Reformasi Birokrasi: Level Kapabilitas PIP bisa Diturunkan jika Tutupi Kecurangan

Kepala Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP), Ardan Adipermana mengingatkan pada Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP) untuk tidak menutup-nutupi tindakan kecurangan yang ada di jajarannya. Level pengawasnya bisa diturunkan satu tingkat dibawahnya.

"Untuk naik level dari satu menuju dua, bukan hal mudah. Karena kami berharap APIP tidak menutup mata jika melihat kecurangan. Sanksinya penurunan level," kata Kepala BPKP, Ardan Adipermana dalam pertemuan nasional Sistem Pengendalian Intern Pemerintah yang digelar Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM), di Jakarta, Senin (10/8) petang.

Ardan menambahkan, level tertinggi APIP di Indonesia adalah 3. Namun, jumlahnya sangat terbatas hanya sebanyak 1 persen dari sekitar 86 APIP. Terbanyak pada level 1 sebanyak 85 persen dan 14 persen di level 2.

"Kondisi ini berbeda dengan APIP di negara maju yang mana sudah mencapai level 4 dan lebel 5. Artinya, kualitas mereka sudah mencapai kelas dunia. Kami berharap APIP Indonesia ada yang mencapai level 4 dan 5," ucap Ardan Adipermana.

Dari 86 APIP itu, lanjut Ardan, terbanyak atau 55 persen ada di daerah, 28 persen ada di BPKP dan 15 persen ada di pemerintah pusat.

"Keberadaan APIP di daerah menjadi sangat penting karena ada sekitar 400 kepala daerah yang berpotensi terkena masalah dengan hukum," katanya.

Ardan menjelaskan APIP level satu memiliki kemampuan fundamental sebagai auditor publik. Namun, jika sudah level 2, APIP harus memiliki kemampuan mendeteksi penyimpangan dana dengan baik. Sehingga potensi penyimpangan anggaran bisa segera diluruskan.

"Kami menargetkan APIP level dua bertambah tahun ini, sehingga anggaran pemerintah bisa lebih dikendalikan," ucap Ardan.

Pada kesempatan itu BPOM melakukan terobosan, yang dipuji Kepala BPKP Ardan Adipermana yaitu penandatangan
Internal Audit Charter (Piagam Audit Internal) dan penandatanganan Pakta Integritas disaksikan oleh BPKP.

"Melalui penandatanganan itu, kami berharap APIP di BPOM lebih profesional dalam melakukan pengawasan internal," kata Kepala Badan POM, Roy Sparringa.

Roy mengaku senang karena BPKP sebagai Pembina akan meningkatkan level kapabilitas APIP. Untuk itu, pihaknya akan melakuka pembangunan infrastruktur APIP, SDM dan Kecukupan anggaran. Serta membangun standar untuk pengawasan intern.

"Dan yang tak kalah penting meningkatkan kompetensi auditor inspektorat melalui pendidikan dan pelatihan,"kata Roy menandaskan. (TW)

{jcomments on}

Publikasi Ilmiah: Hasil Penelitian Jangan Disimpan dalam Laci

Menteri Kesehatan (Menkes) Prof Nila FA Moeloek meminta pada para peneliti di jajaran Kementerian Kesehatan untuk mempublikasikan hasil penelitiannya. Dengan demikian bisa membantu upaya perbaikan kesehatan di Indonesia.

"Kami berharap penelitian tidak lagi disimpan dalam laci ruang kerja, tetapi dipublikasikan. Mungkin hasilnya bisa dipergunakan untuk perbaikan kesehatan dan kesejahteraan masyarakat," kata Prof Nila saat membuka kegiatan bertajuk Parade Dokter yang digagas Balitbangkes, di Jakarta, Selasa (11/8).

Menkes mengakui selama ini hasil penelitian masih sebatas menjadi dokumen akademik, dan jarang sekali menjadi mahakarya untuk bangsa. Padahal tak sedikit penelitian yang hasilnya luar biasa, jika dikembangkan lagi secara komersial.

"Akan kami pikirkan bagaimana hasil penelitian bisa berkontribusi bagi penyelesaian masalah kesehatan di Indonesia," ujarnya.

Untuk itu, Menkes menilai, harmonisasi dan sinkronisasi program di Litbangkes, program pengembangan di BPSDM dan programbmitra Litbangkes yang ada di unit-unit utama Kemenkes menjadi sangatlah penting.

Sementara itu, Kepala Balitbangkes Kemenkes Prof Tjanda Yoga Aditama mengatakan, selama kurun waktu 2015 Badan Litbangkes telah menghasilkan 12 doktor baru. Padahal kurun waktu 2010-2014 hanya menghasilkan 16 doktor.

"Tentu ini menjadi suatu prestasi dan pertanda kegairahan peneliti untuk terus meningkatkan kemampuan dan kapasitasnya sebagai seorang peneliti," ucapTjandra.

Bertambahnya lulusan doktor di Litbangkes menjadi 65 orang, menurut Prof Tjandra, menjadi barometer atas peningkatan kualitas sumberdaya manusia kesehatan sehingga mampu menaikan kualitas penelitian dan kinerja Litbangkes.

"Bila lulusan doktor ini ditambahkan dengan doktor di Poltekes dan unit lain di lingkungan kementerian kesehatan, tentunya ini menjadi suatu kekuatan dan aset besar untuk perbaikan upaya kesehatan masyarakat di masa depan," kata Prof Tjandra menandaskan.

Pada kesempatan itu digelar parade hasil Litbangkes dengan memaparkan 12 judul disertasi doktor, antara lain disebutkan, Potensi PencegahanKesaktian dan Kematian Perinatal, Pertumbuhan Usia Dini, Menentukan Pertumbuhan Hingga Usia Pubertas, Tropism of Pandemic 2009 H1N1 Influenza A, Induksi In Vitro Sel Punca dari Jelly Wharton menjadi Progenitor Epitel Kornea dan lainnya. (TW)

 

DPR: Anggaran Kesehatan Minimal 5 Persen

Pelayanan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan dinilai masih banyak kekurangannya. DPR menilai, hal itu salah satunya disebabkan minimnya anggaran kesehatan yang dialokasikan pemerintah.

Anggota Komisi IX DPR RI Siti Musrifah mengungkapkan, anggaran untuk kesehatan sekitar empat persen dinilai tidak mencukupi. "‎Idealnya, anggaran untuk kesehatan seharusnya minimal 5 persen (dari total belanja negara)," ujarnya di Jakarta, Minggu (9/8).

DPR, lanjut dia, meminta anggaran tersebut dinaikkan. Tujuannya, menaikkan pelayanan kesehatan. "Selain itu, anggaran tersebut juga untuk menaikkan penerima bantuan iuran (PBI)," ucapnya.

Pihaknya ingin pemerintah meng-cover seluruh biaya kesehatan masyarakat Indonesia. "Saat ini yang ter-cover pemerintah hanya 92,6 juta jiwa. Sedangkan, jumlah penduduk sekitar 250 juta jiwa," terangnya.

Di sisi lain, Siti mengaku jika kenaikan anggaran kesehatan sulit dilakukan oleh pemerintah. Sebab, banyak pos anggaran lain yang harus diperhatikan pemerintah. "Itu juga yang menjadi kendala selama ini," jelasnya.

Siti memaparkan, meski pemerintah sulit menaikkan anggaran kesehatan, pihaknya terus melakukan upaya untuk mewujudkannya. "Kami akan terus berjuang. Misalnya, dengan memberikan saran kepada pemerintah untuk menambahkan anggaran kesehatan dari cukai rokok atau menurunan pajak obat sehingga menurunkan cost kesehatan dan yang lainnya," terangnya.

sumber: http://www.jawapos.com/

 

Diskes Prioritas Tempatkan Tenaga Kesehatan di Perbatasan

Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Kalimantan Barat, Andi Jap mengatakan, untuk meningkatkan peran dokter dalam peningkatan kesehatan masyarakat, pemerintah memprioritaskan penempatan tenaga kesehatan di daerah-daerah perbatasan.

"Prioritas sekarang menempatkan tenaga kesehatan di daerah-daerah perbatasan, salah satu terobosan dari Kementerian Kesehatan salah satunya menempatkan yang namanya tenaga kesehatan secara tim," ujar Andi kepada Tribunpontianak saat seminar bersama dan halalbihalal Ikatan Dokter Indonesia (IDI) dan Persatuan Dokter Gigi Indonesia (PDGI) Kalbar di Hotel Mercure, Jl A Yani, Pontianak, Sabtu (8/8/2015).

Tim tersebut adalah dokter, perawat, bidan tenaga kesehatan lingkungan, tenaga farmasi dan lain-lain di tempatkan dalam satu daerah yang disebut program Nusantara Sehat. Kalbar pada launching program yang pertama mendapatkkan 22 tenaga yang disebar di tiga Kabupaten, yakni Kabupaten Kapuas Hulu, Sanggau dan Bengkayang.

"Kita tidak ada jumlah kuota, itu sekarang memang Kementerian Kesehatan dan pemerintah tidak bisa memaksa dokter untuk harus ke sana. Kebutuhan dokter-dokter kita memang masih kurang, idealnya dokter itu kan satu dokter untuk 2.500 penduduk, dari rasio penduduk kita masih sangat kurang," katanya.

sumber: http://pontianak.tribunnews.com/

 

Ekonomi Aceh Tumbuh di Sektor Kesehatan

Sektor jasa kesehatan dan kegiatan sosial merupakan lapangan usaha yang pertumbuhan ekonomi untuk triwulan kedua tahun 2015 sebesar 5,47 persen.

Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Aceh Hermanto, Selasa (5/8) mengatakan, selain sektor jasa kesehatan, sektor administrasi pemerintahan menyumbang sebesar 4,59 persen, disusul jasa pendidikan sebesar 4,54 persen.

"Pertumbuhan ketiga lapangan usaha ini terkait dengan serapan anggaran yang meningkat pada triwulan II, terutama belanja pegawai," ujar Hermanto. Jika dilihat dari penciptaan sumber pertumbuhan ekonomi Aceh triwulan II tahun ini masih disokong oleh pertanian, kehutanan dan perikanan sebesar 0,67 persen, diikuti kategoti industri pengolahan sebesar 0,18 persen dan kategori konstruksi sebesar 0,12 persen.

Sementara secara garis besar pertumbuhan ekonomi aceh dengan migas pada triwulan II tahun 2015 2,29 persen, tanpa migas tumbuh 2,67 persen.

Hermanto menyebutkan, pertumbuhan ekonomi tahunan Aceh (year on year) Aceh dengan minyak dan gas (migas) tumbuh negatif 1,72 persen, turun bila dibandingkan periode yang sama yang tumbuh 2,62 persen. Sementara pertumbuhan year on year tanpa migas adalah sebesar 4,34 persen, lebih baik dari periode yang sama tahun lalu sebesar 4,25 persen.

Untuk nilai Produk Domestik Bruto (PDRB) dengan migas mencapai Rp 33,07 triliun atau sebesar 2,51 miliar dolar Amerika Serikat. Sementara untuk PDRB tanpa migas adalah sebesar Rp 31,65 triliun atau 2,40 miliar dolar Amerika Serikat. (avi)

sumber: http://aceh.tribunnews.com/

 

Upaya Pemerintah Tekan Prevalensi Kanker Paru di Indonesia

Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan (Balitbangkes) Kementerian Kesehatan (Kemenkes) menyatakan bahwa ada lima upaya yang dilakukan pemerintah dalam penanganan kanker paru di Tanah Air.

"Melalui lima upaya ini, kami berharap prevalensi kasus kanker paru di Indonesia bisa semakin menurun," kata Kepala Balitbangkes Kementerian Kesehatan, Tjandra Yoga Aditama di Jakarta, Selasa (4/8) petang.

Pernyataan itu disampaikan terkait dengan Hari Kanker Paru Sedunia yang diperingati setiap 1 Agustus.

Tjandra yang juga merupakan Guru Besar Pulmonologi dan Ilmu Kedokteran Respirasi, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI) menjelaskan, upaya pertama terkait penanggulangan masalah merokok.

"Upaya yang dilakukan adalah penyuluhan kesehatan terkait bahaya merokok, terutama pada kemungkinan terkena penyakit paru mulai dari tingkat masyarakat, pelayanan kesehatan primer, sekunder dan tertier," ujarnya.

Upaya penyuluhan dan promosi kesehatan menjadi penting guna menyadarkan masyarakat tentang pentingnya menjaga kesehatan, sehingga terhindar dari penyakit. Termasuk kanker paru, sebagai dampak dari merokok.

"Dampak merokok sebenarnya banyak mulai dari jantung koroner, stroke, kemandulan hingga kanker paru. Semua penyakitnya membutuhkan biaya yang sangat besar. Karena itu sedari dini harus dicegah agar tidak terkena," katanya.

Upaya ketiga yang dilakukan, Tjandra Yoga menyebutkan, pemerintah berupaya melakukan penyediaan alat diagnostik seperti laboratorium klinik, patologi anatomik dan radiologik.Dengan demikian, masyarakat bisa mengetahui penyakit kanker paru yang dideritanya sejak stadium dini.

"Semakin dini penyakit diketahui, akan semakin murah pengobatannya. Selain itu, tingkat kesembuhannya juga semakin tinggi. Lewat teknologi ini kami berharap masyarakat bisa segera berobat ke dokter begitu mengetahui ada sejumlah gejala yang dialami, sehingga bisa diobati secara tuntas," katanya.

Jika pasien telah didiagnosa terkena penyakit kanker paru, lanjut Tjandra Yoga, pemerintah menyediakan modalitas terapi pembedahan, radioterapi dan kemoterapi.

Dan yang tak kalah penting, menurut Tjandra Yoga, penyiapan tenaga ahli seperti dokter spesialis paru, dokter bedah toraks, dokter radioterapi, dokter patologi anatomik dan klinik serta semua tim pendukungnya.

"Upaya ini harus didukung oleh sistem pembiayaan kesehatan yang mumpuni. Beruntung kita punya program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) yang mengcover biaya pasien kanker paru," katanya. (TW)

{jcomments on}

Resistensi Antibiotik Jadi Ancaman Serius

Menteri Kesehatan (Menkes) Nila FA Moeloek minta pada para pengelola layanan kesehatan untuk melakukan pengendalian penggunaan obat antibiotika. Pasalnya, resistensi terhadap antibiotika saat ini sudah menjadi ancaman serius dalam dunia kesehatan di Indonesia.

"Penggunaan antibiotika yang tidak bijak menjadi penyebab terjadinya resistensi obat. Dan ini terjadi tidak hanya pada manusia tetapi juga hewan," kata Nila saat membuka seminar bertajuk "Cegah Resistensi Antibiotika Demi Selamatkan Manusia", di Jakarta, Rabu (5/8).

Menurut Menkes, resistensi antibiotika menyebabkan penurunan kemampuan antibiotika tersebut dalam mengobati infeksi dan penyakit pada manusia, hewan dan tumbuhan. Akibatnya, pengobatan menjadi lebih sulit dan membutuhkan biaya lebih tinggi.

"Jika tidak dicegah dari sekarang, resistensi antibiotika ini akan menimbulkan kerugian yang luas, baik dari segi kesehatan maupun ekonomi," ucap Nila FA Moeloek menegaskan.

Menkes mengakui, hingga saat ini banyak masyarakat yang masih belum paham bahaya penggunaan antibiotika yang tidak tuntas dan konsumsi yang berlebihan.

"Setiap flu selalu minum obat antibiotika. Padahal, penyakit influenza tak butuh antibiotik hanya makan yang benar dan istirahat yang cukup," ujarnya.

Selain itu, penggunaan antibiotika yang tidak tuntas juga bisa menyebabkan resistensi. Obat antibiotika tak dikonsumsi lagi setelah badan dirasakan lebih baik. Padahal obat antibiotika harus dikonsumsi sesuai aturan.

Nila mengemukakan, penggunaan antibiotika secara berlebihan tak hanya menjadi masalah nasional, tetapi juga global.

Hal senada dikemukakan Hari Paraton, SpOG(K), Ketua Komite Pengendalian Resistensi Antimikroba (KPRA). Pihaknya belum memiliki data terkait prevalensi kasus penyakit resisten antibiotik di Indonesia.

"Jika di Thailand tercatat ada 38 ribu kematian per tahun akibat resiatensi antibiotika. Padahal penduduknya hanya 70 juta orang disana. Kemungkinan kasus resistensi antibiotika di Indonesia mencapau 130 ribu per tahun," ujarnya.

"Kasus resistensi antibiotika sulit dilacak karena di rumah sakit biasanya penyebab kematian pada gejala terdekat saja seperti gagal jantung, ginjal atau stroke. Padahal kalau dilihat, di dalam tubuh pasien itu ada bakteri resisten yang tersembunyi, cuma tidak terlaporkan," ucap Hari Paraton. (TW)

{jcomments on}

JELANG MEA IDI: Tolak Sektor Kesehatan Jadi Komoditas Dagang

Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI) menolak sektor kesehatan jadi komoditas dagang ASEAN. Karena hal itu menyimpang dari Undang-Undang Dasar (UUD) 45.

"Kebijakan negara harus kembali pada tujuan negara yang tertera di UUD 45, mengikuti ideologi welfare state. Karena terbukti ideologi itu membawa derajat kesehatan banyak negara menjadi lebih baik dengan biaya kesehatan yang lebih murah," kata Ketua Umum PB IDI, Zaenal Abidin di Jakarta, Rabu (5/8).

Saat menyampaikan Sikap IDI terkait Sektor Kesehatan Jelang Penerapan Masyarajat Ekonomi ASEAN, Zaenal Abidin didampingi Ketua Bidang Penataan Globalisasi Praktik Kedokteran PB IDI, Ario Djatmiko dan pengurus lainnya.

Menurut Zaenal, adanya dua ideologi dalam satu negara, pada saat sistem kesehatan negara belum sehat akan mengundang ketidakadilan. Pemerintah harus sepenuhnya pegang kendali memimpin perbaikan sistem kesehatan nasional.

"Membiarkan mekanisme pasar bebas berlakudi sektor kesehatan hanya akan membawa negeri ini ke pelayanan kesehatan berbiaya tinggi. Sehingga terjadi gap and lost generation," ucapnya.

Untuk itu, Zaenal mengusulkan agar pemerintah membangun aliansi "public private partnership office" untuk sektor kesehatan. Lembaga tersebut nantinya melakukan review untuk mendeteksi bagaimana mana yang harus segera diperbaiki agar sistem kesehatan berjalan dengan baik.

Selain itu, lanjut Zaenal, pemerintah harus melakukan terobosan-terobosan kreatif guna meningkatkan performa sektor kesehatan di semula lini. Mulai dari level primer, sekunder dan tertier.

"Tanpa sistem referral yang baik, keadilan di bidang pelayanan medik tidak akan tercapai dan sektor primer tidak akan pernah tergarap," ujarnya.

Dan yang tak kalah penting, menurut alumnus Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin Makassar itu, pekerja medik dan pelayanan kesehatan di Indonesia harus berbangsa Indonesia.

"Siapkan langkah strategis untuk mengejar ketertinggalan teknologi di bidang kesehatan," katanya menegaskan.

Upaya lain yang harus dilakukan adalah menata ulang sistem kesehatan nasional dan sistem jaminan kesehatan nasional agar benar-benar dijalankan sesuai dengan tujuan utama berbangsa.

"Jadi bukan sekadar sikap reaktif pemerintah dalam menyambut MEA," kata Zaenal Abidin. (TW)

{jcomments on}

  • angka jitu
  • togel 4d
  • agen togel
  • slot 4d
  • bandar toto 4d
  • togel 4d
  • togel online
  • rajabandot
  • slot gacor
  • toto macau
  • toto macau
  • toto macau
  • toto macau
  • situs toto
  • situs slot
  • rtp live slot
  • toto slot
  • bandar slot
  • toto macau
  • bandar togel online
  • togel online
  • togel sdy
  • togel online
  • toto macau
  • hongkong lotto
  • hongkong lotto
  • situs slot
  • slot gacor
  • bandar slot 4d
  • bandar slot
  • bandar slot gacor
  • bandar slot gacor
  • slot dana
  • toto macau
  • bandar togel 4d
  • wengtoto
  • toto hk
  • slot dana
  • hk lotto
  • toto sdy
  • slot gacor
  • slot 5000
  • toto slot
  • toto togel 4D
  • toto macau
  • slot thailand
  • slot gacor
  • togel sidney
  • live draw sgp
  • Bandar Slot
  • bandar slot gacor
  • togel macau
  • toto slot
  • slot qris
  • slot toto 4d
  • Toto Togel 4D
  • sdy lotto
  • bola gacor
  • slot 5000
  • toto hongkong
  • toto slot
  • slot 5000
  • slot 5000
  • toto togel
  • slot 5000
  • slot 5000
  • slot 5000
  • situs toto
  • toto macau
  • BATASRAJABANDOT
  • slot 777
  • slot gacor
  • slot gacor
  • Bandar Slot
  • Situs Slot
  • Bandar Slot
  • Slot Gacor
  • situs slot
  • situs slot
  • Bandar Situs Slot Gacor
  • slot online
  • bokep
  • toto slot
  • Slot Demo
  • situs togel
  • bola slot
  • slot gacor
  • hitam slot
  • permainan slot
  • dewa slot
  • agent slot
  • slot toto
  • slot gacor
  • slot gacor
  • toto slot
  • akun demo slot
  • toto slot
  • slot gacor
  • slot gacor
  • https://heylink.me/iblbettotoslot
  • toto slot
  • slot88
  • situs toto
  • slot 5000