Kendalikan Hepatitis, Kemkes Siap Gelar Deteksi Dini di Puskesmas
Kementerian Kesehatan (Kemkes) akan menggelar kegiatan deteksi dini untuk pengendalian virus hepatitis di Indonesia. Pada tahap awal, deteksi dini dilakukan di Puskesmas di wilayah yang tergolong rawan terhadap penyebaran virus hepatitis.
Hal itu dikemukakan Dirjen Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Kemkes, Mohamad Subuh usai membuka acara bertajuk "Workshop on Developing The Regional Action Plan For Hepatitis" di Jakarta, Selasa (26/4).
Acara yang diselenggarakan badan kesehatan dunia, WHO itu dihadiri 11 negara yang tergabung dalam South East Asia Region (SEAR), antara lain Bangladesh, Bhutan, Korea, India, Thailand, Nepal, Srilanka, Myanmar, Timor Leste, dan Indonesia.
Pertemuan itu membahas upaya pengendalian virus hepatitis di negara masing-masing. Mengingat hepatitis masuk dalam salah satu indikator Suistainable Development Goals (SDGs), pada goal yang ketiga.
"Badan kesehatan dunia WHO menilai penyakit hepatitis akan menjadi beban di masa depan, jika tidak dikendalikan. Karena itu upaya pengendalian hepatitis yang sebelumnya tak masuk dalam indikator MDGs, saat ini sudah dimasukkan dalam SDGs," tutur Subuh.
Dijelaskan, hepatitis adalah penyakit peradangan pada organ hati yang disebabkan oleh berbagai faktor seperti obat-obatan, perlemakan, alkohol, serta infeksi yang disebabkan oleh virus, bakteri dan parasit.
"Sebagian besar kecacatan dan kematian yang disebabkan oleh hepatitis jenis B dan C yang kronis," ucapnya.
Di Asia Tenggara diperkirakan 100 juta orang hidup dengan hepatitis B kronis dan sekitar 30 juta orang lainnya hidup dengan hepatitis C kronis. Setiap tahunnya, terjadi sekitar 1,4 juta kasus baru hepatitis B dan 300 ribu kematian.
"Untuk hepatitis C, setiap tahunnya ada 500 ribu kasus baru dan 160 ribu kematian," ujar Subuh.
Di Indonesia, hasil Riset Kesehatan Dasar ( Riskesdas) 2013 menemukan ada sekitar 18 juta penduduk Indonesia menderita hepatitis B dan 3 juta orang terkena hepatitis C.
"Dari mereka, sekitar 50 persen akan mengalami penyakit hati kronis dan 10 persennya berpotensi menuju fibrosis hati yang dapat menyebabkan kanker hati," kata Subuh.
Untuk itu, lanjut Subuh, upaya deteksi dini menjadi penting guna mencegah penyakit hepatitis menjadi berat. Sehingga biaya pengobatan jadi lebih murah.
Ditanyakan jumlah deteksi yang hanya untuk 100 ribu orang, Subuh mengatakan, hal itu merupakan langkah awal sekaligus melihat kesiapan tenaga kesehatan di Puskesmas. Jika siap, jumlah sasaran deteksi dini akan ditingkatkan.
"Kita lihat kemampuan petugas di lapangan. Pemerintah sanggup membeli bahan deteksi dini untuk 10 juta orang, tetapi karena petugas di lapangan terbatas, maka prosesnya akan dilakukan secara bertahan," kata Subuh menandaskan. (TW)