk memberikan fasilitas yang terbaik se-Asia Tenggara, karena itu tempat ini menjadi pusatnya," ujar Chief Executive Officer National Hospital Rudy Surjanto di sela-sela peresmian National Hospital pada waktu yang sama.

Rudy mengatakan, pusat pengembangan dan latihan radiologi dibangun khususnya untuk meningkatkan mutu layanan rumah sakit. Oleh sebab itu, National Hospital juga akan terus melakukan pembaharuan-pembaharuan terhadap piranti lunak yang dimilikinya.

"Piranti lunak akan selalu diperbaharui untuk menjaga layanan ini berkesimbungan. Kerja sama yang dilakukan dengan GE bertujuan agar pembarahuan ini menjadi lebih mudah," kata dia.

Pelatihan yang menjadi layanan dari fasilitas ini sasarannya adalah dokter radiologi, radiografer, teknisi, dan manajemen GE di Asia Tenggara. Didukung dengan peralatan termutakhir, misalnya CT Scan 128 Slice, dengan kemampuan interpolasi 500 slices dan MRI 3 Tesla Wide Bore, dan piranti lunak yang selalu diperbaharui, Rudy optimis National Hospital akan menjadi rujukan pelatihan radiologi.

Menurut Rudy, kerja sama yang dilakukan dengan GE merupakan upaya yang paling tepat guna mewujudkan pusat pengembangan dan pelatihan radiologi pertama di Indonesia, dan Asia Tenggara ini. GE, kata Rudy, tidak hanya inovatif menciptakan alat, tetapi juga selalu memperbaharui piranti lunak secara berkala.

Dalam kesempatan yang sama, Menteri Kesehatan Nafsiah Mboi mengatakan, dengan adanya pusat pengembangan dan pelatihan radiologi diharapkan dapat berdampak positif bagi kemajuan teknologi kedokteran di Indonesia maupun Asia Tenggara. Selain itu, Indonesia juga dapat diandalkan sebagai penyedia layanan terpercaya pengobatan.

"Dengan fasilitas peralatan kesehatan yang begitu modern ini, saya harapkan tidak perlu lagi ada orang yang berobat keluar negeri. Karena sebetulnya rumah sakit di Indonesia sudah dapat memberikan pelayanan yang memadai," pungkasnya.

sumber: health.kompas.com

 

Aplikasi 'AIDS Digital' Akan Diluncurkan

Indonesia AIDS Coalition (IAC), sebuah LSM yang anggotanya berasal dari komunitas terdampak AIDS, dengan dukungan penuh dari Kementrian Kesehatan akan meluncurkan Aplikasi mobile bernama "AIDS Digital".

Aplikasi ini akan diluncurkan langsung oleh Menteri Kesehatan pada tanggal 31 Oktober 2013 di Kantor Kementerian Kesehatan, Kuningan Jakarta.

Aplikasi ini adalah yag pertama di region Asia Pasifik. Aplikasi ini juga dibuat sendiri oleh komunitas terdampak AIDS sehingga mempunyai efektifitas yang tinggi serta mampu menjawab tantangan di lapangan yang diketahui dengan tepat oleh komunitas terdampak AIDS.

Kementrian Kesehatan sebagai leading sector dalam upaya menyehatkan seluruh masyarakat Indonesia, menyambut terbuka inisiatif ini dan mendukung penuh sebagai bagian mendekatkan akses informasi terkait HIV dan AIDS serta IMS kepada seluruh masyarakat Indonesia.

Aplikasi ini bisa diakses melalui dua metode yaitu berbasis website yang beralamat di www.aidsdigital.net serta berbasis mobile application yang bisa didownload di Apple Store, Blackberry Aplication Store dan Google Play. Aplikasi mobile ini bisa digunakan di Handphone Iphone, Blackberry dan Android.

Di dalam aplikasi ini, terdapat 3 jenis layanan utama yaitu HIV 101 yang berisi informasi dasar dan praktis terkait HIV dan AIDS yang berguna untuk pencegahan serta perawatan dukungan dan pengobatan, Direktori Layanan AIDS yang terdiri dari layanan tes HIV, layanan terapi ARV, layanan kelompok dukungan bagi orang dengan HIV, layanan alat suntik steril, layanan methadone, layanan pencegahan HIV orang tua kepada anak, layanan RS rujukan AIDS dan layanan Infeksi Menular Seksual.

Selain itu, juga terdapat direktori lembaga dan organisasi yang bekerja untuk program penanggulangan AIDS yang mencakup Kementerian Kesehatan dan jajarannya, Komisi Penanggulangan AIDS sampai tingkat kabupaten/kota, Lembaga Swadaya Masyarakat dan juga Organisasi Jaringan Populasi Kunci. Direktori layanan yang tersedia mencakup area di seluruh proponsi di wilayah Indonesia.

Aplikasi ini sangat praktis dan sangat bermanfaat bagi masyarakat sebab setiap isi dari direktori layanan ditampilkan dalam desain yang menarik dan mencakup informasi detail layanan, fasilitas menelpon ke layanan, fasilitas peta dan petunjuk arah serta fasilitas berbagi ke media jejaring sosial yang bermanfaat untuk menyampaikan pesan secara viral.

Hadirnya aplikasi ini diharapkan mampu meningkatkan tingkat pemahaman masyarakat mengenai informasi HIV dan AIDS yang akurat, meningkatkan tingkat kunjungan ke layanan kesehatan dan juga meningkatkan kepatuhan mengkonsumsi obat bagi orang yang terinfeksi HIV dan juga layanan bagi komunitas terdampkak lainnya.

Indonesia AIDS Coalition dan Kemenkes dengan bangga akan meluncurkan aplikasi ini guna mendukung program Zero New HIV Infection, Zero Discrimination dan Zero AIDS Related Deaths.

sumber: www.republika.co.id

 

Antisipasi Dokter Asing, Kualitas Dokter Keluarga Harus Ditingkatkan

Menjamurnya dokter asing yang berpraktek di Indonesia harus disikapi secara bijaksana. Salah satunya dengan meningkatkan kualitas dan kompetensi dokter-dokter Indonesia, khususnya di pelayanan primer, seperti puskesmas, klinik, dan dokter praktek mandiri.

Hal tersebut ditegaskan Ketua Perhimpunan Dokter Keluarga Indonesia (PDKI), Armin Nurdin, saat membuka seminar bertajuk Jaminan Kesehatan Nasional Berbasis Promotif dan Preventif, di Jakarta, Minggu (27/10). Seminar ini diikuti 300 peserta yang sebagian besar adalah dokter praktek umum.

Armin mengatakan, di era persaingan bebas dan kesepakatan masyarakat ASEAN 2015 memungkinkan dokter-dokter asing bebas masuk ke Indonesia. Diperkirakan sedikitnya 870 dokter asing yang akan berpraktik sebagai dokter "home visit" atau dokter kunjung keluarga.

Mereka membawa berbagai perlengkapan kesehatan yang sangat memadai dan siap bersaing dengan dokter-dokter Indonesia.

"Tidak ada jalan lain, selain terus menerus berupaya memperbaiki kualitas dokter-dokter kita, khususnya dokter layanan primer menjadi dokter keluarga," kata Armin.

Di samping itu, Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) yang akan dilaksanakan pada 1 Januari 2014 mengharuskan para dokter layanan primer memahami konsep dokter keluarga.

Keberadaan dokter keluarga dinilai mampu meningkatkan peran keluarga dalam menjaga kesehatan dan mencegah kesakitan. Dengan demikian beban pembiayaan akibat pengobatan bisa ditekan.

"Kalau masyarakatnya tahu cara memelihara kesehatan, mereka jarang sakit. Kalau jarang sakit, klaim asuransi tidak banyak terpakai, yang artinya ada penghematan dalam hal biaya kesehatan masyarakat. Makanya, pada sistem asuransi kesehatan massal seperti JKN, keberadaan dokter keluarga sangat penting," kata Armin.

Sayangnya, kata dia, dari 80.000 dokter praktek umum atau dokter layanan primer yang ada di Indonesia, baru sekitar 5.000 di antaranya yang memiliki pemahaman baik tentang perannya sebagai dokter keluarga.

Sementara di banyak negara, konsep dokter keluarga sudah sangat populer. Hal itu dikarenakan masyarakatnya sudah paham bahwa penanganan oleh satu dokter yang dipercaya biayanya jauh lebih irit dan risiko juga jauh lebih kecil ketimbang harus berganti-ganti dokter.

Dokter keluarga, tambah Armin, adalah dokter praktek umum. Hanya dalam prakteknya, para dokter keluarga menggunakan pendekatan kedokteran keluarga dengan empat prinsip pokok.

Pertama, meski istilahnya adalah dokter keluarga, pelayanan yang diberikan bersifat personal (invidual), bukan keluarga. Kedua, pelayanannya juga bersifat primer artinya hanya melayani sebatas dokter pelayanan primer.

Ketiga, bersifat komprehensif atau senantiasa mengupayakan pelayanan bersifat promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif, serta keempat adalah berlangsung kontinyu atau kesinambungan pelayanan.

Pemahaman serta keahlian ini, kata Armin, yang akan terus diupayakan PDKI bersama induk organisasinya yaitu Ikatan Dokter Indonesia (IDI).

"Jangan sampai seseorang dilayani oleh banyak dokter, sehingga mengulang pelayanan, pemeriksaan dan beragam jenis obat. Ujung-ujungnya biaya pengobatan menjadi sangat mahal," ucapnya.

Pelatihan dokter keluarga bagi para dokter layanan primer yang digagas PDKI akan berlangsung mulai minggu depan sampai tiga tahun ke depan. Dikatakan Armin, sedikitnya 15.000 dokter akan disasar dalam pelatihan dokter keluarga.

sumber: www.beritasatu.com

 

BEM UI Tuntut Perbaikan Kualitas Managemen Kesehatan

Puluhan mahasiswa dari Badan Eksekutif Mahasiswa Universitas Indonesia ( BEM UI ), Senin (28/10/2013) melakukan aksi unjuk rasa (unras) di depan istana negara, Jakarta Pusat.

Pantauan Tribunnews.com, massa demo menggunakan satu unit sound system B 9575 UK dan satu unit metro mini B7165NL. Saat ini aksi demo masih berlangsung dan massa masih berorasi menyerukan tuntutannya.

"Kami minta sahkan Peraturan Pemerintah turunan UU BPJS, Naikkan Anggaran Kesehatan menjadi 5% dari APBN dan Perbaiki kualitas managemen kesehatan di seluruh Indonesia serta akses yang terjangkau bagi masyarakat," teriak orator aksi dari atas mobil komando.

Dalam aksinya massa juga menggunakan almamater berwarna kuning dan membawa serta spanduk bertuliskan : "Selamatkan lahirnya JKN untuk kesehatan yang merata dan berkeadilan, Tetapkan kriteria penerima bantuan iuaran (PBI) yang lebih manusiawi, serta wujudkan akses pelayanan kesehatan yg merata diseluruh wilayah Indonesia.

Tak hanya berorasi, massa juga menyebarkan selebaran berisi :

  1. Alokasi anggaran dana kesehatan yang sesuai dengan amanat undang-undang
  2. Segera terbitkan peraturan turunan penerapan jaminan kesehatan nasional sebelum januari 2014.
  3. Akses pelayanan atau fasilitas kesehatan yang merata dan berkeadilan
  4. Kriteria Penerima Bantuan Iuaran (PBI) yang manusiawi.

sumber: www.tribunnews.com

 

Menkes Tantang dan Apresiasi RSHS

Menteri Kesehatan (Menkes) Nafsiah Mboi mengapresiasi sekaligus menantang Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) Hasan Sadikin yang merayakan Hari Ulang Tahun (HUT) ke-90. Nafsiah terkesan dengan tema "Pengabdian Tanpa Batas" karena menginspirasi karyawan dan dokter bekerja ikhlas tanpa memandang latar belakang sosial, ekonomi, budaya, agama, dan pandangan politik pasiennya.

"Semua harus bangga melayani sesama manusia dengan hati ikhlas. Saya apresiasi karyawan yang bekerja di masa kini, di masa lalu sepanjang 90 tahun, bahkan yang akan bekerja menghadapi tantangan pembangunan kesehatan mendatang," kata Nafsiah dalam Peringatan Puncak HUT RSUP Hasan Sadikin di Jalan Pasteur, Kota Bandung, Minggu (27/10/2013).

Nafsiah juga mengapresiasi Rumah Sakit Hasan Sadikin (RSHS) yang punya 20 pelayanan dengan dua unggulan yaitu pelayanan kedokteran nuklir dan pelayanan teknologi reproduksi berbantu. Selain itu RSHS juga mengembangkan 125 pelayanan subspesialistik. Sebagai RS yang berusia tua, RSHS menurut Nafsiah merupakan RS pejuang dan perjuangan.

"Mulai masa kolonial, perjuangan, masa Jepang, kembali ke Belanda sampai akhirnya merdeka dan kembali pada Indonesia. Jadi, saya harap semangat juang terus ditingkatkan di kalangan karyawan RSHS," katanya.

Namun, Nafsiah juga menantang peran RSHS, Dinas Kesehatan Jabar, dan Fakultas Kedokteran Universitas Pajadjaran (Unpad) melindungi warga Jabar. Soalnya, penyakit HiV AIDS di Jabar meningkat di kalangan perilaku seks berisiko.

"HIV bukan meningkat di kalangan pengguna jarum suntik tetapi ibu rumah tangga dan bayi yang terinfeksi dan meninggal di Jabar Saya mohon kita lindungi rakyat Jabar. Jauhkanlah pelaku beresiko," katanya. (A-199/A-147)

sumber: www.pikiran-rakyat.com