Jajaran Kemenkes Diminta Utamakan Tiga Sasaran

Jakarta, PKMK. Nafsiah Mboi, Menteri Kesehatan (Menkes) RI, meminta agar seluruh jajaran Kementerian Kesehatan (Kemenkes) RI mengutamakan sejumlah sasaran dalam upaya menyehatkan masyarakat. Sasaran tersebut antara lain Program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN), pencapaian target Millenium Development Goals (MDGs), dan upaya meraih opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) Murni dari Badan Pemeriksa Keuangan RI. "Seluruh keluarga besar Kemenkes harus bekerja lebih baik lagi dalam upaya menyehatkan masyarakat," ungkap Nafsiah di Jakarta (12/8/2013).

Dalam acara Halal Bi Halal, Menkes menyatakan memberikan selamat dan apresiasi tinggi atas semangat kerja yang telah ditunjukkan seluruh jajaran Kemenkes. "Terima kasih atas kehadiran Saudara untuk kembali bekerja dengan baik, tepat pada waktunya," kata dia seperti ditulis siaran pers dari Kemenkes.

Lebih lanjut Menkes mengatakan, di hari pertama masuk kerja usai libur panjang Idul Fitri, hampir seluruh PNS di lingkungan kantor pusat Kemenkes, masuk kerja. Pegawai yang tidak hadir tanpa alasan yang jelas berjumlah 1,2 persen dari 4.523 orang. Untuk ketidakhadiran itu, sanksi akan diberikan. Itu sesuai dengan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 53 Tahun 2010 tentang Disiplin PNS.

Dalam Halal Bi Halal itu, hadir pula Profesor Ali Ghufron Mukti, Wakil Menteri Kesehatan RI. Demikian pula pejabat lain di lingkungan Kemenkes RI.

Terkait tiga sasaran itu, pada awal tahun 2014, Program JKN ditargetkan mulai beroperasi melalui Badan Pengelola Jaminan Sosial Kesehatan (BPJS Kesehatan). Di dalamnya, sekitar 86 juta warga miskin akan mendapatkan subsidi premi dari Pemerintah Indonesia sebesar 19 ribu rupiah per orang per bulan.

Untuk MDGs di tahun 2015, ada sejumlah sasaran di sektor kesehatan yang harus dicapai Indonesia ataupun negara lain yang menandatangani komitmen di tahun 2000. Itu antara lain penurunan AKI (angka kematian ibu) saat melahirkan, dan lain-lain.

Sementara, Badan Pemeriksa Keuangan RI (BPK) di pertengahan tahun 2013 memberikan opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) dengan Paragraf Penjelasan, terhadap Laporan Keuangan Kemenkes Tahun 2012. Opini WTP Murni belum bisa diberikan karena proyek pengadaan vaksin flu burung senilai Rp 1,3 triliun yang masih mangkrak.

 

Kemenkes: Susu Tercemar dari Selandia Baru Tak Masuk Indonesia

Kementerian Kesehatan memastikan produk susu yang terkontaminasi bakteri Clostridium dari Selandia Baru tidak masuk ke Indonesia.

"Saya sudah berkomunikasi dengan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) bahwa produk susu/bahan baku industri susu yang tercemar dari NZ (New Zealand/Selandia Baru) tidak masuk ke Indonesia," kata Dirjen Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan (P2P dan PL) Kemenkes, Prof Tjandra Yoga Aditama dalam surat elektroniknya yang dikirim kepada ROL, Selasa (6/8).

Ia mengatakan, berdasarkan keterangan resmi dari produsen susu dari Selandia Baru pada 4 Agustus 2013, memang ada tiga batch yang tercemar pada satu pabriknya untuk produk WPC 80 (whey protein concentrate) bahan baku industri pangan dan pakan yang dihasilkan dari susu. Namun, produk ini tidak satupun yang didistribusikan ke Indonesia.

Sejauh ini, kata Tjandra, negara-negara yang biasa mengimpor produk tercemar dari Selandia Baru adalah Cina, Malaysia, Australia, Thailand, Vietnam dan Arab Saudi. "Beberapa pabrik di luar negeri yang menggunakan WPC80 dari tiga batch tersebut telah melakukan recall (penarikan) produk jadinya sebagai langkah kehati-hatian," kata Tjandra.

Meski produk susu yang terkontaminasi dari Selandia Baru belum secara resmi masuk ke Indonesia, Dirjen P2P dan PL mengirimkan surat edaran ke Dinas Kesehatan seluruh Indonesia. Langkah itu sebagai bentuk antisipasi dan kewaspadaan serta informasi.

Tjandra mengatakan, imbauan dalam surat edaran Kemenkes itu berisi; produk yang diberitakan tercemar ini tidak diekspor ke Indonesia, tetap waspada dengan mengenal tanda dan gejala botulismus dan penyuluhan serta penanggulangannya; berkoordinasi dengan Balai POM setempat bila diperlukan.

"Melaporkan kejadian keracunan pangan, khususnya kejadian yang berhubungan dengan produk ini ke Posko KLB (menang kini Posko ini 24 jam) di Kementerian Kesehatan cq Ditjen Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan telpon 021-4257125, 42877588, faksimili 021-42802669, atau email This email address is being protected from spambots. You need JavaScript enabled to view it.," tutur Tjandra.

sumber: www.republika.co.id

 

Ratifikasi aturan FCTC buat ribuan buruh rokok terancam PHK

Rencana Kementerian Kesehatan (Kemenkes) meratifikasi Kerangka Kerja Pengendalian Tembakau atau Framework Convention on Tobacco Control (FCTC) yang akan diberlakukan pada tahun 2014 mendatang bakal membuat produk tembakau lokal tersisih. Padahal, produk tembakau dari Indonesia sudah memiliki ciri khas sendiri.

Anggota Komisi IX DPR RI Poempida Hidayatulloh mengatakan apabila pemerintah tetap memberlakukan FCTC maka akan ada pengurangan pekerja di sektor industri rokok, bahkan juga merugikan para petani tembakau. "Bahkan tidak menutup kemungkinan akan terjadi PHK besar-besaran hingga pabrik gulung tikar," ujarnya di Jakarta, Minggu (11/8).

Padahal, lanjut dia, secara keseluruhan pekerja di sektor industri tembakau menyerap tenaga kerja sekitar 4,1 juta tenaga kerja. Dari jumlah itu 93,77 persen diserap kegiatan usaha pengolahan tembakau, seperti pabrik rokok. Sedangkan, penyerapan di sektor pertanian tembakau menyerap sekitar 6,23 persen.

"Lebih rincinya 1,25 juta orang telah menggantungkan hidupnya bekerja di ladang cengkeh dan tembakau, 10 juta orang terlibat langsung dalam industri rokok, dan 24,4 juta orang terlibat secara tidak langsung dalam industri rokok," lanjut dia.

Poempida menegaskan visi misi Presiden SBY adalah ingin menciptakan pertumbuhan ekonomi yang berkualitas dan inklusif. Salah satu definisi dari pertumbuhan ekonomi yang berkualitas adalah mengamanatkan kepada pemerintah untuk melakukan akselerasi maupun peningkatan bagaimana setiap 1 persen pertumbuhan ekonomi itu mampu menyerap tenaga kerja sebanyak 450.000 orang.

"Dalam konteks rencana Menkes meratifikasi FCTC, sama halnya Menkes mengingkari visi misi Presiden SBY," tegas dia.

Sementara itu, Ketua Asosiasi Petani Tembakau Indonesia (APTI) Nurtantio Wisnu Brata mengatakan jika diberlakukan standarisasi, sementara perlindungan pemerintah tak ada, maka produk tembakau lokal makin tersisih.

Nurtianto menjelaskan, apabila produk yang dihasilkan harus sama dengan di luar negeri, berarti tembakau-tembakau lokal tidak bisa dijadikan bahan baku rokok dan produk turunan lain.

"Dalam FCTC akan diciptakan suatu standarisasi produk tembakau dengan yang ada di luar negeri padahal tembakau kita berbeda. Itu kita belum bicara pengaturan iklan, promosi, CSR dan lain-lain," kata dia dalam pesan singkatnya kepada merdeka.com.

Menurut dia, seharusnya pemerintah membuat aturan rokok yang sesuai dengan kondisi sosial ekonomi dan budaya masyarakat Indonesia ketimbang memberlakukan FCTC tersebut. "FCTC bisa saja sesuai dengan kondisi di luar negeri belum tentu akan cocok di Indonesia," tegas dia.

Sebelumnya diberitakan, Menteri Kesehatan Nafsiah Mboi secara terbuka menyampaikan keinginannya di hadapan para perwakilan industri rokok dalam acara sharing informasi PP No 109 Tahun 2012. Dalam PP ini telah mengadopsi FCTC tersebut.

Bendahara Asosiasi Masyarakat Tembakau Indonesia (AMTI) I Ketut Budiman menilai, petani tembakau Indonesia akan menderita kerugian hingga mencapai Rp 10 triliun. Jika pemerintah meratifikasi kerangka kerja pengendalian tembakau atau Framework Convention on Tobacco Control (FCTC) dari Organisasi Kesehatan Dunia (WHO).

"Jika memang peraturan ini benar-benar diresmikan pemerintah maka akan ada 100.000 ton cengkeh atau tembakau yang bakal terlantar atau senilai hampir Rp 10 triliun yang akan terbuang," katanya.

sumber: www.merdeka.com

 

10,3 Juta Warga Miskin Terancam Tak Dapat Layanan Kesehatan

Meskipun Badan Penyelenggara Jaminan Kesehatan (BPJS) mulai efektif pada tanggal 1 Januari 2014 mendatang, sebanyak 10,3 juta penduduk miskin di Indonesia dipastikan tak bakal mendapat layanan dan jaminan kesehatan sebagaimana diamanatkan dalam Undang-Undang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN).

Hal itu disebabkan pemerintah hanya menyetujui jumlah penerima bantuan iuran (PBI) jaminan kesesehatan (Jamkes) untuk orang miskin dan tidak mampu sebesar 86,4 juta orang dengan nilai iuran Rp 19.225 per orang.

"Padahal, data orang miskin dari Tim Nasional Pendataan Penduduk untuk Kesehatan dan Dewan Jaminan Sosial Nasional (TNP2K dan DJSN), jumlah PBI mencapai 96,7 juta orang," ujar Sekretaris Jenderal Komite Aksi Jaminan Sosial (KAJS) M Said Iqbal kepada harian Kompas, Senin (5/8/2013) di Jakarta.

Menurut dia, pada saat efektifnya UU SJSN justru terjadi ironisme.

"Sebab, pada saat itu, 10,3 juta orang miskin ini akan ditolak bila berobat ke rumah sakit. Ini berarti bahwa orang miskin dilarang sakit jika tidak ingin ditolak di rumah sakit," tambahnya.

Said menjelaskan, situasi ini akan berisiko terjadinya konflik di masyarakat karena tidak akan ada rakyat miskin yang mau dikategorikan masuk ke 10,3 juta orang yang ditolak masuk ke rumah sakit karena tidak mendapat Jamkes.

"Asal tahu saja, di UU SJSN dan BPJS, Jamkes diberikan untuk semua rakyat. Oleh karena itu, KAJS mendesak pemerintah pada tanggal 1 Januari mendatang harus membiayai Jamkes untuk seluruh orang miskin dan tidak mampu, termasuk buruh penerima upah minimum, yang jumlahnya ada 156 juta orang," paparnya.

Solusi agar warga miskin, termasuk buruh, mendapat layanan kesehatan, Said meminta iuran PBI diturunkan menjadi Rp 15.000 per orang sehingga dana PBI menjadi Rp 20,2 triliun bisa mencukupi, sebagaimana sudah disetujui Menteri Keuangan.

"Cara lain, integrasikan dana Jamkesda atau lewat APBD ke dana PBI (APBN). Dengan dua cara ini, seluruh warga miskin Indonesia, termasuk buruh dapat memperoleh Jamkes pada awal tahun depan," harapnya.

sumber: nasional.kompas.com

 

Jasa Raharja Serahkan 15 Ambulans Mudik

Jakarta, PKMK. Sebanyak 15 unit ambulans diserahkan perusahaan asuransi PT Jasa Raharja kepada sejumlah lembaga. Penyerahan itu bersamaan dengan pemberangkatan 250 bus mudik bersama yang disponsori Jasa Raharja. Even tersebut berlangsung di Parkir Timur, Senayan, Jakarta (1/8/2013). Mudik bersama itu menyertakan sekitar 11 ribu pemilik sepeda motor bersama keluarganya.

Adapun lembaga penerima 15 ambulans sebagai satu wujud corporate social responsibility (CSR) diantaranya: RSUD Koja (Jakarta Utara), PT Kereta Api Indonesia, dan RS Bhayangkara (Kalimantan Timur). Dahlan Iskan, Menteri Negara Badan Usaha Milik Negara RI, secara simbolis menyerahkan tiga kunci ambulans kepada lembaga penerima tersebut.

Dalam acara itu pula, penghargaan dari Museum Rekor Indonesia (MURI) diserahkan kepada Jasa Raharja. Penghargaan yang diperoleh Jasa Raharja yaitu rekor pendaftaran online terbanyak untuk mudik bersama bagi pesepeda motor. "Ini adalah penghargaan tingkat dunia. Jadi, melebihi permintaan Jasa Raharja untuk mendapat penghargaan tingkat nasional," kata Jaya Suprana, Pendiri MURI.

Sementara itu, Budi Setiarso, Direktur Utama PT Jasa Raharja, mengatakan bahwa mudik bersama itu digelar untuk upaya mengurangi kecelakaan lalu lintas yang melibatkan sepeda motor saat mudik. Jasa Raharja mengalihkan pesepeda motor ke 250 unit bus yang disediakan.

 

Dianggap Penyakit, Bunuh Diri Harusnya Masuk SJSN

Tindakan bunuh diri seharusnya masuk dalam Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) karena bisa dikatakan salah satu jenis penyakit yang berkaitan dengan kejiwaan seseorang.

"Kan pertanyaannya ada tidak orang sehat yang mau bunuh diri, misalnya dia merasa capek hidup lalu bunuh diri, orang yang seperti itu (berniat bunuh diri) kan artinya orangnya 'sakit'," kataWakil Menteri Kesehatan Ali Ghufron Muktiusai acara peluncuran kampanye kesadaran publik 'Lighting the Hope for Schizophrenia' yang diadakan Perhimpunan Dokter Spesialis Kedokteran Jiwa Indonesia (PDSKJI) bersama Komunitas Peduli Skizofrenia Indonesia (KPSI) dan Asosiasi Rumah Sakit Jiwa dan Ketergantungan Obat Indonesia (ARSAWAKOI) di Jakarta, Selasa (30/7).

Lalu siapa yang dijaminkan, kalau penderitanya saja sudah meninggal?

Wamen menjawab, bahkan ketika meninggal saja orang masih membutuhkan biaya yang tidak sedikit.

"Apa kalau sudah meninggal dikira semuanya gratis? Meskipun sudah meninggal biaya yang dibutuhkan masih sangat banyak. Misalnya biaya otopsi, biaya ambulance, dan masih banyak lainnya. Orang meninggal itu biayanya masih banyak," bebernya menjelaskan.

Ali Ghufron mengakui, saat ini bunuh diri memang belum masuk dalam SJSN.

Sebaliknya ditegaskan Wamen, penyakit gangguan jiwa berat seperti skizofrenia sudah masuk dalam sistem ini.

"Meskipun di negara-negara maju, skizofrenia itu di luar ya, tidak masuk (SJSN), namun di negara kita, ini masuk (SJSN)," ujarnya.

Dalam kesempatan sama, Direktur Bina Kesehatan Jiwa, Kementerian Kesehatan RI, Diah Setia Utami membenarkan hal itu.

"Gangguan jiwa sudah dimasukkan dan dijamin di dalam SJSN. Jadi, penderita bisa terlayani dengan lebih baik," jelasnya.

Karenanya, penderita gangguan jiwa berat harus mendapat pelayanan yang baik sama seperti penyakit lainnya baik di layanan primer, sekunder maupun tersier.

"Primer itu puskesmas, sekunder itu rumah sakit umum, dan tersier itu rumah sakit jiwa," beber Diah.

Misalnya, untuk penanganan di puskesmas, Diah menjelaskan, Kemenkes sudah menerapkan pelatihan kepada para petugas kesehatan, baik dokter maupun perawat untuk siap dan berani menangani penderita gangguan jiwa, termasuk kondisi gawat darurat.

"Mereka sudah dilatih dalam waktu lima hari, bagaimana penanganan dan tanggap darurat terhadap kondisi-kondisi tersebut," jelasnya lagi.

Sementara kampanye 'Lighting the Hopefor Schizophrenia' dicanangkan sebagai reaksi kian peliknya permasalahan jiwa di Indonesia yang berkontribusi terhadap penurunan produktivitas bangsa. Kesehatan jiwa termasuk salah satu permasalahan serius karena selain dapat mengurangi produktivitas, ini juga bisa menimbulkan beban jangka panjang bagi masyarakat.

"Dengan kampanye ini diharapkan menjadi harapan baru bagi penderita skizofrenia untuk kembali produktif dalam masyarakat dan tak ada lagi stigma negatif yang melekat padanya maupun keluarganya," ujar Ketua PDSKJI, Dr. Tun Bastaman SpKJ. [mor]

sumber: gayahidup.inilah.com

 

Sejuta Lebih Orang Indonesia Alami Gangguan Jiwa Berat

Sekitar 1.093.150 penduduk Indonesia atau 0,46 persen dari total populasi Indonesia berisiko mengalami gangguan jiwa berat, kata Wakil Menteri Kesehatan Prof Ali Ghufron Mukti.

"Itu hasil dari Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2007, ada lebih dari satu juta penduduk Indonesia berisiko alami gangguan jiwa berat termasuk skizofrenia," kata Ali pada peluncuran kampanye 'Lighting the Hope for Schizophrenia' di Jakarta, seperti dikutip dari Antara, Rabu (31/7/2013).

Dari sekitar satu juta penduduk tersebut, hanya 38.260 orang yang terlayani dengan perawatan memadai di Rumah Sakit Jiwa, Rumah Sakit Umum, maupun Pusat Kesehatan Masyarakat.

Menurut Ali, masih banyak masyarakat Indonesia yang belum sepenuhnya paham mengenai penyakit ini, sehingga penderita tidak ditangani dengan benar seperti dirawat di pusat pelayanan kesehatan.

Selain itu berdasarkan data Kementerian Kesehatan tahun 2013, masih ada sekitar tujuh provinsi di Indonesia yang tidak memiliki Rumah Sakit Jiwa dan empat provinsi masih belum memiliki tenaga profesional kesehatan jiwa.

"Mengingat kompleksnya permasalahan kesehatan jiwa termasuk skizofrenia di Indonesia, kami terus berkoordinasi dengan berbagai kementerian terkait untuk mengatasi permasalahan ini," jelas Ali.

Selanjutnya Ali juga menyatakan bahwa Kementerian Kesehatan juga melakukan koordinasi terhadap dinas-dinas kesehatan terkait di daerah, untuk meningkatkan kapasitas pelayanan kesehatan jiwa bagi masyarakat.

"Tidak lupa bahwa upaya kesehatan jiwa berbasis masyarakat dan lintas sektor menjadi hal yang amat penting terutama untuk kesehatan jiwa, prevensi, dan penanggulangannya," tutur Ali.

Menurut Ketua Perhimpunan Dokter Spesialis Kedokteran Jiwa Indonesia (PDSKJI), Tun Bastaman, skizofrenia merupakan gangguan jiwa berat yang mengakibatkan penderitanya memiliki ketidakmampuan untuk menilai realitas.

"Hal ini disebabkan oleh gangguan keseimbangan neurokimia di otak yang mengganggu fungsinya secara keseluruhan," imbuh Tun Bastaman.

sumber: health.liputan6.com

 

Ratifikasi FTCC Tak Sesuai Dengan Kondisi Indonesia

Menteri Kesehatan Nafsiah Mboi boleh-boleh saja bersikukuh untuk meratifikasi Framework Convention on Tobacco Control (FCTC) dan akan memberlakukannya pada 2014 nanti. Namun, upaya itu mendapatkan penolakan keras dari kalangan petani dan pekerja di industri tembakau.

Menkes secara terbuka menyampaikan keinginannya dihadapan para perwakilan industri rokok dalam acara sharing informasi PP No.109 Tahun 2012, Jumat (26/7). Sejatinya, PP ini telah mengadopsi FCTC tersebut. Bahkan dikabarkan, guna mempercepat ratifikasi, naskah akademik sudah dikirim ke DPR.

Menanggapi hal itu, Ketua Asosiasi Petani Tembakau (APTI) Nurtantio Wisnu Brata menilai, sikap Kementerian Kesehatan yang memasukan draf akademik secara diam-diam ke DPR untuk ratifikasi Framework Convention on Tobacco Control (FTCC) merupakan langkah tergesa-gesa.

Dia menilai, jika ratifikasi FTCC itu juga menyangkut dengan pengalihan tanaman dari tanaman tembakau ke tanaman lain, kemudian diaksesi pemerintah, maka para petani tembakau yang akan dirugikan.

"Tanah yang sekarang di sentra-sentra tembakau itu karunia Tuhan, diberi keunggulan untuk tanaman tembakau. Jika diganti dengan tanaman lain, kualitasnya tidak akan sama bagusnya dengan tembakau," ujar Nurtantio, di Jakarta, Senin (29/7).

Dia bilang, dalam FCTC akan diciptakan suatu standarisasi produk tembakau dengan yang ada di luar negeri. Padahal, produk tembakau di Indonesia memiliki ciri khas sendiri yang tidak bisa begitu saja disamakan. Jika ada standarisasi, sementara perlindungan pemerintah tak ada, maka produk tembakau lokal makin tersisih.

"Jika produk yang dihasilkan harus sama dengan di luar negeri, berarti tembakau-tembakau lokal tidak bisa jadi bahan baku rokok dan produk turunan lain. Itu kita belum bicara pengaturan iklan, promosi, CSR dan lain-lain," ujarnya.

Seharusnya, ketimbang pemerintah memaksakan ratifikasi, mestinya membuat aturan rokok yang benar-benar disesuaikan dengan kondisi sosial ekonomi dan budaya masyarakat. "FCTC bisa saja sesuai dengan kondisi di luar negeri belum tentu akan cocok di Indonesia," tandasnya.

Amerikat Sendiri sampai sekarang belum meratifikasi FTCC karena mereka sadar harus melindungi industri rokoknya. "Amerika yang mendukung besar-besaran WTO saja belum meratifikasi. Begitu pula Jerman, Swiss, karena mereka punya industri tembakau,"sambungnya.

Jika Menteri membandingkan dengan Malaysia dan Singapura yang sudah meratifikasi, juga tidak tepat karena kedua negara tidak punya basis industri tembakau yang besar seperti Indonesia. China memang meratifikasi, namun memberikan beberapa pengecualian dan tidak mengadopsi penuh.

"Produk China jika keluar dia mengikuti regulasi FTCC, tapi di dalam negeri, mereka atur sendiri. Ini karena mereka punya kekuatan, sementara pemerintah daya tawarnya lemah," tegasnya.

Penolakan juga disampaikan Ketua Umum Federasi Serikat Pekerja Rokok Tembakau Makanan Minuman Mukhyir Hasan Hasibuan. Menurut Mukhyir, aksesi FCTC sama saja menegaskan bahwa industri hasil tembakau tidak diperlakukan sebagai industri prioritas nasional dan tidak dikategorikan sebagai komoditas strategis perkebunan.

Mukhyir sendiri sudah mengirimkan surat agar SBY tidak menandatangani FCTC. Pasalnya, pekerja pabrik rokok sangat rentan menjadi korban lantaran penurunan kesejahteraan akibat berbagai regulasi yang memberatkan industri.

Problem yang bakal muncul di tenaga kerja, mulai dari pengurangan pekerja hingga penutupan pabrik. Kalau ini terjadi, tentu PHK besar-besaran tidak bisa dielakkan.

"Tidak harus mengacu kepada peraturan internasional (FCTC). Indonesia telah memiliki berbagai aturan yang mengatur industri hasil tembakau (UU NMo 11 tahun 1995), UU No 26 tahun 2009, PP No 109 Tahun 2012,"katanya.

Salah satu yang memberatkan jika FCTC diberlakukan yakni tanaman cengkeh khas Indonesia akan tergusur. Rokok kretek merupakan produk budaya bangsa Indonesia yang menggunakan bahan tambahan cengkeh akan musnah. "Petani cengkeh dan pekerja rokok kretek akan menjadi korban FCTC. Indonesia tidak sama dengan negara lainnya dalam hal skala, kontribusi dan permasalahan tembakau lainnya," pungkasnya.

sumber: www.neraca.co.id

 

  • angka jitu
  • togel 4d
  • agen togel
  • slot 4d
  • bandar toto 4d
  • togel 4d
  • togel online
  • rajabandot
  • slot gacor
  • toto macau
  • toto macau
  • situs toto
  • situs slot
  • rtp live slot
  • toto slot
  • bandar slot
  • toto macau
  • bandar togel online
  • togel online
  • togel sdy
  • togel online
  • toto macau
  • hongkong lotto
  • hongkong lotto
  • situs slot
  • slot gacor
  • bandar slot 4d
  • bandar slot
  • bandar slot gacor
  • bandar slot gacor
  • bandar togel 4d
  • wengtoto
  • toto hk
  • slot dana
  • hk lotto
  • toto sdy
  • slot gacor
  • slot 5000
  • toto slot
  • toto macau
  • slot thailand
  • slot gacor
  • togel sidney
  • live draw sgp
  • Bandar Slot
  • bandar slot gacor
  • togel macau
  • toto slot
  • slot qris
  • slot toto 4d
  • Toto Togel 4D
  • sdy lotto
  • bola gacor
  • toto hongkong
  • toto slot
  • slot 5000
  • slot 5000
  • toto togel
  • slot 5000
  • slot 5000
  • slot 5000
  • situs toto
  • toto macau
  • slot 5000
  • toto slot
  • bandar togel
  • slot 5000
  • BATASRAJABANDOT
  • slot 777
  • slot gacor
  • slot gacor
  • Bandar Slot
  • Situs Slot
  • Bandar Slot
  • Slot Gacor
  • situs slot
  • situs slot
  • Situs Slot Gacor
  • Bandar Situs Slot Gacor
  • bokep
  • Slot Demo
  • situs togel
  • permainan slot
  • dewa slot
  • agent slot
  • slot toto
  • slot gacor
  • toto slot
  • toto slot
  • slot gacor
  • slot gacor
  • https://heylink.me/iblbettotoslot
  • slot88
  • situs toto
  • polototo
  • togel online
  • slot 5000
  • scatter hitam
  • slot online
  • slot online
  • slot gacor