PHBS Tekan Kasus Diare hingga 94 Persen

Pemerintah kembali mengajak masyarakat menerapkan perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS), agar kasus penyakit menular berbasis lingkungan bisa ditekan seminimal mungkin.

"Karena banyak penyakit yang timbul akibat tak menjaga kebersihan air, sanitasi dan lingkungan," kata Direktur Penyehatan Lingkungan, Ditjen Pengendalian Prnyakit dan Penyehatan Lingkungan (P2PL), Kementerian Kesehatan (Kemkes), Imran Agus Nurali, di Jakarta, Kamis (15/10).

Imran menyebutkan beberapa penyakit yang berhubungan dengan PHBS yaitu diare, cacingan, tifus, penumonia, demam berdarah, dan kaki gajah. Penyakit yang berhubungan dengan kebersihan lingkungan ini menyumbang 3,5 persen dari total kematian di Indonesia.

"Diare mendapat perhatian tertinggi, karena penyakit tersebut menurut Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2007 menjadi penyebab kematian nomor satu pada balita, sebesar 25 persen," ujarnya.

Selain itu, Imran menambahkan, diare juga berada di urutan nomor tiga sebagai penyebab kematian pada semua umur, sebesar 3,5 persen. Kerugian ekonomi menurut penelitian World Bank 2007 diperkirakan mencapai 2,3 persen dari produk domestik bruto.

"Penerapan PHBS terbukti mampu menurunkan sekitar 94 persen penyakit diare. Caranya sangat sederhana yaitu cuci tangan pakai sabun (CTPS)," kata Imran menegaskan.

Karena itu, lanjut Imran Agus Nurali, kampanye CTPS harus terus digelorakan untuk menjamin meningkatnya kesadaran masyarakat lewat perubahan perilaku secara berkesinambungan.

Adapun perilaku CTPS yang tepat, disebutkan, dilakukan sebelum menyiapkan makanan, setiap kali tangan terasa kotor, setelah buang air, setelah menceboki anak/bayi, setelah menggunakan pestisida dan sebelum menyusui bayi. (TW)

{jcomments on}

Pengobatan Hemofilia Kini Tersedia di RSUD

Guna memudahkan pasien hemofilia berobat, kini sejumlah rumah sakit umum daerah (RSUD) membuka layanan hemofilia. Karena penderita hemofilia harus berpacu dengan waktu, jika terjadi perlukaan.

"Kurangnya faktor pembeku, membuat darah yg mengalir dr luka sekecil apapun sulit berhenti. Karena itu, diupayakan fasilitas hemofilia tersedia di RSUD," kata Kepala Group Komunikasi Publik dan Hubungan Antar Lembaga BPJS Kesehatan, Ikhsan di sela acara bertajuk "We Care Hemofilia" di RSUD Kabupaten Tangerang, Rabu (14/10).

Hadir sebagai moderator dalam acara itu, aktris yang juga bintang iklan BPJS Kesehatan, Ria Irawan.

Ditambahkan, meski pasien hemofilia jumlahnya tidak terlalu banyak, namun biayanya sangat besar. Hingga September 2015, BPJS Kesehatan telah membayar Rp 68 miliar untuk 19.072 kasus hemofilia.

"BPJS Kesehatan juga menanggung seluruh biaya pengobatan penderita hemofilia. Diharapkan semua penderita hemofilia bisa mengakses layanan kesehatan semakin dekat lagi," ujarnya.

Ikhsan menambahkan, hemofilia merupakan jenis penyakit yang membutuhkan biaya sangat mahal. Karena itu negara harus hadir memberikan solusi. "engobatan hemofilia sangat mahal dan berlangsung seumur hidup," kata Ikhsan.

Diakui sejak awal penyakit diluncurkan program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) hemofilia masuk dalam cakupan manfaat pelayanan kesehatan BPJS Kesehatan. Tetapi banyak masyarakat yang tidak tahu. Untuk itu, BPJS Kesehatan gencar melakukan sosialisasi.

Sementara itu Rini Purnamasari, dokter spesialis anak daro divisi hematologi onkologi RSU Tangerang menyebut, obat untuk hemofilia yakni faktor pembeku VIII harganya sekitar Rp 2,5 juta per botol dan faktor pembeku IX sekitar Rp 4,3 juta per botol.

Untuk menentukan jenis faktor pembeku darah, dikatakan Dr Rini, pada awal pengobatan seorang pasien hemofilia harus memastikan jenis yang dideritanya, apakah tipe A akibat tubuh kekurangan faktor VIII pembekuan darah, atau hemofilia tipe B akibat kekurangan faktor IX pembekuan darah.

"Karena itu luka sekecil apapun dapat berakibat fatal, karena darahnya tidak dapat berhenti mengucur. Jika tidak ditangani segera maka bisa berakibat fatal berupa kematian," kata dr Rini menandaskan. (TW)

{jcomments on}

 

Tenaga Kesehatan di Tangsel Ikut Sosialisasi UU Tenaga Kesehatan

Sebanyak 80 tenaga nonmedis di Tangerang Selatan mengikuti sosialisasi Undang-Undang Tenaga Kesehatan. Mereka diharapkan memahami mekanisme kelengkapan administrasi.

Kegiatan yang diikuti tenaga nonmedis klinik dan rumah sakit ini difasilitasi Dinas Kesehatan Kota Tangerang Selatan.

Kepala Bidang Pelayanan Kesehatan Dinas Kesehatan Kota Tangerang Selatan Toni Kusdianto menjelaskan kegiatan ini erat kaitannya dengan penerbitan Surat Tanda Registrasi (STR) tenaga kesehatan.

"Memang terkadang banyak tenaga kesehatan yang sulit untuk membuat STR. Kami coba memfasilitasi tenaga kesehatan yang memiliki permasalahan surat izin yang lama keluar," kata Toni di Rumah Sakit Medika, BSD, Tangerang Selatan, Kamis (8/10/2015).

Menurut Toni, STR penting sebagai tanda tenaga kesehatan tersebut kompeten. STR sebagai syarat seorang tenaga kesehatan bekerja di klinik atau rumah sakit.

"Tenaga kesehatan perlu memiliki SIP (Surat Izin Praktik) atau SIK (Surat Izin Kerja) yang dikeluarkan Dinas Kesehatan. Untuk mendapatkan SIP atau SIK ini, mereka harus punya STR yang dikeluarkan oleh MTKI (Majelis Tenaga Kesehatan Indonesia)," ujar Toni.

Ketua Divisi Pembinaan Profesi MTKI, Mujiarto, juga menekankan pentingnya STR. Dia menyebut STR bisa jadi dasar kepastian hukum bagi petugas kesehatan terkait pelayanannya pada masyarakat.

"Jadi semua tenaga kesehatan yang melakukan praktik harus memiliki STR. Bagi tenaga kesehatan yang baru lulus sekolah di jurusannya wajib mengikuti uji kompetensi untuk melakukan STR yang berlaku selama lima tahun," jelas Muji.
TRK

sumber: http://news.metrotvnews.com/

 

Resistansi Antibiotik di Negara Miskin Naik, Ini Penyebabnya

Riset terbaru The Center for Disease Dynamics, Economics and Policy (CDDEP) Washington, DC, menunjukkan konsumsi global antibiotik meningkat 30 persen selama periode antara 2000 dan 2010. Penggunaan antibiotik yang terus meningkat di seluruh dunia itu terutama didorong oleh naiknya permintaan pasokan dari negara-negara berpendapatan menengah dan miskin.

Penelitian CDDEP mendokumentasikan tingkat resistansi bakteri terhadap antibiotik pamungkas dan akhirnya dapat mengancam kehidupan di seluruh dunia. Pertumbuhan konsumsi antibiotik didorong mayoritas oleh sejumlah negara berkembang, seperti Afrika Selatan, India, Kenya, dan Vietnam.

Laporan ini menyajikan gambaran yang paling jelas bagaimana dan di mana saja antibiotik digunakan dan prevalensi resistansi antibiotik dari tipe bakteri yang berbeda. Di Afrika Selatan dan India, misalnya, antibiotik tersedia secara bebas dan bisa dibeli tanpa resep dokter. Sanitasi di sejumlah daerah di sana juga buruk yang mendorong penyebaran bakteri.

"Untuk pertama kalinya, kami memiliki data dari negara-negara miskin dan menengah, tempat resistansi antibiotik sangat serius tapi jarang fokus pada solusi kebijakan," kata Direktur CDDEP, Ramanan Laxminarayan, saat memaparkan hasil penelitiannya pada 17 September lalu.

CDDEP juga menyajikan Resistance Map secara online yang mencakup seluruh dunia. Mereka berharap peta resistansi itu dapat membantu memberdayakan negara-negara miskin untuk mengambil langkah mencegah perkembangan yang lebih buruk.

Data penelitian berasal dari berbagai sumber, dari laboratorium swasta kecil di India sampai kumpulan data di European Centre for Disease Prevention and Control yang mencakup 30 negara. Data juga dipasok dari Afrika Selatan, India, Thailand, Vietnam, Kenya, Australia, dan Selandia Baru.

Organisasi non-profit ini menggunakan data tersebut untuk memetakan tingkat resistansi antibiotik untuk 12 jenis bakteri di 39 negara dan tren penggunaan antibiotik di 69 negara dalam lebih dari 10 tahun. Dari 12 jenis bakteri umum dan berpotensi mematikan itu, termasuk Escherichia coli, salmonella, dan methicillin-resistant Staphylococcus aureus (MRSA).

sumber: http://tekno.tempo.co/

 

 

 

RSJ Minim, Lebih dari 18 Ribu ODGJ Dipasung

12oktPelayanan Kesehatan jiwa seharusnya dibuat setara dengan pelayanan kesehatan lainnya. Karena orang dengan gangguan jiwa (ODGJ) memiliki kesempatan pulih jika dideteksi, didiagnosis dan ditreatment dengan cepat.

"Integrasi kesehatan jiwa pada pelayanan umum di Puskesmas sebenarnya bisa menjadi kunci dalam penanganan ODGJ dan orang dengan masalah jiwa (ODMK)," kata Prof Dr Budi Anna Keliat, Guru Besar Keperawatan Jiwa Universitas Indonesia dalam diskusi jelang peringatan Hari Kesehatan Jiwa pada setiap 10 Oktober, di Jakarta, Jumat (9/10).

Diskusi dibuka Direktur Bina Kesehatan Jiwa Kementerian Kesehatan (Kemkes), Eka Viora dan Ketua Konsorsium Pekerjaan Sosial Indonesia (KPSI), Bagus Utomo.

Akibat masih minimnya rumah sakit jiwa (RSJ) di Indonesia, lanjut Budi Anna Keliat, penanganan ODGJ dan ODMK dilakukan dengan cara pemasungan. Dari sekitar 1 juta kasus gangguan jiwa berat, ada sekitar 18 ribu orang dipasung.

"Penemuan pasien dipasung hanya fokus pada pelayanan kuratif dan rehabilitatif, belum menyelesaikan masalah kesehatan jiwanya," ujarnya.

Menurut Budi Anna Keliat, pelayanan kesehatan jiwa di Indonesia masih menyelesaikan masalah di hilir dan bersifat pasif. Fokus pelayanan pun masih di institusi atau rumah sakit jiwa.

"Artinya, menunggu masyarakat membawa ODMK ke rumah sakit jiwa. Pelayanan yang pasif ini merugikan masyarakat. Karena masyarakat tidak tahu kapan memutuskan membawa pasien ke rumah sakit jiwa," ujarnya.

Ditambahkan, hal ini selaras dengan hasil penelitian di Jakarta bahwa 45 persen pasien yang mengalami gangguan jiwa pertama-tama mencari pelayanan ke pengobatan alternatif. Setelah kronis (8,5 persen) baru mencari pelayanan ke kesehatan jiwa.

"Kondisi ini tidak boleh dibiarkan terus. Pelayanan kesehatan jiwa di Puskesmas sudah tidak bisa ditunda-tundalagi. Agar masyarakat tak lagi berobat ke pemgobatan tradisional," ujarnya.

Sementara itu, Direktur Bina Kesehatan Jiwa, Kemkes, Eka Fiora menyayangkan sikap masyarakat yang masih mengaitkan masalah gangguan jiwa dengan hal-hal supranatural.

'Padahal gangguan jiwa tak terkait dengan hal-hal supranatural. Itu murni penyakit yang bisa diobati hingga sembuh," ucap Eka Viora.

Remaja, menurut Eka, merupakan kelompok yang rentan terkena gangguan jiwa. Remaja sering tak stabil sehingga mereka mudah terpengaruh miras, narkoba, tawuran, dan hal-hal negatif lainnya.

Gangguan jiwa pada remaja bisa dicegah sedini mungkin. Misalkan, pasangan yang akan menikah diberi konseling bagaimana mendidik anak-anaknya kelak dengan baik. Agar anaknya punya mental yang kuat, tak mudah terpengaruh dan jiwanya sehat.

Dalam menangani gangguan jiwa, lanjut Eka, pemerintah sebenarnya sudah mewajibkan Puskesmas untuk memiliki pelayanan kesehatan jiwa. Namun kebijakan itu hingga kini belum diterapkan secara optimal karena keterbatasan sumber daya dokter dan fasilitas penunjang lainnya. (TW)

{jcomments on}

Menkes canangkan Kampanye Nasional Bulan Eliminasi Kaki Gajah Tahun 2015

Menteri Kesehatan RI, Prof. dr. Nila Farid Moeloek Sp.A (K), mencanangkan Kampanye Nasional Bulan Eliminasi Penyakit Kaki Gajah (Filariasis) tahun 2015 di Lapangan Tegar Beriman, Cibinong, Kabupaten Bogor, Jawa Barat (1/10) . Kegiatan tersebut merupakan momentum dalam mewujudkan Indonesia Bebas Kaki Gajah pada tahun 2019.

Dalam sambutannya Menkes menyatakan Pemerintah bersama seluruh masyarakat sejak 40 tahun lalu mampu menurunkan masalah penyakit Kaki Gajah di Indonesia. Hal tersebut ditunjukkan dengan menurunnya presentase orang yang terinfeksi Penyakit Kaki Gajah dari 19.6% pada tahun 1970 menjadi 4,7% pada tahun 2014.

"Keberhasian ini akan kita lanjutkan dengan menuntaskan kerja besar ini dengan mewujudkan Indonesia Bebas Kaki Gajah pada tahun 2019", tandas Menkes.

Di tahun – tahun selanjutnya setiap bulan Oktober, sejumlah 105 juta penduduk di 241 kabupaten/kota endemis penyakit Kaki Gajah, harus melaksanakan Pemberian Obat Pencegahan Massal (POPM) selama 5 tahun mulai dari 2015 – 2019.

Menkes menegaskan bahwa upaya pengendalian kaki gajah tidak bisa dilakukan sendiri oleh Kementerian Kesehatan. Dukungan diperlukan dari berbagai pihak seperti Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah serta lintas sektor; masyarakat dan layanan kesehatan.

Di tingkat Pemerintah, perlu dukungan dari seluruh Pimpinan di jajaran Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah dari level Gubernur hingga Lurah.

Dukungan yang diharapkan diantaranya berupa komitmen dalam mewujudkan Indonesia Bebas Kaki Gajah 2019 yaitu berupa dukungan kebijakan yang efektif, dukungan sumber daya, serta dukungan operasional untuk menggerakkan seluruh komponen masyarakat dalam membasmi penyakit Kaki Gajah.

Di tingkat masyarakat perlu dukungan terkait kepatuhan dalam meminum obat setiap tahunnya. Di layananan kesehatan perlu lebih meningkatkan pemantauan tatalaksana guna mencegah dan mengurangi kecacatan, misalnya dengan mengingatkan pasien dan keluarga untuk menjaga kebersihan dan patuh saat berobat.

Dalam laporannya, Dirjen Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan, dr. H. Mohamad Subuh, MPPM mengatakan pada tahun 2000, negara-negara anggota WHO termasuk Indonesia dalam Majelis Kesehatan Sedunia telah menyepakati untuk mengeliminasi Penyakit Kaki Gajah (Filariasis) agar tidak menjadi masalah kesehatan masyarakat lagi tahun 2020. Terkait ini, Indonesia bertekad untuk mewujudkannya bebas Penyakit kaki Gajah pada tahun 2019.

"Untuk menindaklanjuti kesepakatan global tersebut, Indonesia telah melaksanakan langkah-langkah untuk mewujudkan Eliminasi Filariasis dalam skala Nasional secara bertahap sejak tahun 2002", kata dr. Subuh.

Bertepatan dengan pencanangan Belkaga, Menkes menyerukan kepada seluruh masyarakat agar minum obat bersama untuk Indonesia Bebas Penyakit Kaki Gajah.

Guna memantau pelaksanaan Belkaga di Kabupaten Kota, Menkes melakukan dialog melalui video conference dengan 4 bupati dan masyarakat setempat di Kabupaten Katingan, Provinsi Kalimantan Tengah; Kabupaten Rokan Hilir, Provinsi Riau; Kabupaten Banyuasin Provinsi Sumsel; dan Kabupaten Tojo Una – Una, Provinsi Sulteng.

sumber: http://www.antaranews.com/

 

 

Bencana Asap: Penderita ISPA di 6 Provinsi Capai 307 Ribu Orang

6pktKebakaran hutan yang terjadi di Sumatera dan Kalimantan telah menimbulkan masalah kesehatan. Kementerian Kesehatan mencatat ada 307 ribu orang terkena infeksi saluran napas akut (ISPA) selama kurun waktu 29 Juni - 5 Oktober 2015 di 6 provinsi di Indonesia.

"Selama kabut asap masih terjadi, gangguan pernapasan, seperti ISPA dan iritasi mata akan terus meningkat," kata Menteri Kesehatan (Menkes) Nila FA Moeloek kepada wartawan, di Jakarta, Selasa (6/10).

Penyakit lain yang mungkin timbul dari bencana asap tersebut, Menkes mengingatkan, seperti diare lantaran keterbatasan air bersih dan sanitasi buruk. Hal itu akan jadi ancaman selama wilayah tersebut tidak turun hujan.

Hadir dalam kesempatan itu Kepala Pusat Penanggulangan Krisis Kesehatan, Kemenkes Achmad Yurianto, presenter Andi F Noya dan relawan dari Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro, Akmal.

Menkes merinci 307.360 kasus ISPA yang terjadi di 6 provinsi, yaitu Riau sebanyak 45.668 kasus, Jambi 69.734, Sumatera Selatan 83.276, Kalimantan Barat 43.477, Kalimantan Selatan 29.104, dan Kalimantan Tengah 36.101 kasus.

Pusat Penanggulangan Krisis Kesehatan Kemkes mencatat, jumlah penderita ISPA akibat kabut asap rata-rata meningkat sekitar 15 - 20 persen. Peningkatan terjadi dalam tiga minggu terakhir ini.

"Kondisinya bakal makin mengkhawatirkan, jika asap tidak bisa ditanggulangi," katanya.

Sementara itu, status Indeks Standar Pencemar Udara (ISPU) hingga 5 Oktober 2015 tercatat, Riau sebesar 395,63 (level berbahaya), Jambi 585,27 (berbahaya), Sumatera Selatan 880,85 (berbahaya), Kalimantan Barat 44,16 (baik), Kalimantan Selatan 55,46 (sedang), dan Kalimantan Tengah 763,09 (berbahaya).

Menkes mengatakan, pihaknya sudah mengirimkan 27.595 ton bantuan ke delapan provinsi terdampak, berupa masker, oxycan, paket obat untuk ISPA, diare, tetes mata, dan vitamin.

Untuk mencegah dampak kesehatan yang meluas, menkes minta masyarakat, terutama yang berisiko tinggi seperti anak-anak, lansia, ibu hamil, dan yang sudah sakit, agar tidak keluar rumah bila tidak mendesak.

"Sebisa mungkin hindari kabut asap tebal, sebab meski sudah menggunakan masker, potensi anak-anak terpapar asap tetap tinggi. Selain itu, dianjurkan menjaga fisik atau kekebalan tubuh, sehingga tidak mudah sakit,"tutur Nila.

Menkes juga minta pemerintah daerah terdampak untuk selalu memperbaharui status ISPU, serta mengumumkannya kepada masyarakat. Sehingga kondisi udara tidak sehat bisa dihindari masyarakat.

Sementara itu, relawan penanggulangan bencana dari Fakultas Kedokteran Undip, Akmal mengatakan, saat ini mahasiswa kedokteran di seluruh Indonesia membuka crisis center untuk mengumpulkan dana.

Dana tersebut disalurkan ke mahasiswa kedokteran daerah terkena bencana asap. Para mahasiswa turun ke jalan untuk mendistribusikan masker, obat tetes mata, dan memberikan edukasi cara mencuci hidung. (TW)

{jcomments on}

Terbebas dari Skizofrenia

Gangguan jiwa diakibatkan gangguan fungsi otak yang biasanya terjadi pada usia remaja.

Seseorang yang mengalami gangguan kejiwaan kebanyakan diperlakukan secara diskriminatif. Kondisi ini terjadi karena masyarakat masih berpikir bahwa gangguan jiwa sangat berbahaya, terutama ketika penderitanya mengalami kekambuhan.

Menurut Ketua Seksi Skizofrenian dari Perhimpunan Dokter Spesialis Kesehatan Jiwa, Dr A A Agung Kusumawardhani SpKJ (K), gangguan jiwa biasanya kerap ditemukan pada remaja usia 15 hingga 20 tahun. Berbeda dengan bipolar, penyakit gangguan jiwa (skizofrenia) ini diakibatkan oleh gangguan fungsi otak sehingga mengganggu pola pikir seseorang.

"Gangguan pola pikir tersebut bisa menyebabkan mereka jadi berhalusinasi, berbicara sendiri, bahkan untuk jangka panjang dapat membuat pasien mengamuk dan tidak terkontrol. Hal ini yang membuat masyarakat merasa bahwa orang dengan skizofrenia (ODS) dapat membahayakan orang lain di lingkungannya," ungkap Agung, dalam pemaparan tentang kesehatan mental di Jakarta, beberapa waktu lalu.

Di Amerika Serikat (AS), lanjut Agung, jumlah ODS mencapai 2,5 juta jiwa, sedangkan di Indonesia berdasarkan data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2013 berjumlah 400 ribu orang. Salah satu penyebabnya antara lain akibat kurangnya pengetahuan dan pemahaman keluarga serta masyarakat akan gangguan atau masalah kejiwaan, masih kurangnya jumlah dan kualitas tenaga medis profesional, serta minimnya fasilitas dalam perawatan ODS.

"Padahal, fasilitas dan tenaga medis sangat penting guna menangani pasien ODS. Sayangnya, di Indonesia dokter spesialis kedokteran jiwa jumlahnya hanya satu banding 500 ribu. Sementara, di Jepang perbandingannya 1 banding 1.000," jelasnya.

Hal ini tentu sangat disayangkan, mengingat Indonesia juga merupakan salah satu negara di dunia yang tengah menuju masyarakat yang maju, tak kalah dari Jepang. Namun, melalui upaya bersama, Agung tetap berharap, baik pemerintah maupun masyarakat mau bekerja sama untuk menangani ODS. Dengan upaya bersama, diharapkan para pasien dapat melanjutkan kembali hidupnya layaknya orang normal.

"Secara umum, pasien dengan gangguan jiwa ini sebenarnya bisa sembuh total, asalkan rajin minum obat, terapi, rutin kontrol ke dokter, serta yang tak kalah penting adalah mendapatkan dukungan dari keluarga terdekat," katanya.

Sementara itu, menurut Direktur Bina Kesehatan Jiwa Kemenkes Dr Eka Viora SpKJ, saat ini pemerintah senantiasa terus berkomitmen untuk meningkatkan perhatiannya terhadap ODS. Hal ini dibuktikan dengan kedudukan pasien gangguan jiwa yang mendapatkan perlindungan yang cukup kuat di bawah Undang-Undang Kesehatan Jiwa (UU Keswa) Nomor 18 Tahun 2014.

UU Keswa ini berisi upaya promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif terhadap kesehatan jiwa. Di dalam UU Keswa ini disebutkan bahwa pasien gangguan jiwa harus diperlakukan secara manusiawi dan tidak dipasung atau ditelantarkan.

Sementara, upaya mengedukasi masyarakat dilakukan dalam bentuk pola asuh dan komunikasi yang baik dalam keluarga. Upaya ini juga dapat dilakukan di tempat kerja, sarana pendidikan, maupun melalui media massa. "Dengan UU Keswa ini, diharapkan penanganan gangguan kejiwaan, khususnya ODS, bisa lebih komprehensif dan terintegrasi mulai dari edukasi, terapi, hingga dukungan psikologis," ungkap Eka.

Selain itu, menurut Ketua Komunitas Peduli Skizofrenia Indonesia (KPSI) Bagus Utomo, dalam diskusi terkait skizofrenia, disimpulkan beberapa hal penting terhadap implementasi dignity dalam kaitan dengan kualitas pelayanan kesehatan bagi para ODS. Pertama, para ODS masih menghadapi stigma menjadi kelompok yang terpinggirkan sekaligus menjadi sasaran kekerasan fisik dan emosional. Stigma itu berasal dari keluarga, para pekerja medis, maupun masyarakat.

Kedua, para ODS masih menghadapi rendahnya kualitas pelayanan karena keterbatasan tenaga medis profesional serta keterbatasan sarana fasilitas kesehatan yang terjangkau. Ketiga, para ODS berharap, di masa depan akan muncul kesadaran dari para tenaga medis profesional dan masyarakat akan pentingnya memberikan hak mereka secara penuh.

"Selain itu, pelatihan tenaga medis profesional yang lebih baik, fasilitas perawatan yang lebih manusiawi, serta kebijakan yang lebih menyeluruh diharapkan dapat membantu penerimaan dan pelayanan ODS secara lebih baik serta lebih manusiawi," kata Bagus. n c04 ed: dewi mardiani

***
Sembuh Berkat Rutin Minum Obat

Skizofrenia merupakan penyakit gangguan jiwa yang cukup serius. Orang yang mengalaminya menjadi tidak mampu berinteraksi sosial, melumpuhkan produktivitas, serta tidak mampu memenuhi peran yang diharapkan.

Menurut spesialis jiwa Dr A A Agung Kusumawardhani SpKJ (K), skizofrenia merupakan gangguan otak yang kronis yang membuat para penderita merasa kesulitan memproses pemikirannya. Penyakit ini juga bisa terjadi pada siapa saja, baik wanita maupun pria. Namun, pada pria gejalanya cenderung muncul di usia yang lebih muda dibandingkan wanita.

"Pada tahap awal, penyakit ini sulit dideteksi. Pihak keluarga pasien umumnya juga menganggap ODS layaknya orang normal yang sedang punya masalah saja. Rata-rata pasien datang ke dokter dua tahun setelah timbul gejala," jelasnya.

Biasanya, kata dia, di tahap awal keluarga pasien lebih mendahulukan pengobatan secara keagamaan atau pengobatan tradisional. Sehingga, begitu dibawa ke dokter, gangguannya sudah telanjur akut dan susah untuk pulih ke kondisi normal.

"Sampai saat ini penyebab pasti skizofrenia masih belum ditemukan. Namun, faktor genetika, struktur ketidakseimbangan otak, kelainan bawaan pada kehamilan, serta gangguan organik akibat trauma pada kepala hingga penggunaan zat narkotika diketahui dapat menjadi penyebabnya," kata Agung menjelaskan.

Walau begitu, Agung menambahkan, ODS masih dapat disembuhkan dan dikendalikan melalui penanganan dan pengobatan yang tepat sedini mungkin. Pengobatan tersebut mengharuskan para pasien untuk meminum obat yang terkenal dengan sebutan antipsikotik.

"Obat ini tidak menimbulkan kecanduan, cara kerjanya hanya mengendalikan gejala dan mengembalikan fungsi daya pikir sang pasien yang menurun," ungkapnya. Obat tersebut merupakan cara yang tepat guna menyembuhkan pasien ODS agar pasien dapat kembali hidup normal dengan lebih baik dan bermartabat.

Salah seorang ODS, Anissa, mengaku mengalami gangguan skizofrenia karena pada awalnya dia merasa terganggu dengan lingkungannya yang cukup bising. Itu terjadi saat dia sedang menghadapi ujian tengah semester di masa perkuliahan. Dia merasa depresi, sering mengalami gangguan tidur, berhalusinasi, dan lainnya.

"Saya bahkan tidak mau minum obat, kalau minum obat saya bisa mengamuk. Akhirnya dokter memberikan alternatif pemberian obat dengan cara ditetes ke dalam makanan atau minuman saya," katanya.

Diakui pula oleh Anissa, dia pun melakukan perlawanan terhadap diri sendiri untuk sembuh dengan cara mulai bersosialisasi dengan orang lain serta mencari tahu lebih dalam tentang gangguan yang dialaminya. Pada akhirnya, cara tersebut mampu membuatnya sembuh dan terlepas dari jeratan gangguan jiwa. n c04 ed: dewi mardiani

***
Stigma Negatif ODS

Menurut WHO, adanya stigma negatif terhadap penderita ODS kerap menyebabkan mereka menjadi sasaran kekerasan.
Untuk di Indonesia sendiri, Dr Eka Viora SpKJ mengungkapkan beberapa permasalahan terkait penyakit ini, seperti:

  1. Kualitas pelayanan ODS masih belum ditangani dengan baik, terutama di daerah terpencil. Sehingga, banyak ditemui pasien yang dipasung atau dikurung di dalam ruangan seumur hidupnya.
  2. Layanan BPJS masih belum fleksibel menangani pasien ODS. Namun, pihak Kemenkes dan pemerintah masih terus berupaya meningkatkan layanan ini.
  3. Akses untuk pasien di puskesmas masih belum memadai.
  4. Kualitas ruang perawatan masih kurang.
  5. Minimnya jumlah tenaga medis.
  6. Stigma negatif tentang penyakit ini membuat pasien ODS tersingkir sehingga bagi mantan penderita ODS yang sudah sembuh sulit mendapatkan pekerjaan.
  7. Belum ada layanan 24 jam bagi pasien ODS di rumah sakit.

sumber: http://www.republika.co.id/

 

  • angka jitu
  • togel 4d
  • agen togel
  • slot 4d
  • bandar toto 4d
  • togel 4d
  • togel online
  • rajabandot
  • slot gacor
  • toto macau
  • toto macau
  • toto macau
  • toto macau
  • situs toto
  • situs slot
  • rtp live slot
  • toto slot
  • bandar slot
  • toto macau
  • bandar togel online
  • togel online
  • togel sdy
  • togel online
  • toto macau
  • hongkong lotto
  • hongkong lotto
  • situs slot
  • slot gacor
  • bandar slot 4d
  • bandar slot
  • bandar slot gacor
  • bandar slot gacor
  • slot dana
  • toto macau
  • bandar togel 4d
  • wengtoto
  • toto hk
  • slot dana
  • hk lotto
  • toto sdy
  • slot gacor
  • slot 5000
  • toto slot
  • toto togel 4D
  • toto macau
  • slot thailand
  • slot gacor
  • togel sidney
  • live draw sgp
  • Bandar Slot
  • bandar slot gacor
  • togel macau
  • toto slot
  • slot qris
  • slot toto 4d
  • Toto Togel 4D
  • sdy lotto
  • bola gacor
  • slot 5000
  • toto hongkong
  • toto slot
  • slot 5000
  • slot 5000
  • toto togel
  • slot 5000
  • slot 5000
  • slot 5000
  • situs toto
  • toto macau
  • BATASRAJABANDOT
  • slot 777
  • slot gacor
  • slot gacor
  • Bandar Slot
  • Situs Slot
  • Bandar Slot
  • Slot Gacor
  • situs slot
  • situs slot
  • Bandar Situs Slot Gacor
  • slot online
  • bokep
  • toto slot
  • Slot Demo
  • situs togel
  • bola slot
  • slot gacor
  • hitam slot
  • permainan slot
  • dewa slot
  • agent slot
  • slot toto
  • slot gacor
  • slot gacor
  • toto slot
  • akun demo slot
  • toto slot
  • slot gacor
  • slot gacor
  • https://heylink.me/iblbettotoslot
  • toto slot
  • slot88
  • situs toto
  • slot 5000