Indonesia Dinilai Belum Akomodir Teknologi Kesehatan Lokal

C-TECH Group Indonesia, penemu teknologi penyembuh kanker, menilai pemerintah Indonesia belum mampu mengakomodir perkembangan teknologi dunia kesehatan untuk pelaku lokal.

Warsito R. Taruno, Group CEO C-TECH Group Indonesia, mengatakan hingga kini pemerintah belum memiliki regulasi khusus terkait dengan penggunaan secara massal teknologi kesehatan yang ditemukan oleh peneliti dalam negeri.

"Bagi peneliti dalam negeri izin edar dan skema produksi massal masih belum jelas aturannya. Hal ini menghambat perkembangan teknologi dan dunia kesehatan Indonesia," ujarnya di Tangerang, Rabu (11/3/2015).

Menurutnya, skema izin edar yang ada di Indonesia saat ini penerapannya masih diperuntukkan bagi produk-produk kesehatan luar negeri. Sementara bagi pelaku lokal yang tengah mengembangkan teknologi kesehatan, belum ada regulasi dan ketentuan yang mengaturnya.

Dia mencontohkan keberhasilan pihaknya menemukan teknologi penyembuh kanker payudara dan otak hingga kini kesulitan mendapatkan izin edar untuk digunakan oleh para praktisi kesehatan dalam menyembuhkan penyakit kanker.

Tidak hanya itu, teknologi penyembuh kanker yang ditemukan dengan biaya jauh lebih murah ketimbang teknologi dari luar negeri ini hingga kini kesulitan melakukan produksi massal dan secara resmi digunakan oleh instansi kesehatan di Indonesia.

Padahal, 90% komponen produk yang dapat menyembuhkan penyakit kanker ini berasal dari dalam negeri. Tidak hanya itu, konsep utama dari teknologi ini pun berasal dari peneliti-peneliti Indonesia.

"Produk kami bahkan telah diakui oleh Jepang dan Amerika. Jepang merupakan pihak yang secara regular memesan komponen inti teknologi ini untuk kemudian dikemas ulang dan dipasarkan ke negara lain," ujarnya.

sumber: http://industri.bisnis.com

 

Dokter Kini Terlindungi Risiko Malpraktek

10mart-1Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI) menggandeng perusahaan asuransi Asei Indonesia untuk melindungi para dokter atas risiko malpraktek. Diharapkan, proteksi semacam ini membuat dokter bekerja lebih tenang dan profesional.

Penandatanganan kerjasama dilakukan Ketua Ketua Primer Koperasi (Primkop) IDI, dr Kadarsyah dengan Dirut PT Asuransi Asei Indonesia, Eko Wari Santoso, di Jakarta, Selasa (10/3). Turut menyaksikan Ketua Umum IDI, dr Zaenal Abidin.

Pada kesempatan yang sama, dilakukan pula penandatanganan kerjasama PB IDI dengan Dirut PT Asuransi Jiwasraya, Hendrisman Rahim untuk program perlindungan hari tua dan risiko meninggal dunia.

Dr Zaenal Abidin menjelaskan, asuransi risiko malpraktek diperlukan jika melihat kasus gugatan atas tuduhan malpraktek oleh dokter semakin meningkat akhir-akhir ini. Kondisi ini tidak saja membuat stress para dokter, tetapi juga membuat "bangkrut" keuangannya.

"Karena selama proses penyelesaian kasusnya, dokter jarang praktek, padahal butuh biaya untuk jalan ke sana ke sini. Belum lagi, kalau pihak penggugat minta kompensasi uang. Dokter langsung bangkrut," tuturnya.

Soal proteksi malpraktek bagi dokter, menurut Zaenal B IDI, sebenarnya sudah digagas sejak lama. Namun, sulit mencari perusahaan asuransi yang memiliki produk khusus Tanggung Gugat Medikal Malpraktek.

"Saat bertemu dengan Asuransi Asei Indonesia, gagasan soal proteksi malpraktek ini klop. Sebagai perusahaan asuransi yang khusus menangani kerugian, Asei punya produk asuransi khusus seperti yang diinginkan IDI," ujarnya.

Ditambahkan, premi untuk bisa ikut program proteksi ini beragam mulai dari Rp 500 ribu hingga Rp 700 ribu per bulan. Dana tersebut bukan sejenis premi yang hilang jika habis waktunya, tetapi masuk dalam program hari tua yang dikelola Asuransi Jiwasraya.

"Jadi ada 3 manfaat dari program ini, dokter mendapat tunjangan hari tua dari premi yang telah dibayarkan, sekaligus proteksi dari risiko malpraktek. Jadi uangnya tidak hilang. Ini jadi semacam menabung untuk hari tua, tetapi dilindungi asuransi proteksi," ujarnya.

Dr Dien Kurtanti, General Manager Primkop IDI menjelaskan, setiap dokter yang sudah tergabung dalam asuransi ini jika terkena kasus tinggal menelpon tim penanganan kasus di IDI. Nanti bersama dengan pihak asuransi akan menyelesaikan kasus mulai dari mediasi hingga diputus oleh pengadilan.

"Selama proses mediasi hingga pengadilan, biayanya ditanggung pihak asuransi. Bahkan jika diputuskan bersalah, biaya pertanggungan hingga Rp 1,5 miliar itu pun dibayarkan asuransi. Dokter bisa lebih tenang, karena urusan sudah dilakukan asuransi," ujarnya.

Peran Primkop IDI dalam kerjasama ini sebagai administrator mulai dari pendistribusian kontribusi premi dan perantara klaim untuk kepentingan asuransi anggota IDI. (TW)

{jcomments on}

Kemkes Bakal Kirim 960 Tenaga Kesehatan ke Wilayah Terpencil

Demi menguatkan layanan kesehatan primer sesuai fokus dari kebijakan Kementerian Kesehatan Republik Indonesia (Kemenkes RI) periode 2015-2019 maka dibuatlah program Nusantara Sehat pada Februari 2015.

Dalam Rapat Kerja Kesehatan Nasional (Rakerkenas) 2015, Nusantara Sehat ini menjadi topik yang dibahas oleh Menteri Kesehatan Republik Indonesia, Nila Farid Moeloek.

Nusantara Sehat, kata Menkes, akan dilaksanakan dengan mengirimkan 960 tenaga kesehatan ke 120 Puskesmas di daerah terpencil, terutama perbatasan dan kepulauan.

"Para tenaga kesehatan ditempatkan sebagai tim, bukan berdiri sendiri, yang akan bekerja untuk mendukung dan kemudian meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan, serta memperkuat kapasitas layanan kesehatan di Puskesmas di daerah terpencil," kata Menteri Kesehatan saat pemaparan Rapat Kerja Kesehatan Nasional (Rakerkenas) 2015 di Grand Clarion Hotel & Convention Makassar, Sulawesi Selatan, Senin (9/3/2015) malam.

Dilanjutkan Menteri Kesehatan, Nusantara Sehat juga dijadikan sebagai 'penjaga gawang' agar semua pihak dapat memelihara dan menjaga kesehatan masyarakat. "Karena tentunya, kita tidak ingin masyarakat yang jatuh sakit jumlahnya semakin banyak," kata Menkes.

Dengan melakukan penguatan layanan kesehatan primer, Menteri Kesehatan berharap dapat memelihara kesehatan masyarakat Indonesia agar menjadi sumber daya manusia yang berkualitas.

"Saat ini, tentunya dengan masa transisi, masih banyak masyarakat kita merasakan kewalahan dalam pelayanan kesehatan di sekunder maupun tersier," kata Menkes.

Berhubung Nusantara Sehat diluncurkan sebagai salah satu prioritas kunci Kementerian Kesehatan selama lima tahun ke depan, Menteri Kesehatan memohon untuk memberikan dukungan penuh dari Kepala Dinas Kesehatan Propinsi/Kabupaten/Kota agar program ini dapat berjalan sukses.

sumber: http://health.liputan6.com

 

Alasan Indonesia Belum Miliki Regulasi Rokok Elektrik

Organisasi kesehatan dunia (WHO) telah mengeluarkan sikap bahwa rokok elektrik (rotrik) sangat berbahaya untuk kesehatan. Namun sampai saat ini, pemerintah Indonesia belum juga mengeluarkan regulasi terkait hal tersebut.

"Sejauh ini masih dalam pembahasan antara Kementerian Kesehatan dan BPOM," kata Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, Tjandra Yoga Aditama di seminar kesehatan yang digelar Yayasan Pemerhati Kesehatan Publik (YPKP) Indonesia di Jakarta, Selasa (3/3).

Pembahasan terkait rotrik sebetulnya sudah berlangsung sejak tahun 2014. Tapi, menurut Tjandra, ada beberapa persoalan yang membuat regulasi tentang rokok yang dikenalkan pertama kali di Tiongkok pada 2003 itu belum juga rampung.

"Ada banyak hambatan, salah satunya karena rokok elektrik ini belum masuk dalam produk kesehatan. Kalau rokok (konvensional) kan jelas sekali ada aturannya di PP 109, sementara ini (rotrik) hanya barang publik saja yang dijual tanpa izin Kementerian Kesehatan atau BPOM," ujarnya.

Alasan lainnya juga karena rotrik memiliki jenis yang beragam. WHO sendiri memperkirakan saat ini terdapat 466 merek produk rokok elektrik global dengan nilai penjualan mencapai US$ 3 miliar.

"Rokok elektrik itu banyak macamnya, ada yang menggunakan nikotin, ada juga yang hanya memakai perasa tanpa nikotin. Inilah yang membuat kami kesulitan menyusun regulasi," ujarnya.

Kepala Sub Direktorat Pengawasan Rokok Direktorat Pengawasan Napza BPOM, Lela Amelia menambahkan, saat ini rotrik memang dijual bebas tanpa cukai, tanpa label peringatan dan dipasarkan dengan berbagai cara, misalnya pemasukan impor dengan label barang alat elektronik, atau pembelian terbatas dengan frekuensi besar untuk menyiasati cukai.

"(Rokok elektrik) yang beredar di Indonesia itu masuk dalam barang elektronik. Jadi belum ada regulasinya apakah dilarang atau dibatasi. Saat ini (regulasinya) masih dalam proses," kata Lela.

sumber: http://www.beritasatu.com/

RSPAD Gatot Subroto Temukan Terapi Efektif DBD

7mart15Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat (RSPAD) Gatot Soebroto Jakarta berhasil menciptakan terapi efektif penanganan oldemam berdarah dengue (DBD) berstandar internasional.

"Tim peneliti kami telah berhasil membuat ekstrak obat DBD yang bernama Propolis Extract atau Propoelix berbentuk tablet yang berstandar internasional," kata Kepala RSPAD Gatot Soebroto, Brigjen TNI dr Ponco Agus Prasojo SpB kepada wartawan, di Jakarta, Kamis (5/3) petang.

Tim peneliti tersebut bekerja sama dengan PT MDxCare sebagai perusahaan netraceutical multinasional yang memfokuskan diri dalam memproduksi suplemen-suplemen dan mineral dengan intensive riset berkualitas tinggi.

Dijelaskan, Propoelix sebenarnya bukan obat utama untuk menyembuhkan DBD, tetapi merupakan obat pendukung yang bisa meningkatkan kekebalan tubuh sesuai dengan kondisi pasien.

"Monitoring utama DBD adalah pada cairan, dan propoelix ini mendukung pada penambahan cairan pada pasien untuk meningkatkan daya tahan tubuh," katanya.

Ditambahkan, obat tersebut sudah bisa didapatkan di beberapa rumah sakit besar. Namun, distribusi baru akan diperluas mulai tahun ini. Harga satu botol Propoelix sekitar Rp 400 ribu dengan isi 60 tablet.

"Obat tersebut bisa dikonsumsi orang dewasa tergantung kebutuhan. Namun, belum tersedia untuk dosis anak kecil. Nantinya penggunaan obat tersebut akan disesuaikan dengan anjuran dokter dan kondisi fisik pasien terkait," katanya.

Dengan adanya obat ini, dr Ponco Agus mengharapkan DBD bisa ditangani lebih cepat dan mengurangi resiko kematian. Kadar obat yang sesuai dengan kondisi tubuh akan mudah diserap oleh kebutuhan cairan tubuh, sehingga pasien tidak akan merasa lemas dan pusing.

"Secara singkat obat ini, mempercepat peningkatan jumlah trombosit dan menurunkan tingkat Tumor Necrosis Factor-a, sehingga mempersingkat durasi rawat inap pasien DBD," ucapnya menegaskan.

Tim peneliti obat tersebut adalah Kolonel Ckm dr Djoko Wibisono, SpPd-KGH, Letnan Kolonel Ckm dr Bagus Sulistyo Budhi, SpKJ, Mkes, Letnan Kolonel Ckm dr Soroy Lardo, SpPD, FINASIM, dan dr Yongkie Iswandi Purnama. (TW)

{jcomments on}

Saatnya Pemerintah Evaluasi Program Imunisasi Dasar

Pemerintah harus segera melakukan evaluasi program imunisasi dasar, terkait maraknya kejadian luar biasa (KLB) atas penyakit campak dan difteria di sejumlah daerah akhir-akhir ini.

"Kondisinya saat ini seperti menyimpan bom waktu yang bisa "meledak" kapan saja ke seluruh Indonesia,"kata Sri Rezeki Hadinegoro, staf pengajar Ilmu Kesehatan Anak, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia-RS Cipto Mangunkusomo, dalam diskusi media tentang program imunisasi, di Jakarta, Rabu (4/3).

Anggota Satgas Imunisasi Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) itu menduga, munculnya KLB campak dan difteria disebabkan menurunnya animo masyarakat membawa anaknya untuk imunisasi. Hal itu terjadi akibat "termakan" oleh propaganda ketidakhalalan bahan vaksin untuk imunisasi.

"Pemerintah harus kerja cepat mengembalikan kepercayaan masyarakat akan kehalalan vaksin. Untuk itu, diperlukan klarifikasi yang jelas, baik dari produsen maupun dari Majelis Ulama Indonesia sebagai lembaga sertifikasi halal di Indonesia," tuturnya.

Seperti diberitakan sebelumnya, penetapan KLB difteria terjadi di kota Padang, Bandung dan Jawa Timur pada akhir Januari 2015 lalu. Belum kelar dengan masalah itu, KLB campak pun marak di Kabupaten Aru, Maluku dan sejumlah kota di Jawa Barat seperti Bandung, Garut, Tasikmalaya, Cianjur dan Bogor.

Padahal, lanjut Sri Rezeki, penyakit seperti tuberkulosis, hepatitis B, difteria, pertusis, polio, tetanus dan campak tergolong ke dalam penyakit yang bisa dicegah dengan vaksin (vaccine-preventable diseases).

"Jika kemudian penyakit-penyakit itu merebak di kalangan anak-anak, harus dilihat lagi program imunisasi dasar yang telah dilaksanakan pemerintah apakah sudah berjalan dengan baik atau tidak," ucap Sri Rezeki mempertanyakan.

Dan yang tak kalah penting, lanjut Sri Rezeki, adalah edukasi ke masyarakat tentang pentingnya program imunisasi dasar pada anak. Mengingat 30 persen dari anak yang ada sekarang ini nanti menentukan arah dan tujuan negara ini. Untuk itu dibutuhkan generasi muda yang cerdas dan sehat. (TW)

{jcomments on}

FKUI: Beberapa wilayah Indonesia alami kejadian kesehatan luar biasa

Beberapa tahun terakhir, beberapa wilayah di Indonesia ada Kejadian Luar Biasa (KLB) dalam hal kesehatan. Di antaranya KLB difteri di Padang dan Bandung (Januari 2015), KLB campak di Kabupaten Aru, Maluku (2014), KLB difteri di Jawa Timur (2011), dan KLB campak di Bandung, Garut, Tasikmalya, Cianjur, serta Bogor (2011).

Terkait fenomena itu, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI) menggelar acara temu media tentang "Perkembangan Program Imunisasi di Indonesia" oleh CRID-TROPHID (Center for Research and Integrated Development of Tropical Health and Infectious Diseases) UI. Dilangsungkan di Ruang Kuliah Parasitologi, Departemen Parasitologi FKUI kampus Salemba, Jakarta Pusat, Rabu siang (4/3/15).

Adanya kejadian luar biasa itu, menurut dr. Kartiwa Hadi Nuryanto, SpOG(K), Koordinator Humas dan IRO Fakultas Kedokteran UI, padahal penyakit-penyakit seperti TB, Hepatitis B, Difteri, Pertusis, Polio, Tetanus, dan Campak termasuk ke dalam vaccine-preventable diseases, yaitu penyakit yang dapat dicegah dengan pemberian vaksinasi.

Data tersebut menunjukkan bahwa cakupan imunisasi disinyalir menurun. Pemerintah melalui Kementerian Kesehatan RI sejak lama mewajibkan pemberian imunisasi dasar untuk pencegahan penyakit tersebut pada anak.

"Melihat kenyataan ini, diperlukan evaluasi program imunisasi yang menyeluruh oleh semua pihak terkait. Sejalan dengan hal tersebut, masyarakat pun perlu diberi edukasi secara terus-menerus tentang pentingnya imunisasi dan hal-hal yang harus dilakukan," demikian dijelaskan dalam undangan elekroniknya yang disampaikan Kepala Kantor Komunikasi UI Rifelly Dewi Astuti, SE, MM kepada LICOM, Selasa (3/3/15).

Tak hanya itu, dia menjelaskan, maraknya propaganda mengenai kehalalan bahan vaksin membuat sebagian masyarakat menolak memberikan vaksinasi bagi anaknya. Hal ini diduga menjadi penyebab lainnya dari penurunan cakupan imunisasi di Indonesia. Diperlukan klarifikasi yang jelas, baik dari produsen maupun dari Majelis Ulama Indonesia, sebagai lembaga sertifikasi halal di Indonesia mengenai isu ini.

Tidak seperti imunisasi pada anak, pemberian imunisasi pada dewasa hingga saat ini masih belum mendapat perhatian yang semestinya baik dari penyedia pelayanan kesehatan maupun masyarakat.

"Padahal pemberian imunisasi pada dewasa seperti vaksin HPV dan vaksin Hepatitis B, memberikan manfaat yang besar dalam menurunkan angka kematian serta rantai penularan. Untuk itu, edukasi, sosialisasi dan promosi imunisasi dewasa perlu terus dilakukan."

Acara temu media ini menghadirkan pembicara sebagai berikut:

  1. "Beban Penyakit pada Anak yang Dapat Dicegah dengan Imunisasi di Indonesia" oleh Prof. Dr. dr. Sri Rezeki S. Hadinegoro, SpA(K) (Staf Pengajar FKUI, Anggota Satgas Imunisasi IDAI, dan ketua ITAGI (Indonesian Technical Advisory Group on Immunization))
  2. "Beban Penyakit pada Dewasa yang Dapat Dicegah oleh Imunisasi di Indonesia" oleh Dr. dr. Iris Rengganis, SpPD-KAI (Staf pengajar FKUI, anggota Satgas Imunisasi Dewasa PAPDI)
  3. "Cakupan Program Imunisasi di Indonesia" oleh Ditjen PP & PL, Kementerian Kesehatan RI
  4. "Perkembangan Produksi Vaksin di Indonesia" oleh Prof. dr. Amin Soebandrio, PhD, SpMK(K) (Ketua Lembaga Eijkman)
  5. "Pandangan Agama Islam tentang Imunisasi" oleh Dr. H.M. Hamdan Rasyid, MA (Majelis Ulama Indonesia) @licom_09

sumber: http://www.lensaindonesia.com/

 

Peran Penting Dokter Keluarga

SATU target Millenium Development Goals (MDG's) 2015 adalah penurunan angka kematian pada anak. Akan tetapi harapan untuk mewujudkan satu target dari MDG's ini sepertinya tidak akan tercapai tanpa usaha yang sungguh-sungguh dari semua pihak yang terkait. Di Aceh sendiri ternyata angka kematian bayi juga masih sangat tinggi. Bahkan tiap tahunnya cenderung terjadi peningkatan. Sangat ironis memang, disaat begitu banyaknya dana yang disediakan oleh pemerintah untuk memberikan effort bagi pelayanan kesehatan di Aceh, akan tetapi belum seberapa memberikan kontribusi yang maksimal bagi penurunan morbidity (kesakitan) dan mortality rate (angka kematian) pada anak.

Tingginya kematian anak di Aceh ini dapat disebabkan antara lain oleh karena masih tingginya kasus gizi buruk dan banyaknya anak yang tidak diimunisasi. Berdasarkan data Riskesdas 2013 terdapat 19,8% anak umur 12-23 bulan di Aceh yang tidak diberikan imunisasi sama sekali. Dan patut disayangkan, karena Aceh berada di posisi ke-3 setelah Papua (36,6%) dan Maluku (21,7%). Di antara 33 provinsi di Indonesia, Aceh menempati peringkat tujuh besar dengan kasus gizi buruk/kurang terbanyak. Padahal jika kita tinjau dari aspek perekonomian, pertumbuhan ekonomi kita jauh lebih tinggi dari provinsi lain seperti Papua maupun Jambi. Namun ternyata kasus gizi buruk/kurang yang terjadi pada balita di provinsi kita jauh di atas kedua provinsi tadi.

Hal ini merupakan tamparan keras bagi provider pelayanan kesehatan. Fakta ini sungguh membuat kita terhenyak dan berfikir dimanakah letak permasalahannya? Apakah dari provider pelayanan kesehatan? Ataukah dari sistemnya? Atau bahkan faktor dari pasien sendiri? Namun sudah bukan saatnya lagi bagi kita untuk mencari pihak manakah yang patut dipersalahkan atas fenomena yang terjadi, saatnya kita mencari solusi guna menuntaskan permasalahan gizi buruk-kurang pada balita mengingat untuk mencapai sasaran MDG's 2015 yaitu 15,5% maka prevalensi gizi buruk-kurang secara nasional harus diturunkan sebesar 4,1% dalam periode 2013-2015.

Menjaga tetap sehat
Penulis kali ini mencoba untuk mengurai simpul satu penghambat tercapainya target MDG's 2015 melalui peran Dokter Keluarga (DK). Pelayanan DK sangat bermanfaat untuk menyehatkan masyarakat. Hal ini dikarenakan konsep DK yang bekerja jauh ke hulu, yaitu menjaga masyarakat yang sehat agar tetap sehat dan tidak jatuh sakit. Kalaupun masyarakat jatuh sakit sakit, maka diagnosis awal berjalan dengan baik, dan angka pelayanan kedokteran di strata kedua dan ketiga dapat dikurangi.

Mungkin banyak di antara pembaca yang saat ini sering mendengar istilah dokter keluarga, apalagi saat program BPJS Kesehatan yang berlaku sejak 1 Januari 2014 silam mulai diimplementasikan. Akan tetapi banyak di antara kita yang masih bingung, apakah dokter keluarga itu sama seperti Dokter Praktik Umum (DPU)? Jangankan masyarakat, stakeholder kita pun juga masih kurang begitu memahami apakah perbedaan diantara keduanya, baik itu secara definitif, sifat dan cakupan pelayanan, cara pelayanan, peran keluarga serta jenis pelayanan yang diberikan.

Dokter Keluarga (DK) adalah dokter yang menyelenggarakan pelayanan medis kepada individu dan keluarga secara kontinyu, komprehensif, koordinatif, tanpa memandang jenis kelamin, golongan usia, penyakit, ataupun sistem organ. Jika kita tinjau dari berbagai aspek, maka akan semakin jelaslah perbedaan antara DK dengan DPU. DK memiliki sifat dan cakupan pelayanan yang lebih luas, menyeluruh dan paripurna serta tidak terbatas pada apa yang dikeluhkan oleh pasien saja. Sementara DPU, sifat dan cakupan pelayanannnya lebih terbatas dan hanya berdasar dengan apa yang dikeluhkan oleh pasien saja. Misalkan pada kasus seorang ibu yang datang membawa anaknya dengan keluhan demam, batuk dan pilek. Berbeda dengan DPU, DK tidak hanya mengatasi apa yang dikeluhkan pasien itu, namun ia juga akan melihat dari segala aspek, melihat dan mengukur berat badan, tinggi badan, untuk menentukan status gizi si anak, apakah termasuk normal, kurus atau gemuk.

Masalah kurus dan gemuk merupakan hal yang esensial karena berdasarkan Teori Baker, kurus dan gemuk pada umur dini dapat berakibat pada risiko berbagai penyakit degeneratif pada saat dewasa nanti. Sehingga dari awal, DK sudah dapat melakukan upaya deteksi dini dengan melakukan screening, sehingga dapat menegakkan diagnosa awal, sebelum permasalahan kesehatan itu menjadi kronik dan berakibat kurang baik bagi pasien, keluarga dan tenaga kesehatan. Apapun ceritanya, jika suatu penyakit dapat diketahui secara dini, maka akan lebih mudah untuk diobati, dan tentunya akan berefek pada hematnya dana kesehatan yang harus digelontorkan oleh pemerintah di masa depan (menyangkut cost effectiveness).

sumber: http://aceh.tribunnews.com/

 

  • angka jitu
  • togel 4d
  • agen togel
  • slot 4d
  • bandar toto 4d
  • togel 4d
  • togel online
  • rajabandot
  • slot gacor
  • toto macau
  • toto macau
  • toto macau
  • toto macau
  • situs toto
  • situs slot
  • rtp live slot
  • toto slot
  • bandar slot
  • toto macau
  • bandar togel online
  • togel online
  • togel sdy
  • togel online
  • toto macau
  • hongkong lotto
  • hongkong lotto
  • situs slot
  • slot gacor
  • bandar slot 4d
  • bandar slot
  • bandar slot gacor
  • bandar slot gacor
  • slot dana
  • toto macau
  • bandar togel 4d
  • wengtoto
  • toto hk
  • slot dana
  • hk lotto
  • toto sdy
  • slot gacor
  • slot 5000
  • toto slot
  • toto togel 4D
  • toto macau
  • slot thailand
  • slot gacor
  • togel sidney
  • live draw sgp
  • Bandar Slot
  • bandar slot gacor
  • togel macau
  • toto slot
  • slot qris
  • slot toto 4d
  • Toto Togel 4D
  • sdy lotto
  • bola gacor
  • slot 5000
  • toto hongkong
  • toto slot
  • slot 5000
  • slot 5000
  • toto togel
  • slot 5000
  • slot 5000
  • slot 5000
  • situs toto
  • toto macau
  • BATASRAJABANDOT
  • slot 777
  • slot gacor
  • slot gacor
  • Bandar Slot
  • Situs Slot
  • Bandar Slot
  • Slot Gacor
  • situs slot
  • situs slot
  • Bandar Situs Slot Gacor
  • Situs Slot Gacor
  • Slot Demo
  • slot online
  • bokep
  • toto slot
  • Slot Demo
  • situs togel
  • bola slot
  • slot gacor
  • hitam slot
  • permainan slot
  • dewa slot
  • agent slot
  • slot toto
  • slot gacor
  • slot gacor
  • toto slot
  • akun demo slot
  • toto slot
  • slot gacor
  • slot gacor
  • https://heylink.me/iblbettotoslot
  • toto slot
  • slot88
  • situs toto
  • polototo