Pengobatan Kanker Masuk Tiga Termahal

Pengobatan kanker termasuk tiga penyakit yang paling menyedot biaya biaya dalam program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN), setelah hemodialisa (cuci darah) dan jantung. Jumlah pengeluarannya mencapai angka Rp 1,5 triliun.

"Dari total seluruh biaya kesehatan sebesar Rp 54 triliun, pengobatan kanker memang paling menyedot biaya besar, yaitu Rp 1,5 triliun," kata Direktur Pelayanan BPJS Kesehatan Fajriadinur kepada wartawan, di sela acara peringatan Hari Kanker Sedunia, di Jakarta, Rabu (4/2).

Fadjri merinci total pengeluaran 1,5 triliun terdiri dari biaya rawat jalan dan rawat inap sebesar Rp 950 miliar, obat-obatan Rp 589 miliar, serta biaya upaya promotif dan preventif sebesar Rp 44 miliar.

"Angka itu masih akan terus bertambah. Karena untuk bulan Desember 2014 masih ada beberapa rumah sakit yang belum mengajukan klaim," ujarnya.

Ditambahkan, BPJS tidak hanya melayani pengobatan, tetapi juga memberikan fasilitas skrinning dengan metode Inspeksi Visual Asam Asetat (IVA) atau tes Papsmear. Namun diakui Fajri kalau kesadaran masyarakat untuk melakukan skrinning masih rendah.

"Kita sudah melakukan upaya promotif dan preventif, tapi memang masih banyak yang takut diperiksa. Untuk tahun ini program deteksi dini tersebut akan terus dilakukan, targetnya menjangkau sedikitnya 426.500 peserta JKN," kata Fajri.

Tahun 2014, deteksi dini yang dilakukan BPJS Kesehatan dengan metode IVA berhasil menjangkau 81.000 peserta, sementara papsmear menjangkau 248.940 peserta.

"Layanan deteksi dini ini kami berikan di fasilitas kesehatan primer. Biaya yang kami berikan juga di luar dana kapitasi," kata Fadjri menandaskan. (TW)

{jcomments on}

Pemerintah Targetkan Pasien Rujukan 20 Persen

4feb15-2Menteri Kesehatan (Menkes) Nila Moeloek dalam rencana kerja 2015-2019 akan memperkuat layanan primer di tingkat puskesmas dan rumah sakit. Hal itu dilakukan demi keberlangsungan program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN).

"Penguatan itu meliputi kesiapan 6.000 puskesmas di enam regional, terbentuknya 14 Rumah Sakit Rujukan Nasional, dan 184 Rumah Sakit Rujukan regional," kata Nila Moeloek kepada wartawan, di Jakarta, Selasa (3/2).

Menkes menambahkan, khusus untuk daerah terpencil dan sangat terpencil, pihaknya akan membangun rumah sakit (RS) kelas D pratama dengan kapasitas 50 tempat tidur untuk lebih mendekatkan pelayanan kesehatan rujukan.

"Pada regional Papua akan didirikan 13 rumah sakit pratama. Sementara di regional Sumatera, Jawa, Bali, Nusa Tenggara, Kalimantan dan Sulawesi juga akan didirikan 55 rumah sakit pratama," ujar Menkes. Pada kesempatan itu, Menkes menjelaskan program "Nusan tara Sehat" guna mendukung pelaksanaan JKN dan Kartu Indonesia Sehat (KIS). Sehingga tercipta masyarakat sehat yang mandiri dan berkeadilan. "Jika telah dilakukan penguatan di layanan primer, maka diharapkan tidak perlu rujukan ke RS," ujar Menkes.

Dirjen Bina Upaya Kesehatan Kemenkes. Akmal Taher mengatakan, target layanan primer adalah mampu menahan 80-90 persen pasien mendapat pengobatan dasar, sehingga tidak membebani rumah sakit rujukan. "Diharapkan hanya 15-20 persen saja pasien yang dirujuk ke rumah sakit.

Selebihnya, pengobatan selesai di tempat layanan primer," ujarnya. Saat ini, Kemenkes sedang menyiapkan 116 RS kabupaten untuk ditingkatkan kapasitasnya menjadi rujukan regional. Kemenkes juga sedang melakukan penguatan bagi 120 puskesmas di daerah terpencil dengan mengirimkan tenaga kesehatan dalam format tim yang terdiri dari dokter, dokter spesialis dan tenaga kesehatan lainnya.

"Pengiriman tenaga kesehatan bagi layanan kesehatan primer dalam bentuk tim itu juga akan dilakukan di tempat-tempat lain, tidak seperti saat ini di mana penempatan dilakukan secara individual," tutur mantan Dirut RS Cipto Mangunkusumo tersebut.

Sementara itu, Kepala Badan Pengembangan dan Pember dayaan Sumber Daya Manusia Kesehatan (BPP-SDMK) Kementerian Kesehatan, Usman Sumantri menjelaskan, target program Nusantara Sehat adalah Puskesmas yang berlokasi di Daerah Tertinggal, Perbatasan dan Kepulauan (DTPK) di 48 Kabupaten/Kota di Indonesia.

"Kurangnya tenaga kesehatan di Puskesmas yang berada di DPTK membuatnya kurang mampu menjalankan fungsi promotif dan preventif. Dengan program ini, Kemkes berupaya memperkuat Puskesmas tersebut dengan mengirimkan 960 tenaga kesehatan tambahan," kata Usman Sumantri.

Pengiriman tenaga kesehatan akan dibagi menjadi dua tahap ke 120 Puskesmas yang berada di DPTK. Tahap pertama akan dikirim 480 orang, tahap kedua juga 480 orang. "Merekanantinya akan berada di masing-masing Puskesmas selama dua tahun," ujarnya.

Ditambahkan, tenaga kesehatan yang lolos seleksi nantinya akan dibekali keahlian medis dan non-medis yang mencakup pelatihan kepemimpinan, manajerial, dan komunikasi, serta pemahaman terhadap budaya-budaya lokal. (TW)

{jcomments on}

Hari Kanker Sedunia: Cegah Kanker Dengan Cerdik

4feb-15Badan kesehatan dunia WHO menyatakan 43 persen kanker bisa dicegah. Karena kanker lebih terkait dengan gaya hidup. Terapkan CERDIK bisa terhindar dari kanker.

"CERDIK itu singkatan dari cek kesehatan secara rutin, enyahkan asap rokok, rajin aktivitas fisik, diet sehat, istirahat cukup dan kelola stress," kata Menteri Kesehatan (Menkes) Prof Nila FA Moeloek dalam peringatan Hari Kanker Sedunia, di Jakarta, Rabu (4/2).

Pada kesempatan yang sama dicanangkan pula Komitmen Penanggulangan Kanker di Indonesia. Komitmen itu dilakukan bersama Komite Penanggulangan Kanker Nasional (KPKN) dan Yayasan Kanker Indonesia. Serta peluncuran website "kanker.kemkes.go.id" .

Menkes menyebutkan, terjadinya penyakit kanker terkait dengan berbagai faktor risiko. Diantaranya, kebiasaan merokok baik aktif maupun pasif, minum alkohol, kegemukan, pola makan yang tidak sehat, perempuan yang tidak menyusui dan perempuan yang melahirkan diatas usia 35 tahun.

Permasalahan kanker di Indonesia cukup besar. Setiap tahun diperkirakan ada 12 juta orang di dunia menderita kanker dan 7,6 juta diantaranya meninggal dunia.

"Diperkirakan pada 2030 kejadian itu mencapai 26 juta orang dan 17 juta orang diantaranya meninggal dunia. Peningkatan lebih cepat di negara miskin dan berkembang seperti di Indonesia," ujarnya.

Mengutip laporan Global Burden Cancer 2012, diperkirakan insiden kanker di Indonesia sebesar 134 per 100 ribu penduduk. Estimasi itu tidak jauh berbeda dengan hasil Riskesdas 2013 yang menyebutkan prevalensi kanker di Indonesia sebesar 1,4 per 1000 penduduk.

"Meningkatnya mortalitas dan morbiditas penyakit tidak menular, termasuk kanker membawa tantangan berupa pembiayaan yang besar," ujar Menkes.

Laporan Jamkesmas menunjukkan, pada 2012 pengobatan kanker menempati urutan ke-2 setelah hemodialisa yaitu mencapai 144,7 miliar.
Sedangkan data BPJS Kesehatan pada periode Januari-Juni 2014 dilaporkan pengobatan kanker untuk rawat jalan menempati urutan ke-2 dengan jumlah kasus 88.106 dan pembiayaan sebesar Rp 124,7 miliar.

"Untuk rawat inap menempati urutan ke-5 dengan jumlah kasus 56.033 dan pembiayaan sebesar Rp 313,1 miliar," katanya. (TW)

{jcomments on}

Pramuka Diharapkan Jadi Agen Perubahan Kesehatan

3feb15Menteri Kesehatan (Menkes) Prof Nila FA Moeloek meminta pada anggota Pramuka Saka Bakti Husada untuk menjadi agen perubahan di masyarakat. Jumlah anggota pramuka yang mencapai lebih dari 20 juta berpotensi memajukan pembangunan kesehatan di Indonesia.

"Anggota Pramuka yang berjumlah lebih dari 20 juta orang seyogyanya bisa diberdayakan menjadi 'agent of change' atau agen perubahan di
kalangan kaum muda," kata Nila Moeloek dalam sambutannya saat dilantik sebagai Ketua Majelis Pembimbing Satuan Karya (Mabisaka) Pramuka Bakti Husada, di Kementerian Kesehatan, Jakarta, Selasa (3/2).

Dijelaskan, Saka Bakti Husada memiliki kegiatan dalam bentuk krida bidang kesehatan untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilan kaum
muda agar berperilaku hidup bersih dan sehat. Selain menjadi contoh bagi teman sebaya dan masyarakat serta mampu menyebarluaskan informasi
kesehatan.

Menkes menyebut beberapa informasi kesehatan yang dapat disebarkan Pramuka seperti pembudayaan perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS),
pentingnya imunisasi, pencegahan HIV/AIDS, TB-Paru dan malaria serta pengendalian vektor penyakit.

"Banyak kegiatan positif yang bisa kita berikan di Pramuka," ujar Menkes.

Salah satunya disebut Menkes, pada pengendalian vektor penyakit yaitu demam berdarah yang kasusnya meningkat tiap pergantian musim kemarau
ke musim hujan seperti sekarang ini.

Pramuka diharap dapat memberikan contoh mengenai kegiatan pengendalian nyamuk dengan Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN) yaitu melalui kegiatan 3M (menguras, menutup, mengubur) tempat yang dapat menjadi genangan. (TW)

{jcomments on}

Pengembangan SDM: Perguruan Tinggi Jangan Mengisolasi Diri

Menteri Kesehatan (Menkes) periode 1997-1999, Prof Farid Anfasa Moeloek menilai sudah waktunya perguruan tinggi mengembangkan community college (CC) di sekitar kampus. Upaya itu bila berkembang akan meningkatkan indeks pembangunan manusia Indonesia.

"Perguruan tinggi jangan mengisolasi diri dari perubahan dinamis yang ada di masyarakat. Kampus harus mampu mengarahkan masyarakat dengan memanfaatkan potensi lokal," kata Prof FA Moeloek dalam diskusi yang diselenggarakan Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (IDI), di Jakarta, Selasa (3/2).

Gagasan itu disampaikan Prof Moeloek dari hasil pengamatannya saat menjadi pembicara di daerah atau mendampingi istrinya, Menkes Prof Nila FA Moeloek melakukan kunjungan kerja ke daerah.

"Saya melihat perguruan tinggi selama ini bak menara gading, yang kurang memberi perhatian kepada masyarakat di sekitar kampus. Kondisi ini tidak boleh dibiarkan berlarut-larut," kata Dewan Kehormatan PB IDI tersebut.

Prof Moeloek menambahkan, kampus melalui community college selain menggerakkan kegiatan yang memutar roda perekonomian masyarakat juga bisa menanamkan 5 pilar sehat. Lima pilar itu disebutkan ketersediaan air bersih, gizi sehat, lingkungan dan sanitasi, perilaku hidup bersih dan sehat dan medical check up berupa jaminan kesehatan.

"Jika community college di jalankan ini dijalankan dengan benar, masyarakat lebih sehat dan makmur. Tak perlu pergi ke kota untuk mencari pekerjaan, karena lapangan pekerjaan tersedia di desa," ucapnya.

Prof Moeloek mencontohkan, pemanfaatan kelapa untuk pembuatan nata de coco atau air kelapa dalam kemasan. Selain juga pengembangan pengolahan ikan dalam kaleng, yang produknya bisa di ekspor.

"Ikan selama ini hanya hanya dimanfaatkan untuk pembuatan ikan asin, padahal bisa dibuat ikan dalam kaleng. Konsumsi ikan asing terlalu juga tidak sehat karena banyak garam di dalamnya," ujar dokter spesialis kebidanan tersebut.

Ditambahkan, durasi pendidilkan di community college bisa dilaksanakan selama 2 tahun dan kurikulum yang lebih diarahkan pada pendidikan dan pelatihan kerja, keterampilan teknis dan kewirausahaan.

"Community college bisa berperan menjembatani kebutuhan dunia pendidikan dan masyarakat untuk pembangunan manusia Indonesia yang lebih baik di masa depan," kata Prof FA Moeloek menandaskan. (TW)

{jcomments on}

Program JKN: Masa Tunggu Aktivasi Kartu Jadi Satu Bulan

Pemerintah memutuskan memperpanjang masa tunggu aktivasi kartu BPJS Kesehatan dari sebelumnya satu minggu menjadi satu bulan. Hal itu dilakukan guna membangun kesadaran baru di masyarakat tentang berasuransi kesehatan.

Demikian dikemukakan Koordinator Bidang Perekonomian, Sofyan Djalil pada acara Rapat Arahan dan Strategi Nasional, di Jakarta, Jumat (30/1) malam.

Sofyan menjelaskan, langkah itu perlu diambil untuk menjaga keberlanjutan program JKN. Karena salah satu prinsip asuransi kesehatan adalah gotong royong. Orang sehat membantu yang sakit, begitu pula yang kaya menolong miskin.

"Untuk itu penting bagi masyarakat untuk mendaftar jadi peserta BPJS Kesehatan saat sehat dan membayar iuran secara rutin. Kedisiplinan peserta itu dibutuhkan untuk menjaga keberlangsungan program JKN,"ucapnya.

Menurut sofyan, masa tunggu satu bulan untuk peserta baru sudah paling singkat dan idealnya tiga bulan. Peraturan semacam itu wajar dilakukan oleh sistem asuransi manapun. Bahkan Sofyan mencatat asuransi swasta masa tunggunya sampai 6 bulan.

"Ini bukan soal moral hazzard, tetapi kami hanya berharap program JKN ini bisa berlangsung lama," tuturnya.

Dirut BPJS Kesehatan, Fachmi Idris, mengatakan, perubahan masa tunggu itu nantinya akan dimasukkan dalam revisi Perpres No 111 Tahun 2013 tentang BPJS Kesehatan.

Bagi Fachmi aturan itu tidak melanggar prinsip BPJS Kesehatan sebagai asuransi sosial. Karena untuk mendaftar sebagai peserta, BPJS Kesehatan tidak pernah memeriksa kesehatan calon peserta sebagaimana yang biasa dilakukan asuransi swasta.

"Dalam kondisi kesehatan apapun setiap orang dapat mendaftar jadi peserta BPJS Kesehatan. Namun, dengan ketentuan yang baru itu diharapkan masyarakat segera mendaftar selagi sehat," kata Fachmi menegaskan. (TW)

{jcomments on}

Program JKN: Gelontorkan Dana 6 Triliun Demi Keberlangsungan

2feb15-1Pemerintah akhirnya menggelontorkan dana Rp 6 triliun sebagai cadangan agar program jaminan kesehatan nasional (JKN) 2015 bisa tetap bisa berjalan. Kondisi itu terjadi akibat sindrom "insurance effect" di masyarakat.

"Membengkaknya dana klaim bukan lantaran BPJS Kesehatan tak mampu mengendalikan biaya, tetapi karena banyak peserta yang sakit," kata Dirut Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS), Fachmi Idris dalam acara Rapat Arahan dan Strategi Nasional 2015, di Jakarta, Kamis (29/1) malam.

Acara dibuka Menteri Kesehatan, Prof Nila FA Moeloek.

Fachmi menjelaskan, dalam penerapan sistem asuransi idealnya jumlah mereka yang sakit 15-20 persen dari peserta. Harus banyak orang yang sehat untuk membantu orang yang sakit. Tetapi pada program JKN, hal itu tak berlaku, karena jumlah yang sakit mencapai 60 persen dari jumlah peserta.

"Kondisi ini sebenarnya sudah diprediksi sebelumnya, sebagai sindrom insurance effect.
Mereka mendaftar BPJS ketika sudah sakit. Langsung menggunakan kartunya untuk berobat," kata Fahmi.

Terkait kondisi rasio klaim 2014 diatas 100 persen itu, Fachmi menambahkan, pihaknya kemudian mengajukan 2 opsi kepada pemerintah. Pertama, diintervensi dengan dana talangan pemerintah. Kedua, peningkatan iuran.

"Akhirnya, pemerintah memutuskan intervensi dengan dana talangan yang jumlahnya sekitar Rp 6 triliun. Kemudian pada tahun 2016 baru akan dihitung kenaikan iuran preminya. Karena dalam aturan UU SJSN disebutkan perubahan iuran baru bisa diberlakukan setiap 2 tahun," katanya. (TW)

{jcomments on}

BPOM Inisiasi Gerakan Keamanan Pangan Desa

2feb15Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) tengah menginisiasi program nasional "Gerakan Keamanan Pangan Desa" (GKPD) melanjutkan keberhasilan kegiatan "Aksi Nasional Pangan Jajanan Anak Sekolah" (ANPJAS).

"Diharapkan, masyarakat terlibat aktif mengawasi keamanan pangan yang ada di wilayahnya masing-masing," kata Kepala BPOM, Roy Alexander Sparingga, di Jakarta, Sabtu (31/1).

Roy menjelaskan, selama lima tahun terakhir, Badan POM telah berhasil menjalankan program ANPJAS, dengan harapan meningkatkan keamanan pangan jajanan anak sekolah dan meningkatkan kepedulian masyarakat. Sebanyak 23.510 sekolah dasar dan madrasah ibtidaiyah (SD/MI) telah diintervensi.

"Jumlah itu mencapai 90 persen dari kuota target. Sementarw tahun lalu hanya sekutar 50 persennya," kata Roy.

Dampak ANPJAS, menurut Roy Sparingga, diperkirakan melindungi sekitar 3,9 juta siswa dari PJAS yang tidak aman, serta 7,8 juta orang tua siswa, 236.000 guru SD, 236.000 pedagang PJAS di sekitar sekolah dan 71.000 pengelola kantin. Pencapaian target ANPJAS hanya berkisar 13 persen dari perkiraan total 180.000 SD/MI di Indonesia.

"Idealnya ANPJAS dilaksanakan di seluruh wilayah baik di perkotaan maupun di pedesaan. Namun hal ini terkendala dengan sumber daya yang tersedia. Sehingga program ini sebagian besar dilaksanakan di ibu kota provinsi dan kabupaten di sekitarnya, belum mencakup sekolah di pedesaan," tutur Roy.

Oleh karena itu, lanjut Roy Sparingga, diperlukan program tindak lanjut ANPJAS yang mencakup pedesaan. Undang-Undang No 18 Tahun 2012 tentang Pangan mengamanatkan bahwa pangan merupakan kebutuhan dasar manusia dan pemenuhannya merupakan bagian dari hak asasi manusia yang dijamin Undang-Undang Dasar Negara 1945.

Atas dasar itu, Badan POM menginisiasi program di bidang keamanan pangan berbasis masyarakat "Gerakan Keamanan Pangan Desa". Pada 2014, program tersebut telah dilakukan di 290 desa yang tersebar di 31 provinsi sebagai pendekatan awal. Diharapkan program tersebut menghasilkan ± 2.100 Kader Keamanan Pangan Desa.

"Kader Keamanan Pangan Desa dilatih dari kelompok masyarakat desa seperti ibu PKK, karang taruna, guru, tenaga Penyuluh Keamanan Pangan (PKP) dan District Food Inspector (DFI). Para kader ini telah melakukan bimbingan dan edukasi keamanan pangan kepada komunitas desa sekitar 24.750 orang," ujarnya.

Program tersebut akan dilaksanakan selama kurun waktu 2015-2019 di 500 desa di seluruh pelosok Indonesia. Untuk itu diperlukan sekitar 4.000 Kader Keamanan Pangan Desa.

"Mereka yang akan membimbing dan mengedukasi komunitas desa sebanyak 450.000 orang, termasuk usaha pangan yang ada di desa seperti Industri Rumah Tangga Pangan (IRTP), Pedagang kreatif lapangan (PKL), koperasi dan ritel pangan desa, termasuk pasar desa,"kata Roy.

Dari hasil intervensi itu akan dikembangkan menjadi kategori Desa Pangan Aman. Adapun indikator Desa Pangan Aman antara lain adalah hadirnya Kader Keamanan Pangan Desa secara aktif untuk membimbing dan mengedukasi komunitas desa.

"Keberhasilan program diperlukan komitmen yang tinggi dari semua pihak, terutama pemerintah daerah.Desa Pangan Aman akan menjadi model atau replikasi bagi Pemerintah Kabupaten/Kota lainnya sebagai basis peningkatan keamanan pangan hingga tingkat individu di wilayah masing-masing,"ucap Roy menandaskan. (TW)

{jcomments on}