Pemerintah melalui Kementerian Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Kemenristekdikti) akan melakukan moratorium fakultas kedokteran (FK) atau program studi (Prodi) kedokteran yang baru. Hal itu dilakukan karena masih ada 32 FK atau prodi Kedokteran yang masih bermasalah.
"Moratorium tersebut akan diberlakukan mulai 2016 mendatang," kata Menristekdikti Mohammad Nasir kepada wartawan, di Jakarta, Senin (28/9).
Ditambahkan, rencana moratorium itu masih akan kami bicarakan terlebih dahulu dengan Konsil Kedokteran Indonesia. Kemungkinan moratorium akan diterapkan mulai 2016.
"Jadi mulai tahun depan, FK atau prodi kedokteran yang bermasalah tak boleh terima mahasiswa baru," ucap Nasir menegaskan.
Menurut Nasir, moratorium harus dilakukan mengingat masih ada sejumlah FK atau Prodi kedokteran yang masih bermasalah. Standar kelulusan dalam Uji Kompetensi Mahasiswa Program Profesi Dokter (UKMPPD) masih di bawah standar.
"Malah ada FK swasta yang hanya mampu meloloskan 18 persen lulusannya pada UKMPPD," ucap Nasir.
Ditambahkan, melalui moratorium pemerintah ingin fokus untuk memperbaiki FK yang bermasalah. Selain itu, pemerintah akan melakukan monitoring dan evaluasi terhadap sekitar 32 FK yang bermasalah.
"Pemerintah juga akan melaksanakan pembinaan setiap enam bulan sekali terhadap FK-FK bermasalah tersebut. Dengan melihat jumlah mahasiswa yang lulus UKMPPD masih di bawah 60 persen," tuturnya.
Setelah semua masalah diperbaiki, lanjut Nasir, pihaknya baru membuka kembali FK atau prodi kedokteran."Apalagi masih ada beberapa FK yang memiliki akreditasi C dan proses pembelajaran yang belum baik. Mereka harus dibina dulu," katanya.
Dalam kesempatan itu Nasir juga membantah telah mempersulit dokter. Penahanan ijazah bagi lulusan FK yang tak lolos UKMPPD demi menjaga kualitas pelayanan kesehatan di Indonesia.
"Tak ada maksud ingin mempersulit para dokter baru. Kami hanya ingin meningkatkan kualitas dokter. Karena semua sarjana kedokteran harus ikut UKMPPD dulu, baru dapat ijazah dokternya. Itu berarti sudah standar nasional yang ditetapkan," katanya.
Nasir menegaskan, upaya itu penting dilakukan karena profesionalitas dokter merupakan harga mati guna menjaga kualitas kesehatan di Tanah Air.
"Pemerintah tidak ikut campur dalam pelaksanaan UKMPPD. Pemerintah hanya menjadi regulator seperti termaktub dalam UU No 20/2013 tentang uji kompetensi dokter," katanya.
Terkait biaya UKMPPD yang dikeluhkan sejumlah mahasiswa diatas Rp1 juta, Nasir membantah hal itu. Karena pemerintah telah menetapkan tarif seharga Rp1 juta rupiah untuk setiap ujian.
"Jika biayanya mahal, mungkin itu biaya tambahan program bimbingan dari fakultas masing-masing. Meski ada juga FK yang tidak memungut bayaran," ucap Nasir. (TW)
{jcomments on}