Isu Kebijakan Kesehatan Bisa Untungkan Capres 2014

Isu kebijakan kesehatan bisa menguntungkan capres di Pemilihan Umum 2014. Tapi untuk itu, isu kesehatan harus benar-benar populis dan langsung menyentuh persoalan masyarakat. "Misalnya, capres tertentu melontarkan perlunya subsidi harga obat. Itu akan menjadi isu yang populis," kata Dr. Donny Gahral Adian, pengajar Filsafat Universitas Indonesia, di Jakarta (10/10/2013).

Dalam diskusi publik yang diadakan Jaringan Aktivis Pro-Demokrasi (Prodem), Donny menyatakan isu kesehatan yang kurang populis ataupun sekadar menyangkut belanja rutin, cenderung kurang menarik perhatian masyarakat. Misalnya, kalau yang dilontarkan isu perbaikan bangunan puskesmas dan perbaikan seragam perawat.

Bagaimana kalau yang dilontarkan isu peningkatan anggaran kesehatan sebesar 5 persen dari APBN? Donny menjawab, itu merupakan isu yang juga bagus. Namun perlu diperhatikan pula penggunaan anggaran itu. Kalau kelak mayoritas anggaran untuk membayar gaji pegawai, kurang bagus. Lain halnya bila untuk program populis seperti subsidi harga obat tersebut.

Di sisi lain, isu kesehatan pun bisa berbalik merugikan capres bila dimanfaatkan lawan politik. Misalnya, saat Capres Jokowi melontarkan isu perluasan sukses KJS secara nasional, lawan politik bisa mengatakan, "KJS pun sempat kisruh, kok Anda mau menyukseskan secara nasional." Serangan balik seperti itulah yang harus diwaspadai capres, kata Donny.

 

Alokasi Anggaran untuk Kesehatan RI Kalah dari Negara Miskin

Pemerintah dituding tidak peduli dengan pembangunan bidang kesehatan. Hal itu tecermin dari rendahnya alokasi anggaran yang diberikan pemerintah pada bidang kesehatan.

Persentase anggaran kesehatan di Indonesia bahkan jauh lebih rendah jika dibandingkan dengan sejumlah negara miskin (low income country).

"Pemerintah masih belum mengerti bahwa bidang kesehatan merupakan investasi bagi pembangunan manusia," kecam peneliti bidang sosial Perkumpulan Prakarsa Ah Maftuchan di Jakarta, Rabu (9/10).

Maftuchan mencontohkan 22 dari 36 negara berkategori low income (PDB per kapita kurang dari S$1.025) telah mengalokasikan 11% anggarannya dari APBN untuk kesehatan (WHO, 2010).

Bahkan tiga negara berpendapatan rendah di Afrika, seperti Rwanda, Tanzania, dan Liberia, telah berani mengalokasikan dana untuk sektor kesehatan hingga 15% dari APBN-nya.

Di sisi lain, Cile, yang notabene negara sebaya dengan Indonesia (lower middle income country), bahkan mampu mengalokasikan anggaran untuk kesehatan hingga 16%.

"Tidak ada satu pun dari negara tersebut yang bangkrut. Jadi kalau alasan kekurangan fiskal saya rasa tidak masuk akal," ujar Maftuchan.

Badan Kesehatan Dunia (WHO) telah memasang patokan bahwa alokasi anggaran kesehatan setiap negara minimal 15% dari total APBN atau setara dengan 5% dari PDB.

Alokasi anggaran pemerintah untuk bidang kesehatan pada tahun ini, kata Maftuchan, hanya 2,1% dari APBN. Persentase jumlah ini sama dengan 2012.

Bahkan, bila dibandingkan dengan 2011, yang persentasenya 2,2%, persentase alokasi anggaran pada tahun ini mengalami penurunan.

Harus diakui, kendati secara persentase menurun, secara jumlah dari tahun ke tahun dana yang dicairkan terus meningkat, yaitu naik dari Rp30,5 miliar pada 2012 menjadi Rp36,5 miliar pada 2013.

Lantaran akan menggelar program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) pada 2014, alokasi anggaran pada tahun itu meningkat menjadi Rp44,8 miliar atau 2,4% dari APBN.

Kendati mengalami kenaikan dari segi jumlah, Maftuchan menegaskan jumlah itu masih jauh dari jumlah ideal.

Bahkan, lanjut dia, UU No 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan sudah tegas mengamanatkan bahwa minimal alokasi anggaran kesehatan 5% dari APBN.

Pada kesempatan yang sama, peneliti bidang politik Perkumpulan Prakarsa Wiko Saputra menegaskan dengan alokasi anggaran pada saat ini, sangat sulit bagi pemerintah untuk mencapai sejumlah target Rencana Kerja Pemerintah (RKP) 2014 yang telah ditetapkan.

Beberapa target RKP yang menurut Wiko mustahil untuk dicapai antara lain menurunkan angka kelahiran total sebesar 2,1 per pasangan usia subur, meningkatkan pemakaian kontrassepsi hingga 60,1%, dan menurunkan tingkat kematian ibu menjadi 118 per 100 ribu kelahiran hidup. (Cornelius Eko)

sumber: www.metrotvnews.com

 

Jutaan Warga Indonesia, Dokter Kesehatan Jiwa Hanya 750

Jumlah penduduk yang meningkat tiap tahunnya ternyata tidak dibarengi dengan jumlah dokter spesialis jiwa yang cukup.

Demikian disampaikan Ketua Umum Perhimpunan Dokter Spesialis Jiwa Indonesia, dr Tun Kurniasih. Menurutnya, saat ini, hanya ada 750 dokter spesialis jiwa yang ada di Indonesia. Itu pun penyebarannya tidak merata.

"Sebagian besar hanya berada di kota-kota besar. Walaupun jumlah lansia pengidap depresi lebih besar di ibukota, tapi bukan berarti lansia di desa juga terhindar dari gangguan kesehatan jiwa," kata Tun dalam acara peringatan hari kesehatan jiwa sedunia, Jakarta, Kamis (10/10/2013).

Meski setiap tahun ada penambahan jumlah dokter. Namun jumlahnya tidak signifikan.

"Kebutuhannya meningkat 3 kali lipat (kenaikan jumlah lansia). Tapi dokter spesialis jiwa hanya bertambah 30 dokter saja per tahunnya," kata Tun.

sumber: health.liputan6.com

 

Perokok di Aceh Kian Leluasa

Jakarta, PKMK. Perokok di Nanggroe Aceh Darussalam semakin mendapatkan tempat. Itu terlihat dari, antara lain, munculnya "kawasan tidak merokok" yang kecil di warung kopi yang banyak muncul di sana. Orang yang tidak merokok harus menepi. "Padahal sebenarnya perokoklah yang mesti dipinggirkan dan diberi tempat kecil tersendiri dalam smoking area," kata Rizanna Rosemary Darwis, peneliti dari Fakultas Ilmu Sosial dan Politik Universitas Syiah Kuala (Banda Aceh), di Jakarta (9/10/2013).

Iklan promosi produsen rokok pun leluasa muncul di Aceh. Misalnya, sebuah billboard rokok merek tertentu bisa berdampingan dengan papan kawasan tanpa rokok yang berukuran lebih kecil. "Billboard tersebut terkesan mengecilkan keberadaan kawasan tanpa rokok," kata wanita berhijab tersebut.

Lebih jauh ia mengatakan, profil sosial budaya di Aceh sering mendukung penetrasi konsumsi rokok. Misalnya, di kenduri-kenduri, rokok selalu muncul sebagai salah satu sajian. Di samping itu, tokoh-tokoh masyarakat banyak yang perokok, maka hal itu ditiru oleh masyarakat.

Statistik Kesejahteraan Rakyat Aceh Tahun 2010 menunjukkan bahwa, bagi masyarakat Aceh, persentase pengeluaran kelompok tembakau dan sirih menjadi kebutuhan dasar. Itu melebihi kebutuhan esensial seperti kelompok pakaian, pendidikan, dan kesehatan. "Persentase pengeluaran kelompok tembakau tersebut mencapai empat kali lebih besar daripada pengeluaran kelompok kesehatan dan pendidikan," dia berkata.

Sebagai rekomendasi untuk kesehatan, pengelolaan pajak rokok perlu perencanaan sistematis dan komprehensif. Kemudian disertai pengawasan ataupun evaluasi yang sinambung. "Cukai dan pajak rokok perlu dinaikkan untuk menaikkan harga jual. Itu akan mengurangi konsumsi rokok di masyarakat miskin dan keluarga," kata Rizanna.

 

Tarif Pemeriksaan Kesehatan Naik 100 persen

Tarif pengujian kesehatan bagi jemaah calon haji dinaikkan sebesar 100 persen. Kenaikan tarif kesehatan bagi calon haji ini mulai diberlakukan untuk musim haji tahun 2014.

Kenaikan tarif pengujian kesehatan ini tertuang dalam Perda Tentang Rertibusi Jasa Umum yang baru ditetapkan DPRD. Perda ini merupakan perubahan Perda Nomor 3 Tahun 2011 tentang Retribusi Jasa Umum yang mengatur 10 jenis retribusi , termasuk didalamnya mengenai retribusi pelayanan kesehatan, retribusi parkir di tepi jalan umum, dan retribusi pengendalian menara telekomunikasi.

"Tarif kesehatan jemaah haji memang berubah dan naik, dari Rp 25 ribu menjadi menjadi Rp 50 ribu," kata Kepala Dinas Kesehatan (Dinkes) Sumedang, Retno Ernawati, melalui sambungan telepon, Selasa (8/10/2013).

Retno mengatakan tarif pengujian kesehatan calon haji itu dilakukan di puskesmas. "Tarif kesehatan ini berlaku di puskesmas," kata Retno.

Selain kenaikan tarif di tingkat puskesmas, tarif pengujian kesehatan lanjutan calon haji juga naik, yang semula Rp 50.000 menjadi Rp 100.000. "Bagi yang dirujuk dari puskesmas ke rumah sakit, maka tarif pengujian lanjutan itu naik menjadi Rp 100 ribu," ujar Retno.

Retribusi pelayanan kesehatan dilakukan perubahan karena harus menyesuaikan dengan terbitnya UU Nomor 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) dimana pada 1 Januari 2014 harus sudah dijalankan di Indonesia.

Selain itu, menurut Retno, kenaikan tarif juga karena kenaikan harga obat dan bahan medis habis pakai serta alat kesehatan yang kenaikannya mencapai 100 persen. Serta adanya penambahan alat-alat bantu dan meningkatnya kemampuan puskesmas dalam pemeriksaan diagnostik penyakit serta alat penunjang kesehatan laboratorium.

sumber: id.berita.yahoo.com

 

Pelayanan berobat gratis tak boleh berhenti di Sumsel

Gubernur Sumatera Selatan Alex Noerdin mengatakan pelayanan berobat gratis yang dipeloporinya saat menjadi bupati di Kabupaten Musi Banyuasin sekitar 10 tahun lalu tidak boleh berhenti karena masalah keuangan.

"Masalah tunggakan biaya pengobatan kepada pihak rumah sakit yang sering menjadi penghambat dalam pelayanan berobat gratis bagi masyarakat miskin di sejumlah kabupaten dan kota merupakan tantangan yang harus dicarikan jalan keluarnya bukan menghentikan programnya," kata Alex di ruang VIP Bandara Sultan Mahmud Badaruddin II Palembang, Selasa malam.

Alex yang baru pulang dari Jakarta untuk menyaksikan sidang putusan sengketa pilkada gugatan sejumlah calon gubernur dan wakil gubernur atas kemenangan dirinya selaku calon petahana, akan berupaya menyelesaikan masalah berobat gratis yang tidak dapat dilayani oleh rumah sakit swasta di Palembang.

Masalah penolakan pasien dari keluarga miskin yang akan memanfaatkan program pengobatan gratis di rumah sakit swasta sebagai mitra pemerintah daerah akibat belum dibayarkannya biaya pengobatan akan segera diselesaikan.

Biaya pengobatan yang menjadi tanggung jawab Pemprov Sumsel sudah diselesaikan dengan pihak rumah sakit. Tetapi dana yang bersumber dari kabupaten dan daerah sering terlambat dibayarkan ke pihak rumah sakit menjadi permasalahan.

Pembiayaan program pengobatan gratis sebagian besar dialokasikan Pemprov Sumsel yakni sebesar 70 persen sedangkan pemerintah kota dan kabupaten hanya mengalokasikan 30 persen dari total biaya yang dibutuhkan untuk program kesehatan itu.

"Setelah mendapat kepastian hukum dalam putusan sidang Mahkamah Konstitusi yang menetapkan saya bersama wagub Ishak Mekki sebagai pemenang dalam pilkada, semua permasalahan yang menghambat program pengobatan gratis dan program prorakyat lainnya akan segera diselesaikan," ujarnya.

Selain berupaya menyelesaikan berbagai permasalahan, dalam memimpin Sumsel untuk periode kedua (2013--2018) dia akan meningkatkan kualitas program yang telah dijalankan selama periode pertama dan mengembangkan program baru seperti kuliah gratis bagi anak keluarga miskin.

Sebelumnya Pelaksana Tugas Kepala Dinas Kesehatan Pemprov Sumsel dr Fenty Aprina mengatakan Rumah Sakit Muhammadiyah Palembang terhitung 7 Oktober 2013 sementara menghentikan pelayanan berobat gratis.

"RS Muhammadiyah mulai hari ini akan menghentikan pelayanan berobat gratis bagi masyarakat kurang mampu, karena sebagian klaim pengobatan yang menjadi tanggung jawab pemerintah kabupaten dan kota belum dibayar kepada pihak rumah sakit," ujarnya.

Tunggakan biaya pengobatan di RS Muhammadiyah Palembang dari Kabupaten Banyuasin dan Ogan Ilir jumlahnya sekitar Rp1 miliar, kata Fenty.

sumber: www.antaranews.com

 

Jumlah Perokok Remaja di Tiga Propinsi Meningkat

Jakarta, PKMK. Tingkat konsumsi rokok di kalangan remaja di tiga propinsi menunjukkan peningkatan. Diantaranya Nanggroe Aceh Darussalam, Jawa Timur, dan Daerah Istimewa Yogyakarta. "Kami mendorong agar pemerintah Indonesia menaikkan cukai rokok. Sehingga harganya naik dan mencegah anak dan orang miskin merokok," kata Dr. Sonny Harry Harmadi, Kepala Lembaga Demografi Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, dalam konferensi pers di Jakarta (9/10/2013).

Peningkatan konsumsi rokok oleh remaja itu memprihatinkan. Sebab, dampak konsumsi itu baru terlihat dalam 15 sampai 20 tahun ke depan. "Remaja perokok menuai penyakit akibat merokok di usia produktif. Hal ini akan meningkatkan tingkat morbiditas (kesakitan) dan menurunkan produktivitas," kata Sonny. Ada banyak faktor pendorong peningkatan konsumsi rokok. Antara lain harga yang murah dan boleh dijual secara batangan. Faktor sosial budaya pun menjadi salah satu faktor, ucap Sonny.

Djaka Kusmartata, Kepala Bidang Kepabeanan dan Cukai II Pusat Kebijakan Pendapatan Negara Kementerian Keuangan RI, mengatakan: pada dasarnya kebijakan cukai tembakau adalah untuk mengendalikan konsumsi dan peredaran rokok. Pemerintah Indonesia pun menyadari bahwa sistem cukai masih kompleks. Sehingga menimbulkan perbedaan yang lebar antara harga rokok mahal dan murah. "Pemerintah Indonesia berupaya menyederhanakan sistem cukai ke dua jenis, yakni rokok buatan tangan dan rokok buatan mesin," kata Djaka.

 

Aturan Pembatasan Rokok di Yogyakarta Berjalan Lambat

Jakarta, PKMK. Kebijakan pembatasan rokok di Daerah Istimewa Yogyakarta telah diinisiasi, namun, berjalan sangat lambat. Sementara itu, usia perokok di Yogyakarta semakin muda. "Tingkat konsumsi rokok di Yogyakarta ataupun di Indonesia juga cenderung naik," kata Yayi Suryo Prabandari, Ph.D., peneliti dari Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada, di Jakarta (9/10/2013). Kata Yayi dalam konferensi pers, kini kebijakan kawasan tanpa rokok (KTR) di tiga kawasan masih dalam pembahasan, yaitu di Kota Yogyakarta, Kabupaten Bantul, dan Kabupaten Sleman. Sementara itu, kebijakan KTR di Kabupaten Kulonprogo dan Kabupaten Gunung Kidul, sudah lebih dulu ada.

Pada tahun 2007 di Daerah Istimewa Yogyakarta, remaja usia 10-14 tahun yang mulai merokok di angka 12,6 persen. Di tahun 2010, angka itu naik ke 19,5 persen. Kemudian, untuk usia 15-19 tahun, angka persentase itu di 39,3 persen di tahun 2007. "Dan menjadi 38,7 persen di tahun 2010," ungkap Yayi. Mengacu data Susenas 2001 dan 2004, Yayi menjelaskan bahwa mayoritas perokok adalah keluarga miskin. "Sejumlah poin Framework Convention on Tobacco Control (FCTC) belum dilaksanakan di Indonesia. "Diantaranya setiap orang bisa membeli rokok tanpa batasan umur. Serta kebijakan pengendalian rokok belum diimplementasikan luas. Terakhir, kurang penegakkan hukum," ujar Yayi.